Part 04

27 8 0
                                        

04 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ PERASAAN ANEH
___________________________________________________

“Ada banyak hal yang tak dapat Ku uraikan dengan kata. Dan yang menjadi salah satunya adalah perasaanku kepadamu.”


















Gemuruh tepuk tangan para pengunjung terdengar begitu meriah. Bahkan terdengar permintaan untuk Belva menyanyikan sebuah lagu lagi. Belva tersenyum dan mengalihkan pandangan dari mata indah itu. Mencoba tak peduli dengan perasaannya saat ini.

Benar ya, mau sebagaimana kita berbohong hati akan tetap jujur. Hatinya seolah menuntutnya untuk kembali kepada objek yang sama. Hatinya seolah meminta Belva untuk kembali menatap orang yang sama. Rasanya tidak bosan untuk menatap mata itu. Entahlah, Belva tak mengerti dengan apa yang Ia rasakan saat ini. Seperti mengejutkan, tapi terasa begitu nyaman. Ketika Belva menatap mata itu seakan jantungnya bekerja dua kali lebih cepat, tetapi terasa nyaman. Belva ingin menatap mata itu lama dan mengutarakan apa yang Belva rasakan. Rasanya pemilik mata itu dapat mengerti apa yang Belva rasakan.

Bohong jika Belva tidak butuh tempat untuk bersandar. Belva juga ingin memiliki seseorang yang ada untuknya. Tak perlu muluk-muluk Belva membutuhkan seseorang yang bertanya padanya ‘bagaimana hari ini?’ seseorang yang dapat menjadi tempatnya untuk pulang ketika lelah berkelana begitu jauh. Apakah Belva bisa mewujudkan hal itu dengan pemilik mata itu? Orang yang bahkan tak ia kenali.

Selesai Belva bernyanyi Ia kembali turun dari panggung. Menghampiri pekerja lain untuk membantu. Rasanya tidak enak jika Belva asik bernyanyi dan yang lain bekerja keras. Walaupun sebenarnya pemilik kafe dan para pekerja lain tidak masalah. Menurut pekerja lain mereka juga membutuhkan hiburan. Suara Belva yang merdu dan petikan gitar yang mengalun indah cukup membuat mereka terhibur.

Belva mulai kembali melayani pengunjung. “Belva, boleh minta tolong anter makanan ke meja nomor 17?” ucap salah satu pekerja yang sedang sibuk menyiapkan makanan. Ia melihat Belva yang sedang menunggu pekerjaan.  Belva mengiyakan permintaan tersebut.

Belva menghampiri meja 17 untuk mengantarkan makanan. Ia mengucapkan selamat makan dan selamat menikmati makanan kepada pengunjung meja tersebut. Memang attitude pekerja  di kafe ini sangat terjaga karena bos mereka benar-benar mengutamakan kenyamanan pengunjung. Belva sibuk menunduk menata makanan di atas meja nomor 17 tersebut.

Sebelum Belva berpamit pergi dari meja tersebut, salah pengunjung dari meja tersebut memesan secangkir kopi. Belva mendongak untuk melihat sang pengunjung.

‘Deg’ 

Tuhan mata itu benar-benar indah. Jantung Belva rasanya mencelos begitu saja. Rasanya ingin berteriak. Mata itu benar-benar mata yang ia tatap tadi. Ternyata selain matanya yang indah, pemilik mata itu juga memilik wajah yang tampan. Rasa apa ini? Kenapa sangat nyaman. Rasanya ingin meledak di sini tapi begitu nyaman.

Lambaian tangan menyadarkan Belva dari lamunannya. “Hah? Oh ya pesan apa tadi kak? Bisa diulang?” tanya Belva kepada pengunjung. Ah bodoh sekali dirinya bisa-bisanya ia jatuh terlalu dalam pada pesona mata itu. Ini benar-benar bahaya, mata itu berbahaya.

“Saya pesan hot american coffe,” kata pengunjung tersebut yang diangguki oleh Belva mengiyakan permintaannya. Belva berpamit kepada pengunjung meja tersebut untuk memesankan minum yang di pesan ke dapur.

Belva kembali bekerja hingga pukul sembilan malam. Sebenarnya kafe tutup pada tengah malam, tetapi Belva hanya mengambil sip sore hingga pukul sembilan malam. Belva tak ingin Ibunya khawatir jika Ia pulang terlalu larut.

Belva pulang dengan sepedanya. Belva mengayuh dengan pelan menikmati suasana malam ini. Angin malam memang sangat menenangkan untuk Belva. Ah, rasanya senang sekali jika membayangkan kejadian di kafe tadi. Jika dipikir – pikir siapa ya nama pemilik mata indah itu. Rasanya senang sekali bertatapan dengannya. Belva jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya.

SECRET(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang