***
Mata Darma terpana melihat wajah cantik dihadapannya itu, menyadari hatinya mulai berdebar darma menjauhkan jangung itu dari gigitan Fania.
"Ih.. pelit banget sih" Sergit Fania.
"Baiklah ini untukmu saja" Darma memberikan Jangung bakarnya itu pada Fania, "Saya ngantuk ingin tidur, good night" ujar darma beranjak masuk ke dalam rumah meninggalkan Fania.
"Eh.. tunggu gue takut diluar sendirian" teriak Fania sambil berjalan menyusul darma.
***
Tuk..tuk..tukk..
Pagi ini suara itu yang membangunkan Fania, apakah Darma lagi-lagi memotong kayu bakar di pagi hari?. Fania mengucek matanya melirik Sukma yang sudah tidak ada disebelahnya.
Ia beranjak dari tempat tidur berjalan menuju jendela kamarnya, dan melihat keluar, namun tidak ada apa-apa disana. Kiranya ia akan melihat darma namun sepertinya suara itu bukan berasal dari sana. Ia keluar mencari Sukma, dan mendapati Sukma sedang memotong sayuran. Ternyata itu suara pisau dan talenan yang beradu.
"Kamu sudah bangun Fania?" Tanya Sukma saat melihat Fania datang menghampirinya.
"Ya baru aja, Huaa..!" Jawabnya sambil menguap.
"Saya sedang memasak sarapan untuk kita, kamu bisa membantu kalau mau" ujar Sukma yang sedang sibuk memottong sayur-sayuran.
"Oke gue bersih-bersih badan dulu" jawab Fania, "tunggu ngomong-ngomong dimana Darma?" Sambungnya menanyakan Keberadaan Darma karena ia tak melihatnya pagi ini.
"Mas Soedarma keluar dini hari karena ada urusan" ujar Sukma.
Fania hanya menganggukan kepalanya dan pergi untuk membersihkan tubuhnya, sebab ia selalu berantakan jika baru bangun tidur dengan rabut kusut tak beraturan itu.
Setelah membersihkan tubuhnya Fania mulai membatu Sukma di dapur walaupun hanya memasak beberapa menu sederhana yang bahkan Sukma tak perlu bantuan Fania.
Sementara itu darma sedang mengayuh sepedanya, dan berhenti setiap ia berjumpa dengan seseorang di sepanjang jalan untuk bertanya mengenai Soemarno. Darma sekarang Sedang mencari Soemarno yang seharusnya datang saat pernikahan Sukma.
Kini Darma telah sampai pada sebuah rumah dimana ia menemui Sukma dulu, itu adalah rumah dimana mereka tinggal setelah menikah.
"nyuwun pangaputen, apa ada Soemarno?" Tanya Darma pada seorang wanita paruh baya yang duduk di depan rumah itu.
"Ora ana, aku Ra kenal Soemarno" ujar wanita paruh baya itu yang langsung masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.
Orang-orang di desa biasanya memang tidak begitu suka untuk berhubungan dengan orang baru yang tidak ia kenal, mereka lebih memilih untuk menutup mulut dan telinganya, karena tidak mau ikut terlibat dalam masalah.
Darma memaklumi hal seperti itu, ia kembali berjalan menanyai para tetangga yang rumahnya tak berjarak jauh dari rumah itu, namun nihil semua orang selau benjawab tidak tahu, atau hanya sekedar pura-pura tak tahu.
Sekarang tinggal satu orang lagi yang belum ia tanya, lelaki paruh baya itu sedang menganyam lembaran bilik bambu. Darma tak sungkan menghampirinya dan bertanya.
"Nyuwun pangaputen paklik, saya ingin bertanya apakah paklik kenal dengan Soemarno?" Tanyanya.
Lelaki paruh baya itu kaget dan terdiam sejenak menatap Darma dengan wajah ketakutan, sepertinya ia mengetahui sesuatu. Ia menaruh bilik bambu yang sedang ia anyam itu dan berbicara dengan darma.
"Iyo aku kenal, Soemarno anak petani iku, ana opo koe mencarinya" Jawabnya penuh kekhawatiran.
"Bojoné nunggu dia pulang, apa paklik bisa beri tahu dimana dia sekarang, atau kapan terakhir kali melihat dia" ujar Soedarma penuh harap.
Lelaki paruh baya itu tak tega melihat Soedarma, akhirnya ia menceritakan semua yang ia tahu.
