Part 12

12 7 0
                                    

12~~~~~~~~~~HATI YANG SESAK
___________________________________________________

"Pergimu tinggalkan luka yang begitu dalam bagi mereka. Tetapi, kenapa harus aku yang menanggung semua salahmu?"












Laskar melangkah pelan menuju pintu utama rumahnya. Perlahan suara itu semakin jelas di pendengarannya. Perdebatan dua orang yang berada di dalam rumahnya. Laskar menajamkan pendengarannya semakin mempercepat langkahnya masuk ke dalam rumahnya. Sayup - sayup Laskar mendengar perdebatan itu berasal dari kamar kedua orang tuanya. Ia mendekatkan diri ke depan kamar kedua orang tuanya. Menempelkan daun telinganya ke pintu kamar kedua orang tuanya.

"Laskar bukan Gibran yah! Mereka dua orang yang berbeda! Ayah gak bisa memaksa Laskar untuk bertanggung jawab karna kesalahan Gibran!!"

"Justru itu saya ingin anak itu tidak seperti anak tak tau diri itu!"

"Maksud Ayah apa?! Gibran anak papah! Jaga mulut Ayah!"

"SAYA TIDAK PEDULI! BAGI SAYA ANAK ITU HANYA ANAK SIALAN TIDAK TAU DIRI!!"

'Prang!'

"Kenapa lo ninggalin gue, Kak?" lirih laskar. Pemuda itu tak henti-hentinya mengusap foto sang kakak dengan sayang. Hatinya tersayat mengingat keadaan rumah ini saat mendengar kakaknya sudah tiada. Ditambah dengan kabar bahwa kakaknya meninggal karena overdosis obat terlarang membuat keadaan semakin keruh. Di usia Laskar yang masih sembilan tahun Ia harus menyaksikan Ayah dan Ibunya bertengkar hebat. Ayahnya yang merasa kecewa dengan anaknya dan Ibunya masih tak rela melepas anaknya pergi.

Laskar memegangi dadanya yang terasa sesak. Badannya meluruh terduduk di atas lantai. Air matanya mengucur deras. Ingatan itu kembali datang, menyiksanya lama senyap. Sayup-sayup suara itu masih belum berhenti. Kedua orang tuanya masih saja berdebat. Laskar merasakan dadanya semakin sesak membuatnya kesulitan bernapas. Laskar menutup telinganya tak ingin mendengarnya. Pemuda itu menangis dalam diam, rasa sakit tak kunjung reda. Apa sebaiknya Ia keluar dari rumah ini? Tidak, Lakar tak ingin egois. Bagaimana dengan Ibu dan adik perempuannya nanti jika Ia pergi.

Laskar merangkak menuju kamar mandi. Pemuda itu menyalakan sower membiarkan tubuhnya terguyur air dingin. Matanya memejam mencari ketenangan. Sayup-sayup Laskar mendengar suara hujan yang turun begitu deras. Laskar masih enggan beranjak. Sudah tiga puluh menit lebih Ia berada di bawah sower. Pemuda itu tak memedulikan suara sang Ibu yang memanggilnya. Biarkan Laskar istirahat sebentar saja, ini terlalu menyakitkan untuknya.

Laskar masih mampu mendengar suara sang Ibu yang masih terus memanggilnya. Suara itu semakin mengeras diikuti langkah cepat. Laskar mencoba menajamkan pendengaran. Tetapi, sialnya Ia gagal perlahan kesadarannya menghilang. Pandangannya menggelap, suara yang tadinya terdengar keras perlahan menghilang. Pemuda itu kalah kali ini, Ia tak sanggup menopang dirinya sendiri. Pemuda itu butuh istirahat.

●●●●

Ibu Laskar yang berada di depan pintu kamarnya panik menyadari putranya sudah pulang tapi tak menyahuti panggilannya. Tidak seperti biasanya, pemuda itu selalu menyahuti panggilannya. Laskar tidak pernah mengabaikan panggilannya. Tetapi, kenapa hari ini pemuda itu tidak menyahuti panggilannya. Wanita cantik itu membuka pintu kamar putranya mendengar gemercik air dari arah kamar mandi. Anehnya pintu itu tak terkunci. Terlihat ada celah diantar pintu dan kusen.

Renata kalut, perempuan paruh baya itu melangkah dengan cepat menuju kamar mandi putranya. Wajahnya semakin mengeruh kaget melihat keadaan putranya yang tak sadarkan diri berada di bawah guyuran sower. Tubuh wanita itu gemetar tak sanggup melihat keadaan putranya. Renata menguatkan diri melangkah pelan mematikan sower memapah tubuh jangkung putranya. Wanita itu menidurkan putranya di kasur milik putranya. Wajah putranya memucat membuat wanita itu semakin kalut.

SECRET(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang