Sudah jamak bahwasannya dunia adalah tempat manusia untuk berlomba. Bagi yang tak memahami sebenarnya untuk apa mereka berada di dunia, perlombaan yang ada di pikiran mereka ya tentang dunia itu sendiri. Berlomba berbanyak harta, bertinggi jabatan, berbangga tentang anak atau perlombaan lainnya yang tak jauh-jauh dari dunia. Status, strata dan sosial. Ya cuma itu.
Bagi mereka yang memandang dunia ini ya tempat untuk menikmati hidup semaksimal mumgkin, waktu 24 jam yang dimiliki harus bisa menghasilkan sebuah nominal. Tak boleh ada sedetik waktu tersiakan, untuk tak menghasilkan sesuatu yang bersifat ekonomi. Kembali lagi ke prinsip time is money. Waktu yang dimiliki berputar untuk berlomba mengejar omset, tender, proyek, orderan dan sederet angka yang bisa menggendutkan ATM. Maka tak ayal bisa ditemui seorang muslim yang lebih memilih menunda, mengundur bahkan menghilangkan waktu sholat hanya demi meeting untuk sebuah tender. Seolah itu hanya aktivitas khayalan yang tak menghasilkan nominal buatnya. Kalau sudah begini, tentu kenikmatan dunia menjadi candu yang menyesatkan. Tak sadar jika candu tersebut akan terus menyeret dalam pusaran ketidakpuasan, fana dan gersang.
Berbeda hal nya dengan mereka yang paham betul sebetulnya untuk apa ia hidup di dunia ini. Bahwa kehidupan dunia ini memang tempat perlombaan. Tapi perlombaan dalam pemikiran mereka adalah berlomba mencari bekal untuk pulang ke kampung halaman, yaitu akhirat. Memahami bahwa hidup di dunia tak selamanya, tak kekal dan tak abadi. Harta, tahta dan status sosial tak akan mampu menyelamatkannya ketika sudah terbujur di alam kubur hingga kelak di padang mahsyar. Mereka akan berlomba menggapai keridhoan Rabbnya. Menanti waktu sholat, berlomba bersedekah, berlomba menjalankan yang sunnah, berlomba menasehati kebaikan, fastabiqul khoirot.
"Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di muka bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu" (QS. Al An'am : 65)
Langit pagi sudah mulai menyibak bumi. Sapaan lembut sinar surya mulai dirasa manusia yang telah memulai aktivitasnya. Lalu lalang orang lari pagi, jalan sehat atau bersepeda santai menjadi pemandangan utama. Bapak, ibu dan anak-anak tampak menikmati minggu pagi itu dalam kebersamaan berolahraga. Suatu kegiatan yang sulit dilakukan di hari kerja.
Bu Nunik menikmati pagi itu dengan mengurus beberapa tanaman yang ada di halaman depan rumah. Halaman yang memang tak terlalu luas, tapi sayang kalau dibiarkan terbengkalai begitu saja. Setidaknya ada yang bisa dihasilkan dari memanfaatkan lahan kecil tersebut. Suasana rindang dan hijau bukankah mampu menurunkan kepenatan dan membuat teduh.
Bu Nunik tampak asik mencabuti daun kering, rumput liar dan tanaman yang mulai layu. Menggemburkan tanah dan memberi pupuk yang telah ia beli kemarin. Sedikit keringat mengucur dari dahi bu Nunik. Berkeringat di pagi hari konon bisa meningkatkan imun dan mendapat asupan vitamin D alami dari matahari.
Hmm...capek juga...gumam bu Nunik memilih duduk sejenak di kursi plastik yang ada di teras rumah. Diedarkan pandangan sejenak ke sekeliling rumah.
Rumah yang ia tempati sejak puluhan tahun itu memang bukan rumah besar apalagi mewah. Rumah 15x8 meter itu sudah menaungi hidupnya bersama ketiga putra putrinya selama ini. Setidaknya rumah tersebut merupakan salah satu peninggalan berharga dari almarhum suaminya. Tentu banyak kenangan di dalam rumah ini.
Rumah ini pun menjadi makin baik kondisinya karena Ardan merenovasinya. Sejak Ardan, putra sulungnya bisa bekerja, bu Nunik memang cukup terbantu. Ia bersyukur Ardan tumbuh menjadi anak lelaki yang bertanggungjawab. Meski menurut orang putranya itu tak terlalu banyak bicara, namun tidak menurut bu Nunik. Ardan hanya bicara sesuai porsinya. Dan bisa bicara panjang jika perlu. Ardan juga selalu bersikap hangat pada dirinya juga dua adiknya. Ardan juga selalu menunjukkan perhatian dan tanggungjawabnya. Ardan tak pernah melewatkan waktu untuk menjenguk dirinya juga dua adiknya. Masalah finansial apalagi. Jangan ditanya bagaimana Ardan selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan ibu dan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEA OF LOVE 2 ( SUDAH TERBIT NOVEL & E-BOOK)
RomanceMenikah itu Nasib Mencintai itu Takdir Kau bisa berencana Menikahi Siapa Tapi tak dapat kau rencanakan.... Cintamu untuk siapa?? 💛💛💛💛💛💛💛💛💛💛 Sequel Sea Of Love 1