💛 17. Only on My Shoulder 💛

2.8K 497 100
                                    


       Meyakinkan diri sendiri konon lebih sulit dibandingkan meyakinkan orang lain. Entah itu mitos atau fakta. Meski pada kenyataannya keduanya sama sulitnya. Meyakinkan orang lain itu tak mudah. Seringkali bukan pujian atau menerima ajakan tetapi malah mendapat cercaan. Apalagi jika orang yang diyakinkan berbeda pandangan, pikiran bahkan keyakinan hidup. Jelas makin sulit untuk meyakinkannya.

           Maka, meyakinkan diri sendiri merupakan upaya pada diri sendiri untuk teguh. Bahwa keputusan yang diambil tidak salah. Keputusan yang diambil adalah yang terbaik. Keputusan yang dibuat tak akan membuat menyesal kelak. Karena menyesal tempatnya selalu di akhir. Dan penyesalan selalu saja membuat seseorang rapuh.

         Berpikir dahulu sebelum melangkah itu dianjurkan. Menimbang segala hal baik dan buruk sebelum maju tak ada yang salah. Menghitung detail setiap faktor resiko dari semua keputusan yang diambil suatu hal yang futureabel. Tetapi seharusnya semua itu tak membuat seseorang menjadi takut melangkah, ragu memutuskan bahkan stagnan di tempat karena takut menyesal. Sejatinya kehidupan itu bukan stagnan di tempat apalagi mundur. Pilih, lakukan atau akan tetap tertinggal untuk selamanya.

          Maka lagi-lagi apapun yang hendak ditempuh manusia, ada pedomannya. Ada juklaknya. Ada standar operasional prosedur atau SOP nya. Manusia tak bisa menembus ruang waktu, ruang masa depan bahkan ruang yang tertutup tabir. Tak mampu menemukan sebuah hakikat hingga menemukan kata yakin hanya mengandalkan kemampuannya. Sejatinya keyakinan ada karena kepercayaan. Maka Percaya pada Zat Maha Esa, Allah Ta'ala menuntun percaya kepada hal lainnya. Bahwa Sang Rabb telah menetapkan segala sesuatu begitu sempurna sesuai takaran. Hingga memunculkan keyakinan, jika keputusan yang diambil memang seharusnya karena petunjuk dariNya, Allah Ta'ala.

"Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarkanmu" (QS. Al Baqarah : 282)

          Dua minggu sejak hari lamaran resmi. Waktu yang ditentukan oleh keluarga Pratama sebagai hari pernikahan Ardan dan Anggi.

"Papa, cepet banget" begitu protes Anggi kala mendengar keputusan sang papa.

"Ardan rasa itu sudah cukup mempersiapkan semuanya" berbeda dengan Ardan yang sangat setuju dengan waktu dua minggu yang diambil pak Pratama. Membuat Anggi manatap Ardan sedikit sewot. Tak sabaran banget. Batin Anggi.

"Ya nggak papa toh Gi, lebih cepat halal lebih baik" sahut sang mama sama saja. Mendukung papanya dan Ardan.

"Tapi Pa, Ma..."

"Kakak dulu menikah sama Dina juga dua minggu setelah pinangan" potong Angga sebelum Anggi kembali protes. Satu lagi pendukung papanya.

Duh kenapa sih sama orang-orang ini. Ngebet banget nikahin Anggi sama mas Ardan. Berasa nikah digerebek hansip aja... Anggi ngedumel dalam hati. Dan pandangannya kini beralih pada Dina. Tapi mbak ipar yang cantik dan lembut, tempat biasa ia mencari dukungan tersebut malah mengangguk. Seolah memberi kode kalau Anggi setuju saja sama usulan itu.

"Malah kata Anggun mending mbak Anggi tuh dinikahkan hari ini aja kalee..." sahutan Anggun makin membuat Anggi mendelik pada adiknya itu. Meski Anggi menerima pinangan Ardan tetapi tak berharap juga secepat itu dinikahkan. Mungkin sebulan lagi atau dua bulan lagi. Bahkan jika memungkinkan menunggu ia sampai lulus diwisuda.

"Nah semua sudah setuju lho Gi. Nunggu kapan? Nunggu kamu wisuda? Bahkan kapan kamu mau selesai skripsinya aja belum jelas" skak pak Pratama membuat Anggi mendengus dalam hati. Si papa suka bener memang. Anggi memang tak bisa menjanjikan kapan skripsinya bemar-benar tuntas. Ah ini semua gara-gara pak Evan si dosen meresahkan. Kenapa jadi bawa-bawa pak Evan, nah Anggi makin puyeng.

SEA OF LOVE 2 ( SUDAH TERBIT NOVEL & E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang