Part 01

99 11 3
                                    

01~~~~~~~~~~BELVA MELVIANA
___________________________________________________

“Banyak kehilangan yang telah aku rasakan, dan yang paling menyakitkan adalah ketika aku harus kehilangan sosok cinta pertama yang selalu menjagaku.”





Baju SMA lengkap dengan almamater melekat dengan indah di tubuh seorang gadis yang kini tengah menatap bayangannya dalam cermin. Senyuman cerah terbit di bibirnya. Matanya meneliti penampilannya hari ini. Begitu bersemangat menyambut hari baru.

Hari ini Ia akan bersekolah kembali setelah hari libur yang panjang. Liburan kali ini bukan liburan yang berjalan seperti biasa. Bukan liburan yang selalu berisi canda tawa dan kebahagiaan. Liburan ini adalah awal, awal dari sebuah luka yang tak akan pernah sembuh. Dua minggu yang lalu tepat hari pembagian rapor, gadis cantik itu harus rela kehilangan pelitanya, pahlawannya, sekaligus cinta pertamanya.

Gadis itu berlari dengan ceria, menuju tempat parkir sekolah. Senyuman cerah tak pernah luntur dari bibirnya. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Tak sabar untuk sampai ke rumah. Membawa kabar gembira ini untuk Ayah dan Ibunya.

Belva Melviana, gadis sederhana yang berhasil masuk sekolah favorit. Sekolah yang berisi murid-murid dari kalangan atas. Sebuah keberuntungan seorang Belva Melviana mampu masuk dalam sekolah ini dengan jalur beasiswa. Lebih beruntungnya lagi, di tahun ini Belva mampu menyabet Peringkat Umum di sekolahnya.

Belva begitu senang dengan pencapaiannya. Belva tak sabar menunjukkan rapornya kepada orang tuanya di rumah. Belva tak sabar untuk berceloteh bagaimana indahnya hari ini. Mulai dari dirinya yang memasuki kelas dan di sambut dengan senyuman oleh sang guru dan teman-temannya. Lalu tubuhnya yang terasa gemetar karena takut rapornya mengecewakan. Hingga sang guru mengatakan bahwa Belva berhasil meraih peringkat satu di kelasnya. Lalu tak lama terdengar pengumuman untuk ke aula sekolah di mana sang kepala sekolah sudah berdiri tegap di atas podium bersiap menyambut para murid dan mengumumkan hal penting.

Setibanya di tempat parkir sekolah Belva lantas mengambil sepedanya dan mengayuhnya menuju gerbang sekolah dengan semangat. Tak henti-hentinya Belva tersenyum, menyapa teman - teman sekelasnya yang sedang menunggu jemputan atau mengambil kendaraan. Belva mengayuh sepedanya dengan kecepatan yang tak bisa dikatakan pelan. Belva benar - benar tak sabar untuk tiba di rumah.

Lama Belva mengayuh, tak peduli dengan keringat yang mengucur di dahinya. Matanya menatap ke depan tepat di mana rumahnya berada. Belva terpaku dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Lidahnya terasa kelu, senyuman yang sedari tadi terpatri di wajahnya perlahan menghilang. Belva berlari memasuki rumahnya yang begitu ramai. Matanya melihat banyak kerabat yang menangis di dalam rumahnya serta Ibunya yang sudah terduduk lemas dengan mata yang bengkak.

Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Hingga matanya memandang objek yang begitu menyakitkan, sang ayah terbujur kaku tak berdaya. Gadis itu tak mampu berucap sepatah kata pun. Perlahan tubuh Belva meluruh, setetes demi setetes air mata mengalir di pipinya. Kakinya terasa berat untuk melangkah mendekat. Tubuhnya terasa kaku, hingga lambat laun penglihatannya menggelap, yang dapat ia dengar hanya teriakan orang-orang di sekitarnya yang menyebut namanya.

●●●●

Belva menatap gundukan tanah di depannya, terasa begitu pedih dan menyakitkan. Semua terasa seperti mimpi, tak pernah menyangka hal ini akan terjadi begitu cepat. Hari yang tadinya begitu membahagiakan berubah menjadi kenangan buruk yang menyakitkan. Bukan, bukan Belva tak ikhlas hanya saja ini terasa terlalu cepat.

SECRET(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang