Rangga duduk dibawah shower yang mengalir membasahi badannya. Ia duduk lemah menatap ke lantai dengan pakaian hoodie hitam dan kepalanya tertutup topi.
Sesak. Sakit. Dadanya terasa tercekik susah untuk bernafas ditambah badannya yang terasa remuk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"WOY!"
Seseorang datang langsung mengejutkan Rangga yang duduk melamun. Bukannya terjekut Rangga malah diam tidak menanggapi. Otaknya seperti tidak berisi, kosong tanpa ada beban.
Bima, BIMA CHANDRA ANDRENO sahabat Rangga mulai dari SMP hingga SMA sekarang. BIMA menyergit bingung, alisnya terangkat. Tangannya memegang pundak Rangga.
"Rang?" Panggilnya. "Lo kenapa?" Tanyanya heran. Tidak seperti biasanya sifat Rangga seperti itu.
"Rangga?"
"Sejak kapan lo ada disini?" Tanya Rangga dengan bingung.
"Lo kenapa melamun? Lo ada masalah lagi?" Bukannya menjawab Bima justru bertanya yang membuat Rangga termenung kala mendengar kata lagi.
Rangga tersenyum dan menggeleng. "Gue nggak papa, Bim." Balasnya. "Owh iya, lo udah siap tugas dari Pak Didit?" Rangga mengalihkan pembicaraan.
Bola mata Bina melebar, ia lupa. "Astaga.. I forget!" Bima mulai cengengesan tak jelas.
Rangga geleng-geleng kepala, sudah ia duga. Bukan sekali dua kali namun setiap hari, jadi jangan heran.
"Rang.. Bagi gue, yah?" Bima meminta dengan wajah baby face-nya. Rangga jijik melihat, ia mengalihkan pandangannya.
"Rang, plishh deh. Lo mau gue di hukum?"
"Rang?"
"Rang! Rang! Gue bukan Rangrang ya, Bim!" sentak Rangga. Jujur, ia tak suka dipanggil dengan Rang.
Bima tertawa lebar. "Daripada gue panggil lo Tara, lo mau?" Bima mulai menggoda Rangga.
"Dasar bimoli, gue tonjok baru tau rasa lo!" Balas Rangga. Tinggi mereka hampir sama namun lebih tinggian Rangga, dan soal kekuatan dan kepintaran Rangga juga, namun jika soal keborosan Bima maju paling depan.
"Bimoli pala lu." Bima berdecak. "Rang, bagi tugas napa, ntar bel, lhoo. Lo mau sahabat lo yang ganteng se-angkasa ini di hukum?"
"Niat gue memang gitu,"
"Astagfirullah, lo niat banget buat gue sedih. Aku jijik, mas," Bima mendramatis, Rangga hampir saja menonjok sahabatnya itu.
"Lo makin ke sini makin gak jelas, ya. Tuh, ambil di tas gue," suruhnya menunjuk di laci meja.
Rangga beranjak dari kursinya lalu pergi. "Bdw, gue ke perpustakaan dulu."
Bukannya menjawab Bima hanya menganjungkan jempolnya. Ia sudah mulai fokus dengan aktivitasnya, walau tulisannya amburadul yang penting siap.
***
BELL tanda Istirahat sekolah SMA GALAKSI berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Rangga duduk di taman kecil tepat di belakang ruang lab. Bahasa. Ia sedang menunggu kedatangan Bima.