Suasana rumah mewah milik keluarga Pratama sudah menampakkan geliatnya. Sudah dua hari rumah yang didominasi warna putih itu tampak sibuk. Para pekerja dari pihak WO ataupun dari pihak pak Pratama sendiri hilir mudik mempersiapka segala sesuatunya. Meski aslinya sang calon mempelai wanita bahkan masih sibuk mengurusi skripsinya di Bandung. Dan calon mempelai pria masih sibuk juga di kota yang sama mengurusi pekerjaan. Hingga akhirnya mereka malah bertemu dalam pesawat dan pulang bersama.
Anggi membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Memandang keriuhan yang ada di sekeliling rumah. Pagi telah menjelang. Matahari telah menampakkan kilaunya. Menandakan hari telah berganti. Hari sabtu yang telah dinanti oleh semuanya. Hari dimana Ardan akan datang dan duduk di depan papanya mengucap ijab qabul.
Dulu Anggi sempat membayangkan peristiwa seperti hari ini akan terjadi. Sebagaimana anak perempuan pada umumnya, Anggi pernah berangan bagaimana ketika ia menjadi pengantin. Membayangkan pernikahan di kastil bak film disney yang sering ia tonton dahulu. Pangeran tampan datang, mengulurkan tangannya. Sang putri yang cantik jelita nan anggun dengan gaun panjangnya menyambut uluran tangan pangeran. Kemudian berjalan beriringan saling menggenggam menuju altar suci. Untuk mengucap janji setia sehidup semati. Dan hidup bahagia selama-lamanya.
Mengingat khayalan masa kecilnya, Anggi jadi tersenyum sendiri. Tentu saja seiring waktu, khayalan tentang pernikahan seperti itu berubah. Putri dan pangeran dalam kisah ala disney digambarkan bukan muslim. Bergandengan tangan sebelum halal menjadi mahram. Apalagi berjalan menuju altar. Jelas itu bukan ajaran agamanya. Anggi bukan lagi gadis berkepang dua yang belum paham aturan agamanya.
Sekilas Anggi memandang dirinya sendiri. Dari cermin yang terpasang tak jauh dari jendela kamar. Memantulkan sosok Anggi dalam balutan gamis putih bersih bertabur swarosky di bagian tangan dan bawah. Hijab warna putih pun menjulur panjang sampai ke pinggang. Bunga melati menggelayut di kepala. Harumnya memenuhi penciuman. Segar dan terasa tenang. Bak aromaterapi.
Anggi terus memandang bayangan dirinya sendiri dari cermin. Khayalannya tentang dirinya yang menjadi pengantin sepertinya segera terwujud. Sejak dirinya berkomitmen untuk berubah, memperbaiki diri dengan mendekatkan pada agama, tentu banyak hal yang berubah dalam hidupnya. Pemahaman dan pemikirannya jelas berubah sejak rutin mengikuti taklim. Tentang penampilan, tindak tanduk, cara bicara, akhlak dan bagaimana memperlakukan orang. Meski sifat asalnya yaitu bawel masih melekat dalam dirinya.
"Bawel, cerewet tak masalah. Asal tetap pada takarannya. Bukan kebawelan yang mengandung julid dan nyiyir. Lihai menilai orang lain dengan lisan hingga melukai hati orang lain...." Anggi mengingat betul tausiyah dari mbak Yuni ketika liqo'. Menyoal karakter muslimah yang disayang Allah.
"Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan..." mbak Yuni menambahkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim.
"Nah Anggi belum bisa menjalankan bunyi dari hadist tersebut mbak" keluh Anggi saat itu. Membuat senyum mbak Yuni terbit.
"Memang benar, Allah Zat Maha Lembut dengan segala kasih sayangNya. Namun bukan berarti sekedar diartikan secara harfiah, Anggi. Lemah lembut disini lebih kepada bahwa sikap yang membuat orang lain nyaman, tenang dan senang ketika bergaul dengan kita, Gi. Tidak suka mencela, mengumpat atau bahkan mengeluarkan lisan yang membuat orang lain sakit hati....," mbak Yuni menjeda kalimatnya.
"Banyak muslimah yang sudah bagus penampilannya dengan gamis panjang dan hijabnya, lemah lembut dan kalem tetapi sering mengucapkan kalimat nylekit. Pernah bertemu yang seperti itu?" Anggi mengangguk. Di dunia nyata, ia sering menemui yang seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEA OF LOVE 2 ( SUDAH TERBIT NOVEL & E-BOOK)
RomanceMenikah itu Nasib Mencintai itu Takdir Kau bisa berencana Menikahi Siapa Tapi tak dapat kau rencanakan.... Cintamu untuk siapa?? 💛💛💛💛💛💛💛💛💛💛 Sequel Sea Of Love 1