Ternyata Dua hari yang lalu, atau lebih tepatnya hari pernikahan Sukma yang batal. Darma ia sudah bersiap untuk pergi, seperti hari-hari biasanya ia selalu menyapa tetangganya yang ia temui di jalan termasuk paklik itu.
Namun baru saja beberapa langkah keluar dari rumahnya ia dihadang oleh dua orang pria, mereka beradu mulut sebelum akhirnya saling baku hantam, Soemarno yang diserang oleh dua orang pun pingsan tak sadarkan diri. Mereka berdua membawa Soemarno menggunakan kereta kuda entah kemana.
"Apakah paklik melihat wajah pelaku?" Tanya darma kaget.
"Yo aku lihat, namun aku ra kenal" jawab lelaki paruh baya itu.
Darma berfikir sejenak dan sepertinya tahu siapa yang harus dicurigai ia kembali melontarkan pertanyaan, "apakah salah satunya memiliki Bekas luka di hidung?".
"Iyo benar tuan" ucap lelaki paruh baya itu.
"Matur nuwun sanget paklik" ujarnya sambil mencium tangan lelaki paruh baya itu dan langsung mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi.
Dan sampailah Darma dirumahnya, ia menaruh sepedanya dan berlari masuk kedalam rumah sambil berteriak "KANTO!! dimana koe!".
Ia mencari keseluruh ruangan dan akhirnya menemukan kanto, Darma langsung menarik leher bajunya dan menahannya di tembok.
"Katakan dimana Soemarno?! Kamu apakan dia di hari pernikahan Sukma?!" Tanya Darma penuh amarah. Kanto adalah orang dengan bekas luka di hidungnya yang ia curigai.
"Maksud Raden Mas opo to? Lepaskan dulu" Kanto kaget dan mulai sesak nafas, Darma akhirnya melepaskan tangannya. "Bahkan saya ada saat hendak berlangsung pernikahan itu" sambungnya masih dapat mengelak.
"Iya benar, namun saat pagi hari dari mana kamu?" Tanya darma sambil sedikit mengingatkan kejadian pagi hari itu.
Pagi itu saat ayam masih berkokok, darma berjalan kedepan pintu gerbang menghampiri dua penjaga itu dan memberikan perintah agar semua orang dan semua kalangan boleh masuk tanpa terkecuali. Niatnya agar Soemarno bisa masuk dengan leluasa.
Belum ia pergi dari sana, darma melihat kanto dan satu orang kepercayaan Kajeng Ratu masuk melalu gerbang itu dengan menggunakan kereta kuda, saat itu Darma memberhentikannya dan bertanya.
"Kalian darimana?" Tanya Darma, dan mereka menjawab, "kami habis membeli bunga, untuk menghias rumah"
Darma yang saat itu baru bangun tidur dan tidak menyadari ada kejanggalan hanya berkata "yowes" dan membiarkan mereka masuk.
Tanpa disadari ternya mereka tak membawa apapun apalagi bunga, lagi pula sejak kemarin seisi rumah sudah dipenuhi bunga-bunga jadi tak mungkin perlu bunga lagi untuk menghias.
Setelah darma menceritakan itu Mata kanto terbuka lebar namun ia tidak dapat berkata apa-apa.
"Kamu berbohong bukan soal bunga-bunga hari itu?!!" Bentak Soedarma, dengan amarahnya darma menggenggam leher Kanto sekuat tenaga.
"Baiklah saya akan jelaskan, lepaskan" ucap darma sepertinya mengakui perbuatannya, karena terdesak oleh Darma yang hendak mencekik lehernya itu.
Darma melepaskan kembali tangannya itu, agar Kanto dapat berbica.
"Saya hanya diperintahkan oleh Kanjeng Ratu untuk menghabisinya" ujar Kanto.
"Lalu dimana dia sekarang?" Tanya Darma sekali lagi, namun Kanto hanya menggelengkan kepalanya dan tertunduk mengisyaratkan bahwa Soemarno telah tiada.
Darma tertegun lemas, setelah mendengar hal itu dari mulut Kanto, darma kaget dengan pernyataan Kanto dan kenyataan bahwa adik iparnya telah tiada.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden Ajeng
Historical FictionGara-gara mengalami perpindahan waktu ke awal abad 20 atau masa dimana Indonesia masih dalam naungan Belanda, Fania seorang gadis yang tidak sengaja mengalami perpindahan waktu ke awal abad 20 merasa kebingungan karena semua orang di sana memangilny...