Siap Menatimu (Spil novel)

1.6K 247 20
                                    


     Malam kembali menaungi kota Bandung. Mendung tampak menggelayut di atas langit. Tak tampak bintang berkelip yang biasanya menghiasi langit malam bersanding dengan bulan.

     "Sini mas yang keringkan piringnya" Ardan meminta piring yang baru selesai dicuci Anggi. Dengan senang hati, Anggi menyerahkan piring tersebut. Itu merupakan rutinitas mereka hampir saban malam. Mencuci piring berdua. Anggi yang mencuci, Ardan yang mengeringkan dan menatanya kembali ke dalam rak piring.

     "Tangan kamu nggak masalah kan Gi kena sabun cuci piring?" Tanya Ardan seperti sekedar mencari tema obrolan  Anggi menoleh sekilas seraya menyerahkan sendok dan garpu pada Ardan. Perasaan sejak pindah ke rumah ini Anggi sudah mencuci piring sendiri. Kenapa Ardan baru menanyakan hal itu sekarang.

     "Ih apaan sih. Anggi sudah sejak pindah kesini cuci piring kan. Tangan Anggi buktinya gak papa. Lagian piring dan alat makan yang dicuci gak sampai lusinan juga. Tangan Anggi tetap halus kok" Anggi sedikit narsis memuji tangannya yang halus.

     "Masak sih. Masak takut aja tangan kamu alergian kayak mama" Timpal Ardan lagi.

     "Itu kan mama. Alhamdulillah Anggi gak alergian. Ini...nih buktinya masih halus dan tak bermasalah" Anggi menyodorkan kedua tangannya ke muka Ardan. Hendak membuktikan kalau tangannya tak mengalami masalah meski dipakai mencuci piring. Ardan tersenyum. Diraihnya kedua tangan Anggi. Berlagak memeriksa tangan sang istri yang jelas tetap mulus, halus, putih bak pualam.

     "Tuh kan, masih mulus"
   
     "Iya benar" Ardan sedikit menundukkan kepala dan mengangkat kedua tangan Anggi. Lalu mengecupnya. Bak adegan film pretty woman. Membuat Anggi sedikit berjenggit. Ada saja tingkah suaminya itu

      "Mas, tangan Anggi masih basah"

      "Mau basah, mau kering yang penting tangan kamu kan Gi. Karena cuma tangan kamu yang boleh mas pegang selain tangan ibu, mama dan Riri" Ardan memang suka begitu. Membuat Anggi tak bisa menahan rona merahnya.

      Acara beberes dapur usai. Kali ini mereka makan malam setelah sholat isya'. Selepas Maghrib keduanya memilih membaca Qur'an bersama. Lebih tepatnya Ardan yang menyimak bacaan Anggi. Sepertinya Anggi mulai menyukai aktivitas yang satu ini. Belajar membaca Al Qur'an pada sang suami.

      "Setelah ini mas mau nonton TV apa langsung ke kamar?" Bukan tanpa alasan Anggi bertanya begitu. Rasa takut yang sempat menerpanya gegara nonton film horor masih terasa sampai sekarang. Meski kadarnya mulai berkurang.

      "Kenapa? Kamu masih takut? Mau ke kamar mas lagi? Kita bobok bareng" kalimat terakhir diucapkan Ardan setengah mendesah. Tentu untuk menggoda Anggi. Membuat Anggi mendelik menatap suaminya.

       "Apaan mas ini. Pikirannya itu lho. Mesum" Anggi gugup juga dengan perkataan Ardan tadi. Ardan malah terkekeh.

      "Ya sudah. Ayo ke kamar mas. Mas mau periksa kerjaan anak-anak. Kalau perlu semua buku kamu pindahkan ke kamar mas. Apa perlu mas bantuin?" Ardan menawarkan diri. Boleh juga pikir Anggi. Ia memang bertekad menyelesaikan bab kesimpulannya malam ini. Agar besok bisa menghadap pak Evan.

      "Boleh deh. Anggi malam ini pindah ke kamar mas lagi ya"

      "Jangankan malam ini, Gi. Ribuan malam berikutnya pun kamu boleh tidur di kamar mas. Ah bukan, maksudnya kamar kita. Iya, suatu saat tak ada istilah kamar mas atau kamar kamu. Yang ada hanya kamar kita"

      "Ngarep deh" Anggi menepuk lengan Ardan. Berusaha santai. Ia menyesal kenapa menjadi penakut begini. Anggi tak yakin apa hatinya masih kuat jika terus sekamar dengan Ardan.

------

      "Tapi kamu sudah ngantuk. Tidur dulu sana" Ardan mengacak pelan rambut Anggi. Seperti perlakuan ayah pada anaknya. Netranya memang terasa berat. Meski tak yakin juga bakalan bisa langsung pulas jika tubuhnya ia rebahkan. Pasalnya ia akan tidur di ranjang yang sama dengan Ardan.

SEA OF LOVE 2 ( SUDAH TERBIT NOVEL & E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang