DAN, dengan terpaksa pagi-pagi sekali Bima pergi ke kelas Hani lebih tepatnya kelas XII IPA 3. Banyak pasang mata yang melihatnya, bukan hal biasa Bima masuk ke kelas lain dan lebih tepatnya menemui Hani yang gadis itu sudah berjalan mendekat ke Bima.
"Ngapain?" tanya Hani.
Mata Bima melotot tak percaya.
"Matanya jangan sampai melotot. Gue bercanda," katanya lagi. "Lo ada rencana?"
"Bukannya lo udah punya rencana sendiri?" Bima balik bertanya. Ia sudah merasa jika Hani bukanlah manusia yang bisa diaajak serius. Terlihat dari santainya gadis itu.
"Gue lupa. Bdw lo mau jumpa Gina juga, gue panggil tuh," Dagu Hani menunjuk Gina yang sedang berbicara dengan kelas lainnya ralat, ngibah maksudnya. Bukankah itu sudah hal biasa bagi kamu hawa?
Bima berdecak. "Gue serius, Han. Lo capat deh, tatapan orang kayak mau nerkam gue,"
"Bukannya lo udah biasa jadi tontonan?" Niat Hani bercanda terhentinya setelah melihat ekspresi perbuahan Bima. "Nanya istirahat aja, lo jumpai gue di depan ruang cctv,"
Bima berohria lalu melangkah pergi ke kelasnya walau terhalang satu kelas namun sangat menyusahkan baginya.
Sampai di kelas, Bima belum juga menemukan batang hidung si Rangga. Biasanya anak itu yang akan hadir duluan bukan dirinya seperti ini. Kalau tidak karna hal itu, mau aja sekarang ia masih tertidur dan Maminya akan ngomel sepanjang hari. Sudah hobi memang.
Bima akhirnya menganggu dirinya dengan bergaul dengan murid lainnya.
"Biasanya Rangga cepat datang, kok kali ini enggak?" tanya salah satu teman sekelasnya.
Bima dan yang lainnya hanya mengedikkan bahu ringan tak tau. Mereka juga sama bingungnya. Tak lama kemudian, Rangga datang dengan wajah biasanya dan duduk di bangkunya.
Bima melompat dari atas meja temannya lalu menghampiri sang sahabat. "Rang?" panggilnya. Ia ikut duduk di samping Rangga. Jelas Rangga mengabaikannya.
"Gaesss, Ibu Mirna gak hadir. Jadi untuk tugasnya kerjakan yang soal lks kemarin, nanti kalau udah bel dikumpulkannya sama si ketua," suruh Siska si sekretaris kelas. Inu Mirna adalah guru ppkn.
"Duh, kenapa free aja, sih." omel salah satu yang duduk paling ujung.
"Mau protes lo?" tanya Siska galak. "Bdw, gue baru ingat. Uang kas! Uang kas!"
"Astaga.. Gak bisa besok apa?" tanya Rangga. Mengingat ia tak membawa uang sama sekali, tinggal ongkos pulang.
"Iya, besok aja deh, Sis. Lagian bundahara gak nagih masa lo sekretaris langsung nagih,"
"Heh?!" Siska mendekat. "Bendahara gak hadir, jadi ini tanggung jawab gue. Gue baca catatannya, ternyata lo belum para bayar,"
"Kalian juga jangan nunggak-nunggak terus, sesuai peraturan kan bayarnya senin selasa," Siska mengambil buku catatan bendahara yang ada di lacinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANGGA ANGGARA
Teen FictionRangga duduk dibawah shower yang mengalir membasahi badannya. Ia duduk lemah menatap ke lantai dengan pakaian hoodie hitam dan kepalanya tertutup topi. Sesak. Sakit. Dadanya terasa tercekik susah untuk bernafas ditambah badannya yang terasa remuk...