1. Hari Jadi Rangga

59 6 4
                                    

Follow ig saya #Libria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Follow ig saya
#Libria.mss_ untuk melihat spoiler² RA


Sebenarnya kalau ditanya apa suatu keajaiban yang kamu mau, aku akan balas "Aku mau pergi kesana, melihat Papaku bahagia dengan cintanya seumur hidupnya, walaupun aku tidak lahir kedunia ini."



RANGGA membuka sedikit matanya yang terpejam barat ketika mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Ia bisa melihat cahaya lilin dengan angka 17 di ruangan yang gelap gulita itu yang mengarah padanya. Senyuman kecil terbenak di hatinya kala melihat Mbak Putri, sang pelayan yang selalu ada padanya memegang kue lalu mendekatinya. Rangga bangun dari tidurnya lalu duduk di tepi tepat tidur.

"Selamat ulang tahun, Nak. Sehat selalu dan selalu bahagia..." ucapnya dengan senyuman pada bibirnya.

Rangga mengangguk pelan. Ia mengucek matanya lalu menatap kue itu yang sederhana.

"Maaf, Nak, Mbak cuma bisa beli kue yang seperti ini. Soalnya, Mbak belum gajian, hehehe." cengkirnya. "Jadi maafkan Mbak mu ini kalau kuenya gak pas di lidah kamu," ucapnya.

"Owh iya--"

"Kalau Mbak bicara terus, kapan Rangga tiup lilinya?"

Mbak Putri kembali terkekeh. Ia mendekatkan kue itu. "Sebelumnya, doa dulu, ya?"

"Doa Rangga masih sama, Mbak," balas Rangga lalu meniup lilin tersebut hingga ruangan itu kembali gelap. Mbak Putri melihat senyuman Rangga, namun ia tahu anak itu banyak menyimpan kesedihan.

"Sekarang kamu sudah besar, walau Mbak gak kenal kamu lama tapi Mbak yakin kamu anak yang kuat,"

"Kamar kamu gelap banget, gak mau Mbak--" Lagi, suara Mbak Putri terhenti.

"Gak, Mbak. Rangga lebih suka gelap, karna--itu yang buat Rangga tenang,"

"Iya terserah kamu aja. Mbak keluar dulu, ya. Kamu makan kuenya,"

"Mbak letakkan aja di kulkas, nanti Rangga makan." ucapnya.

Mbak Putri mengangguk walau Rangga tak bisa melihatnya. "Mbak keluar dulu, kamu siap-siap kesekolah,"

"Iya."

Mbak Putri berdiri lalu berjalan keluar.

"Hati-hati, Mbak," seru Rangga lagi walau Mbak Putri tak menjawabnya. Di telinganya ia mendengar suara pintu yang tertutup.

Rangga bersandar di tepi tampar tidur. Ia memejamkan matanya lalu kembali mengingat sang Nenek.

"Rangga suka tanggal berapa? Maksud Nenek, Rangga suka angka berapa?" tanya Nenek.

Rangga yang masih lima tahunan menatap Nenek dengan diam. Ia berfikir sejenak.

"Rangga suka angka 3," jawabnya.

"Lagi?"

"Angka 8," jawabnya lagi.

"Rangga punya alasan kenapa suka angka tersebut?" tanya Nenek lagi.

Rangga mengangguk. "Nenek yang ajarin Rangga belajar, pas pertama liat angka, Rangga suka angka 3 lalu 8 karena mereka mirip, sama kayak Rangga sama Mama." balasnya.

Nenek terkekeh kecil. "Nenek senang, jadi tangga lahir Rangga tanggal 3 bulan 8. Itu tanggal lahir kamu,"

"Benarkah, Nek?"

"Gak mungkin Nenek bohong, kamu sudah bisa menebak tanggal lahirmu dengan angka kesukaam mu."

"Minggu depan kita rayain ulang tahun kamu,"

Rangga berdiri dan berjoket dengan senang. "Yeey, Rangga ulang tahun. Rangga ulang tahun!"

Sampai sekarang Rangga tidak tau tanggal lahir aslinya. Makin besar ia tahu jika Neneknya hanya menebak saja, mengingat jika Neneknya punya penyakit pelupa yang parah, bahkan kadang juga Neneknya lupa siapa dia.

Mamanya meninggal beberapa hari setelah Rangga lahir. Dan neneknya lupa tanggal itu.

Lamunan Rangga terganggu karena suara deretan hp-nya. Ia melihat ke arah hp-nya, disana ia melihat pesan dari orang di sekolah.

Mata Rangga tertuju pada jam hp-nya, ia bergegas berdiri dan ke kamar mandi bersiap berangkat ke suatu tempat.

***

MBAK Putri yang barusan keluar dari kamar dan turun kebawah langsung terhenti karena melihat Rey, sang pemilih rumah.

"Itu kue mau kemana, Bik?" Tanyanya.

Mbak Putri sebentar melihat kue tersebut. "Owh ini, Tuan. Ini kue ulang tahun Rangga yang ke tujuh belas," balasnya.

"Tujuh belas? Ulang tahun?" Rey bermonolog pelan. Lalu kembali menatap sang pembantu. "Buatkan saya teh, antarkan ke tiang kerja saya." Suruhnya.

Mbak Putri menganggukan kepalanya. "Baik, Tuan." Mbak Putri kembali melangkah. Di benaknya tersirat rasa penasaran, kenapa sang majikan tadi berekspresi seperti tadi?

Rey melangkah ke ruang kerjanya, hari ini ia tak ke kantor karena tidak enak badan, sedikit. Ia menatap bingkai foto yang terpajang di atas meja kantornya. Disana ada dirinya dan istrinya.

"Dia udah besar, Gita."

***

RANGGA akhirnya sampai di pemakaman Mamanya. Ia menatap batu nisan tersebut. "Mah, Rangga sekarang ulang tahun. Mamah nggak mau ucapan sesuatu sama Rangga?" Katanya. Ia mengelus batu nisan tersebut dengan tatapan sendu.

"Mah, doain ya supaya Rangga disayang sama Papa. Doa Rangga selalu seperti itu."

"Mama sekarang lagi apa disana? Mama pasti bahagia banget disana, Rangga jadi iri." Rangga terkekeh. "Mah, nanti kalau Rangga datang Mama juga harus sayang ya sama Rangga. Nanti bukan sekarang, karena tugas Rangga belum siap."

"Rangga sayang Mama." Rangga mencium batu nisan itu, memperbaiki bunga yang ia letakkan lalu berdiri. Ia mengusap air mata di sudut matanya.

"Rangga pergi dulu, Mah."


________________

_________________

See you next Chapter

See you next Chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ranggaanggara220721

RANGGA ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang