#9 Awal abad ke-20⏳

427 56 4
                                    

***

Kini sudah sepekan pasca lamaran Sukminah yang berarti tinggal menghitung hari untuk sampai akhirnya Sukminah Menikah dengan seorang Bupati yang sudah memiliki seorang istri dan tiga orang anak.

"Apa bener Sukminah akan menikah dan menjadi istri kedua??" Tanya Fania pada Karwiti dan Mardiah yang sedang mengiris sayuran di dapur.
"Mbak Iki kemana aja, ya bener" ujar Karwiti. "Kalian kok gak bilang sih dari kemaren" Tanpa berkata-kata lagi Fania Langsung pergi Meninggalkan mereka.

"Sukminah mirip banget sama Annisa, gue udah udah anggep dia seperti kakak sekaligus temen gue, ya walaupun gue emang gak begitu deket sama dia disini tapi gue gak akan biarin dia menikah dengan orang yang gak dia cintai, apalagi jadi istri kedua" gumam Fania sambil berjalan dan langsung menemui Sukminah dilamarnya.

"Annisa... Maaf maksud gue Sukminah" panggil Fania pada Sukminah yang sedang duduk di depan cermin memperbaiki sanggulnya, "mbak saya mau bicara" ucap Fania dengan serius, Sukminah pun melihat kearah Fania dengan kebingungan sambil berkata "mau bicara apa?? Duduk sini dulu deh" sambil menggenggam tangan Fania dan menyuhnya duduk di ranjang sebelahnya.

"Mbak, sebaiknya lo jujur aja ya.."

"Mbak gak usah takut"

"Mbak harus berani untuk mengucapkan keinginan yang ada di hati mbak"

"Sebenernya lo gak mau kan menikah sebagai istri kedua?"

Ucap Fania Terus menerus tanpa memberikan celah untuk Sukminah berbicara, apa yang ia katakan membuat Sukminah bingung, namun bukannya langsung menjawab pertanyaan Fania, Sukminah malah tersenyum dan tertawa melihat tingkah laku Fania.

"Kamu tuh ngomong apa??" Ucap Sukminah, "Maksudnya berani seperti kamu? Yang jujur dihadapan semua orang mencintai seseorang pemuda" terusnya.

"Bukan gitu, tapi......." Ucapnya langsung dipotong Sukminah.
"Mbak terima dengan ikhlas jika harus menikah sebagai istri kedua, itu semua pilihanku sendiri" ucap Sukminah.

"Tapi...." Lagi lagi ucapan Fania terhenti, sepertinya sekarang Sukminah yang tidak memberikan celah untuk Fania berbicara.
"Lagi pula kalau kita tidak menginginkannya, memang nya ada jalan lain?, perempuan tidak punya pilihan lain selain menjadi anak yang baik dan istri yang baik" ucap Sukminah dengan raut wajah yang sepertinya tidak menginginkan pernikahan itu.

"Saya masih ada urusan dengan Kanjeng Ratu jadi, tidak bisa bicara dengan mu dulu" ucap Sukminah yang langsung pergi meninggalkan Fania di kamarnya.

Fania sangat kesal sekali karena tidak dapat bicara lagi dengan Sukminah dan ditinggalkan pergi begitu saja, terlihat dari raut wajahnya yang mengerutkan kening dan menggempalkan tangannya sambil berteriak "Arkhh..".

Namun Fania menyadari tingkah Sukminah yang sepertinya terpaksa menerima pernikahannya, Fania terus berfikir keras untuk mencoba membantu sukminah agar lolos dari pernikahannya, namun sepertinya Fania tidak bisa berbuat apa-apa.

***

Di sebuah Ruang kelas yang ornamenya kental sekali dengan era kolonial ada seorang Pemuda Tampan yang sedang duduk menerima pembelajaran namun hati dan pikirannya seperti sedang berkelana jauh, ya itu adalah Soedarma di HBS tempatnya menempuh pendidikan.

Soedarma tidak fokus belajar karena ia sedang memikirkan adiknya Sukma yang tidak tahu dimana kini keberadaannya, "sudah satu pekan saya mencari Sukma namun belum ada hasilnya, kamu dimana Sukma?" Gumam Soedarma dalam hatinya.

"Heyy..!!!" Teriak seorang pengajar
"Are you okay?" Tanya seorang pengajar wanita pada Soedarma sambil menghampirinya, sontak semua orang melihat ke arah Soedarma dan menjadikannya pusat perhatian.
"Ouh.. yeah.. i'm fine" ucap Soedarma gugup.
"please respect me, take good attention" ujarnya sambil kembali mengajar.

Mendapati bahwa yang berada di rumahnya bukanlah adiknya Sukma, membuat hati dan pikiran Darma kalut, ia tidak tahu dimana keberadaan Sukma, ia takut Sukma tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan luar.

Pembelajaran telah selesai semua orang berhamburan keluar meninggalkan sekolah begitu pula dengan Darma.

"Hey.. Darma Are you oke?" Tanya seorang pria  pada darma yang sedang berjalan. Itu adalah Marthin teman yang cukup dekat dengan Darma di HBS, dia adalah pemuda keturunan Belanda ia dilahirkan serta di besarkan di Nusantara jadi tidak heran jika dia sangat fasih berbahasa Indonesia.

"Yeah i'm okey, tidak apa-apa" jawab Darma sambil menoleh ke arah Marthin, mereka pun berjalan beriringan, "apakah ada keperluan lain setelah ini?" Tanya Darma. "Tidak ada, why?" Ujar Marthin sambil menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu ikutlah denganku, kau sudah lama tidak berkunjung ke rumah kami" Ajak Darma dengan ramah.

"Oh ya.. tentu saja dengan senang hati" ucap Marthin.
"Silakan..."ucap darma sambil mengulurkan tangannya mempersilahkan Marthin Naik kereta kuda lebih dulu.


***


Dirumah semua orang sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Sukminah yang akan segera di laksanakan, Ada yang sibuk membuat kue tradisional serta hidangan lain, sedangkan yang lain membersihkan seluruh sudut rumah dan ada pula yang mengnghiasinya.

Sedangkan Fania hanya duduk diam sambil menghitung kelopak bunga mawar "satu.... Dua... Tiga.. em.." itu adalah bunga ke sepuluh yang sudah ia hitung, dia merasa sangat bosan karena tidak ada yang dapat ia kerjakan juga tak ada yang bisa menemaninya.

Tak... Tik.. Tuk.. (suara langkah kaki kuda)

Fania terhentak mendengar suara itu "Ah... Mas Darma sudah pulang" Fania bergegas menghampiri kereta kuda yang sudah terhenti, akhir akhir ini Fania Dan Soedarma semakin akrab, mungkin karena wajah Darma yang sembilan puluh persen mirip dengan saka maka tak asing bagi Fania.

Namun pria yang turun dari kereta kuda tidak mirip dengan saka, ya itu bukan Darma. Fania menatap tajam wajah pria itu sambil melirik kebawah keatas berulang kali dan bertanya
"Who are you??"



Bersambung....






Halo... Apa kabar??
Tunggu terus kelanjutannya ya..
Selamat membaca 😉

Raden AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang