***
"Siapa Marth?" Tanya Darma yang duduk di sebelah Marthin.
"Oh.. mereka berempat,, sangat cantik" jawab Marthin gugup, lalu kembali memandang ke arah mereka dengan tersipu-sipu, lebih tepatnya memandangi Fania yang berdiri di sebelah pengantin wanita.
Acara pernikahan berjalan dengan hikmah, kedua mempelai duduk di singgasananya serta bertegur sapa dengan para tamu yang datang dari berbagai kalangan, bukan hanya saudara atau pribumi saja namun banyak juga orang orang Belanda teman Kanjeng Gusti dan Raden pangeran.
Sebelum Sukminah pergi dan menjadi istri seorang pria Fania menghampiri nya karena mungkin mereka tidak akan bisa bertemu lagi setelah ini, disini ia merasa dekat dengan Sukminah karena wajahnya yang mirip sekali dengan Anissa oleh sebab itu setiap kali Fania melihat Sukminah ia merasa sedang melihat dan bersama Anissa teman karibnya di sekolah.
Fania menggenggam kedua tangan Sukminah dengan sangat erat, "Lo cantik banget hari ini" ujar Fania dengan tersenyum sambil sedikit meneteskan air mata, kedua mata mereka saling bertatapan seakan sedang berbicara. Lalu Sukminah memeluk adiknya itu dengan penuh kasih sayang, Air mata keduanya pun pecah disitu.
Sambil tersenyum ia melepaskan pelukan itu, "Heyy.. seorang pengantin gak boleh nangis, nanti cantiknya ilang hehe" gurau Fania untuk mencairkan suasana sambil menghapus air mata Sukminah.
"hidup bahagia di sana ya..." Tukas Fania sambil tersenyum, "Jaga diri baik-baik, oke?" Sambungnya.
"Pasti" jawab Sukminah sambil mengangguk tersenyum, "Mbak titip Romo dan Ibu ya.., setelah mbak pergi mulai sekarang kamu akan jadi anak perempuan tertua di rumah ini" terus Sukminah. Fania hanya mengguk. "Jadi contoh yang baik buat adik-adikmu" ujar Sukminah, "iya pasti".
Kini Acaranya masih berlangsung beberapa orang datang dan pergi meninggalkan rumah itu, sebagian lagi masih ada yang bertegur sapa dan bercanda gurau dengan satu sama lain.
Sedangkan Fania sedang duduk dan bercengkrama dengan kedua adiknya yaitu Karwiti dan Mardiah.
"Lihat deh Mbak Sukminah cantik tenan to" celetuk Mardiah. "Iyo pernikahannya juga meriah, aku kepingin juga menikah dengan seorang bupati koyo ngono" ucap Karwiti Sambil memakan kue di hadapannya.
"Ya tapi kan cuma jadi istri ke-2" ucap Fania spontan yang langsung mendapat tanggapan dari Karwiti, "istri pertamanya hanyalah gudik yang tinggal di rumah belakang, jadi tetep mbak Sukminah yang jadi kanjeng ratu"."Eh eh.. tapi kira-kira siapa ya diantara kita yang bakal menikah duluan?!" Ucap Mardiah memotong pembicaraan sambil melirik Fania dan Karwiti bergantian.
"Ekhmm.... Ya.. sudah pasti to.... (Ucap Karwiti sambil tertawa menunjuk Fania dengan tatapan tajamnya) Haha.."
"Mbak aku lali, tadi kita disuruh menemui romo... Ayuk" ucap Mardiah sambil Menarik tangan Karwiti dengan senyuman meledek dan pergi meninggalkan Fania.
"Eh.. tunggu jangan tinggalin gue dong.."
"Ekhmm..." Batuk seorang pria di belakang Fania.
Spontan tubuh Fania berbalik ke belakang sambil tersenyum kesal, "oh.. jadi ini yang membuat Diah dan witi ninggalin gue.. akh" batinnya meronta
"Sedang apa? Apakah saya mengganggu?"
"Nggak, ada apa?" Jawab Fania
"Mau ikut berkeliling keluar?" Ajak Marth
"Ah percuma aja nggak mungkin boleh" jawab Fania sambil menghela nafas. Namun Marthin tidak berfikir panjang, Marthin langsung menarik tangan Fania dan membawanya pergi keluar.
Ternyata Marthin telah menyiapkan semuanya, tak disangka Marthin membuat Fania berpakaian ala Noni Belanda mengenakan topi, dengan begitu penjaga gerbang tidak akan mengenali Fania, mereka pasti akan berfikir ia adalah tamu dari kalangan Belanda.
"Ah... akhirnya" teriak Fania sambil berlari membentangkan tangannya. Ia sangat bahagia bisa bermain keluar.
Tempat itu tidak ramai tapi cukup banyak orang, ada beberapa kedai, ada juga yang hanya menjajakan dagangannya di atas sehelai kain.
"Makasih ya... marth" Fania tersenyum lebar menatap mata Marthin.
"Ini bukan apa-apa" ucap Marthin "Kamu Tampak cantik, maksudnya baju itu sangat cocok dikenakan oleh wanita cantik sepertimu" sambungnya gugup.
"Marth kamu ada di sini, apa kabar" ucap seseorang yang tidak tahu datang darimana dan sambil mengecup Marth, Mungkin hanya sekedar salam pertemuan bagi mereka.
Dia wanita cantik yang mengenakan pakaian Belanda. Sontak Fania kaget dan matanya hampir saja keluar menatap wanita itu dengan mulut yang terbuka lebar.
"SISKA..!!, Siapa dia?"
"Dia mirip sekali dengan Siska, rabutnya pun sama persis sebahu"
"Ah tunggu rambut Siska tidak bergelombang seperti dia"
Batin Fania terus berasumsi, siapakah wanita yang mirip sekali dengan Siska itu.
"Ah.. sepertinya kalian cukup dekat" ucap Fania sambil sedikit tersenyum tajam.
"Tidak seperti itu" tegas Marthin sembari mengangkat kakinya selangkah lebih jauh dari wanita itu.
"Dia seorang keturunan Belanda?" Tanya wanita itu, "hello saya Anna, kami akan segera menikah dalam waktu dekat" sambungnya sambil menggandeng tangan marth.
Namun Marth melepas tangan Anna, "Apa yang sedang kamu lakukan disini" tukas marthin pada Anna, "Sukma itu tidak seperti yang dia katakan, Dia suka bergurau" terangnya.
"Nggak apa-apa it's okay, Marth kayanya gue harus pulang sekarang, atau nanti malah bakal jadi masalah" ujar Fania.
"Biar saya antar" tawaran Marth yang langsung ditolak Fania.
"Makasih, tapi Kanya gue lebih butuh kereta kudanya deh, jadi gue pinjem dulu ya sekalian kusirnya oke? Dah...." Ucap Fania langsung pergi sambil melambaikan tangan.
***
Makasih ya buat yang udah kasih vote⭐
tunggu next ceritanya yaa
Selamat membaca...
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden Ajeng
Исторические романыGara-gara mengalami perpindahan waktu ke awal abad 20 atau masa dimana Indonesia masih dalam naungan Belanda, Fania seorang gadis yang tidak sengaja mengalami perpindahan waktu ke awal abad 20 merasa kebingungan karena semua orang di sana memangilny...