Part 30(LAST PART)

29 4 2
                                    

30~~~~~~~~~~SEBUAH PERMINTAAN
___________________________________________________

“Kepergianmu menyadarkanku, bahwa kamu adalah tokoh yang selama ini aku butuhkan di dalam hidupku.”












Belva melangkah seorang diri saat keluar dari kelasnya. Gadis itu menuju gerbang dengan menundukkan kepala. Jemari lentiknya menggenggam erat tali tas miliknya. Helaan napas lelah lolos begitu saja dari bibir Belva. Hari ini berjalan dengan membosankan, Kana tidak masuk sekolah, katanya gadis itu ingin menemani Dimas. Sebenarnya Belva juga rutin mengunjungi pemuda itu saat Ia libur kerja atau saat pulang kerja cepat.

Belva tersenyum begitu saja mengingat pesan yang tadi dikirimkan oleh Kana. Sahabatnya itu mengatakan bahwa keadaan Dimas mulai membaik. Belva mempercepat langkahnya tak ingin membuang waktu.

'Bruk'

Tubuh Belva terjatuh saat tak sengaja menabrak orang di depannya. Belva mendongakkan kepala penasaran dengan siapa yang Ia tabrak. Gadis itu tertegun begitu saja saat mengetahui siapa yang tertabrak dirinya. Matanya berubah sendu saat pemuda di depannya tak kunjung membantunya berdiri. Bodoh, memang apa yang Belva harapkan dari orang iri?

"Jalan yang bener! Bocah lo," sarkas pemuda itu melangkah pergi meninggalkan Belva seorang diri.

Sesak menggerayangi dada Belva, pemuda itu mengacuhkannya. Bukannya ini yang dirinya mau? Tapi, kenapa rasanya begitu sakit?

Belva tersenyum miris menatap langkah pemuda itu yang kian menjauh. Ternyata, perasaannya masih sama. Perasaan itu masih utuh menjadi milik pemuda itu. Belva berdiri dari posisi jatuhnya. Gadis itu menggelengkan kepala menyadarkannya dirinya sendiri. Memang apa yang dirinya harapkan? Mereka sudah usai. Belva melanjutkan langkah menuju tempat parkir sekolah.

Tak jauh dari Belva, seorang pemuda menatap gadis itu dengan tatapan sulit diartikan. Terdapat penyesalan dan rindu yang mendalam di mata itu. Pemuda itu mencengkeram kuat tembok yang menjadi tempat persembunyiannya.

"Maafin gue, udah terlalu banyak luka yang lo terima karena gue."

Laskar memutar tubuhnya kembali melangkah menuju arah yang berlawanan dengan Belva. Jujur dadanya sesak saat bertemu dengan gadis itu. Mungkin waktu mereka untuk bersama begitu singkat. Tetapi, perasaannya kepada gadis itu begitu dalam.

"Yang berakhir cuma hubungan kita, Bel. Tapi enggak sama hati gue yang akan selalu utuh jadi milik lo."

Tangan Laskar yang semula berada di dalam saku celananya kini pemuda itu keluarkan. Sebuah gelang hitam dengan gantungan bunga daisy berada di atas telapak tangan besar Laskar.

Laskar tersenyum lirih menatap gelang itu. Masih teringat jelas raut wajah bahagia Belva saat dirinya memberikan gelang itu. Laskar menggenggam gelang itu dengan kuat seolah tak ingin melepaskannya.

"Semoga lo bahagia tanpa gue."

●●●●

Belva mempercepat langkahnya saat tiba di koridor Rumah Sakit. Dengan parsel buah ditangannya senyum gadis itu tak berhenti mengembang. Dadanya meringan saat mendengar bahwa pemuda itu sudah kembali membuka mata. Tak sabar rasanya melihat senyuman pemuda itu kembali. Apalagi binar cerah di mata pemuda itu. Sungguh, Belva benar-benar tak sabar untuk menemui pemuda itu.

Setibanya di depan ruang inap pemuda itu Belva menarik napas dalam. Jantungnya berdetak begitu kencang. Ini aneh, tetapi Belva tak memedulikannya. Dirinya hanya ingin bertemu pemuda itu.

SECRET(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang