#19 Awal abad ke-20

282 41 2
                                    

***

"LEPASKAN" Bentak seorang pria yang tiba-tiba datang dan dengan sigap menggenggam tangan Fania.

Fania menoleh dan menatap pria itu, ternyata itu adalah Darma, Darma sudah menyusul Fania ke rumah dengan bunga matahari dipekarangan nya, namun ia tidak menemukan Fania, ia sudah tahu Fania pasti tidak datang ke rumah itu, Karena ia menemukan peta yang tergeletak di tengah jalan.

Darma mencoba mencari Fania sampai ada seseorang yang memberitahunya kalau wanita berpakaian aneh itu masuk ke rumah bordil.

"Darma" ucap Fania tersenyum bahagia dengan mata berbinar.

"Ayo kita pergi" ucap darma sambil menggenggam tangan Fania namun langkahnya terhenti.

"Siapa anda yang seenaknya membawa gadis saya? Bayar" ucap wanita itu mengulurkan tangannya.

"Jadi Lo mau jual gue!!" Bentak Fania pada wanita itu.

"Saya kan sudah bilang, ~tidak ada yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma~"

Darma memberi sebuah bungkusan dan pergi membawa Fania keluar, sepertinya bukusan itu berisi emas atau perak. Rasanya ini seperti Deja vu saat Fania ditarik keluar oleh saka di diskotik.

Diperjalanan mereka tidak saling bicara, dan bukannya berterima kasih kepada darma, Fania malah mengoceh.

"Lo ngasih seberapa banyak ke wanita itu?"

"...."

"Jangan bilang cuma sedikit, gue gak semurah itu ya... Bisa di beli pakai uang yang gak seberapa"

Darma tersenyum lirih, "tapi kenyataannya saya bisa beli kamu, sekarang kamu milik saya" gurau darma dengan tatapan tajam.

"Apa?!! Jadi Lo gak ikhlas bantuin gue?" Tanya Fania.

"Lupa ucapan wanita tadi, ~tidak ada yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma di dunia ini~"

Fania hanya bisa menghela nafas dan memutar bola matanya.

"Lagian kenapa kamu pergi ke tempat seperti itu?" Tanya darma

"Ya kan gue cuma di tawarin, ya masa ditolak, lagian gue juga gak tau harus kemana" ucap Fania membela diri.

"Tidak tahu mau kemana?, Saya kan sudah kasih kamu peta" ujar darma.

"Iya iya yaudah deh gue minta maaf" ujar Fania menghentikan perdebatan itu. Mereka langsung berjan menuju rumah yang sudah disiapkan darma.

Sesampainya di rumah itu Fania cukup tercengang melihat kondisi rumah yang sangat usang, debu-debu bertebaran hampir di seluruh sudut, sepertinya rumah itu cukup lama tidak berpenghuni.

Mereka pun bergotong royong membersihkan rumah itu, mulai dari mengelap debu, serta menata perkakas.

"Akhirnya selesai juga, Huft.." ucap Fania sambil menghela nafas.

"Makan ini, kamu pasti lapar" Darma menyodorkan sebuah ubi bakar yang masih hangat.

"Wahh.. kayanya enak, makasih" Fania pun memakannya dengan lahap.

Mereka berdua menikmati santap malamnya dibawah langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, saat menatap bintang Fania teringat akan satu hal dan bertanya.

"Apakah semua orang dirumah mencariku?"

Darma terdiam menghentikan santapannya, dan menjawab "kamu siapa sampai mereka harus mencarimu".

"Ya maksud gue Sukma," tegas Fania, "mungkin situasi di sana kacau balau karena gue kabur" sambungnya sambil menghela nafas.

"Tidak, disana cukup tenang" ucap darma.

Fania keheranan mendengar perkataan yang diucapkan oleh Darma.

"Sukma datang tepat pada waktunya, ia kembali dan memikul semua beban yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawabnya, dan membebaskan kamu dari semua itu" ujar darma, darma menceritakan semua yang terjadi saat Fania meninggalkan rumah.

*Flashback on*

Sesaat setelah Darma mengantarkan Fania di gerbang belakang, ia mengawasi semua orang dirumah agar tidak ada yang menyadari kepergian Fania, terutama Kanjeng Gusti dan Kanjeng Ratu.

Untuk mengalihkan perhatian mereka Darma berinisiatif untuk menui Kanjeng Gusti, namun saat tiba di aula keluarga ia melihat empat orang sedang berbincang dan salah satunya adalah Sukma.

"Darma sedang apa kamu berdiri disitu, kemari" ucap Kanjeng Gusti.

Darma menghampiri mereka perlahan sambil menatap tajam kearah Sukma, karena ia tidak menyangka Sukma akan datang.

"Kenapa kamu menatap adikmu seperti itu?" Tanya Kanjeng ratu lirih.

"Akh.. tidak apa" ucap Darma

"Baiklah Romo kalau begitu saya akan pergi dulu, saya harus menyelesaikan batik tulis saya" ucap Sukma berpamitan pergi, "ouh ya, maaf Raden mas Soedarma bisa tolong saya mengambil gulungan kain di gudang" sambungnya, mereka pun pergi meninggalkan aula itu.

"Sukma kenapa kamu datang kemari?" Tanya Soedarma keheranan.

"Bukankah itu yang kalian inginkan" jawabnya ketus.

"Tapi kamu tahu betul apa konsekuensi yang akan dapatkan, bukankah kamu juga tidak ingin menikah dengan pria itu" ujar darma.

Sukma Tersenyum dan berkata, "iya aku tahu, aku juga akan memberitahu secepatnya pada Romo bahwa aku sedang mengandung" dengan wajah penuh kekhawatiran, Sukma akhirnya memberitahu kakaknya tentang kehamilannya.

"APA!" Teriaknya kaget, "berarti aku akan menjadi seorang paman? Kalau begitu jaga anakmu baik-baik" lanjutnya.

"Pasti..., Dan apakah aku bisa bertemu dengan dia yang mirip sepertiku?" Tanya Sukma.

"Oh.. Fania, dia baru saja pergi dari rumah ini" ucap darma.

"Kalau begitu tolong jaga dia dan sampaikan permintaan maaf saya, Sukma akan menyelesaikan semua kekacauan yang telah terjadi disini" ujar Sukma dengan sangat bijak.

*Flashback off*

Setelah mendengar semua hal yang diceritakan darma, Fania langsung tercengang, ternyata Sukma tidak seegois yang dia pikirkan.

"Akhh sorry... Gue udah berprasangka buruk sama Sukma, Sekarang dia yang harus menghadapi kesulitan" ucapnya menyesal.

"Hmm.. ini sudah malam, lebih baik kita tidur" ujar darma.

Fania sontak menoleh ke arah darma dengan tatapan mata yang tajam, "Ha.. kita?? Tidur?" Geramnya dalam hati, karena hanya ada satu kamar di rumah itu.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya darma yang heran dengan tingkah Fania.

"Tidak" Fania menggelengkan kepalanya sambil memalingkan pandangannya.

"Kalau begitu saya akan tidur disini, kamu bisa pakai kamar itu" ucap darma.

"Okayy.., huft.." Fania menghela nafas sambil memasuki kamar sederhana yang berbeda jauh sekali dengan kamarnya Sukma, disini hanyalah sebuah ranjang kayu tanpa bantalan empuk.


***



Raden AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang