Part 15

10 6 0
                                    

15~~~~~~~~~~TERIMA KASIH
___________________________________________________

“Dua luka yang bertemu memiliki dua kemungkinan : saling menyembuhkan atau justru saling memperdalam luka yang ada.”














Belva duduk seorang diri di taman tepat samping kafe tempat Ia bekerja. Gadis itu merenung mengingat hal apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Langit yang mendung mendukung suasana hatinya yang sedang tak baik - baik saja. Bayangan lelaki itu kembali terlintas dalam kepalanya. Senyum lelaki itu yang dulu begitu menenangkan kenapa kini terlihat menyeramkan. Dua minggu adalah waktu yang singkat, tetapi penuh kenangan baginya. Belva mencoba menerka apa kesalahannya hingga kisah indah itu berubah menjadi seperti ini. Bila boleh jujur Belva merindukan kekasihnya. Ia rindu dengan mata indah yang selalu menatapnya dengan cinta.

Belva menundukkan kepala berandai bahwa semuanya baik-baik saja. Berandai jika sang ayah masih berada di sampingnya. Mungkin jika sang Ayah masih ada Ia tak akan sesedih ini. Canda tawa ayah yang selalu membuatnya kuat. Kasih sayang dari sang ayah tak pernah membuatnya melirik lelaki mana pun.

Belva tersenyum miris, lelaki yang Belva kira dapat melindunginya seperti sosok Ayahnya malah menjadi monster yang menyakitinya. Semudah itu Ia tertipu dengan pesona lelaki itu.

Belva tersentak merasakan dingin di pipinya. Gadis itu memutar kepalanya menemukan seorang pemuda tersenyum ke arahnya. Pemuda itu mendudukkan dirinya di samping Belva. "Nih minum,” pemuda itu menyerahkan minuman dingin yang Ia bawa.

Pemuda itu memalingkan pandangan mendongakkan kepala menatap langit yang semakin menggelap mendadakan akan segera turun hujan. "Kafe lagi rame, lo ngapain malah di sini?" kata pemuda itu membuka pembicaraan.

“Rehat. Lo kenapa bisa di sini?” Belva memainkan sedotan yang berada di gelas minumnya. Segelas ice coffee memang selalu berhasil membuatnya tenang.

"Kemana aja lo? Ini kafe gue kali,” jelas pemuda itu dengan senyuman di bibirnya. Belva tertegun mendengar penjelasan pemuda di sampingnya.

"Selama ini lo bos gue?" Belva memukul bahu pemuda di sampingnya saking kagetdengan kebenaran yang baru Ia ketahui. "Ah, boong kan lo?" Tunjuk Belva pada pemuda itu dengan mata disipit-sipitkan.

Pemuda itu memutar telunjuk gadis itu yang mengarah kepadanya menjadi mengarah kepada jidat gadis itu sendiri. "Heh, ga sopan lo sama bos,” kata pemuda itu mengubah nada bicaranya menjadi sombong. Pemuda itu meletakkan tangannya di pinggang seperti seorang Ibu yang hendak memarahi anaknya. "Kamu itu karyawan di sini. Jangan kurang ajar ya!" kata pemuda itu sok serius dan sok tegas.

Belva yang berada di samping pemuda itu bukannya takut malah tergelak melihat ekspresi pemuda itu. Kenapa pemuda ini mendadak jadi menggemaskan. Belva berusaha mengendalikan tawanya sambil memegangi perutnya.

Dimas mendorong jidat gadis itu yang masih terus menertawai dirinya. "Receh lo," hardik Dimas pada perempuan di depannya ini. Tapi tak ayal Dimas ikut terkekeh melihat perempuan ini tertawa lepas saat bersamanya.

"Ampun, Pak Bos!" balasa Belva dengan ekspresi takut dibuat - buat. Bahkan gadis itu menyatukan kedua telapak tangan seolah meminta ampun pada Dimas.

Dimas mengangkat telapak tangannya dengan ekspresi sok berwibawa. Kepala pemuda itu mengangguk-angguk. "Baik, kamu saya maafkan,” kata pemuda itu dengan suara dibuat - buat seperti lelaki dewasa.

Melihat tingkah Dimas, Belva semakin tak bisa menghentikan tawanya. Kesedihan yang sedari tadi menyelimutinya meluap begitu saja saat bercanda dengan pemuda itu. Dimas yang melihat hal itu merasa lega. Setidaknya gadis itu tak semurung tadi.

SECRET(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang