Rangga duduk dibawah shower yang mengalir membasahi badannya. Ia duduk lemah menatap ke lantai dengan pakaian hoodie hitam dan kepalanya tertutup topi.
Sesak. Sakit. Dadanya terasa tercekik susah untuk bernafas ditambah badannya yang terasa remuk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SETELAH mengantarkan Sarah ke parkiran dan memastikan sudah masuk ke dalam mobil, Rangga langsung pergi keluar dan tidak berniat menunggu Bima. Ia tidak jadi nebeng. Karena ia juga ingin ke suatu tempat.
Ia melihat merogoh sakunya, uangnya tersisa 10 ribu saja. Ia menghela nafas diam-diam. Ongkos ke yayasan saja 4 ribu, pulang balik 8 ribu artinya tersisa 2 ribu lagi. Tak mau pikir panjang, ia berjalan kaki saja.
Sepanjang perjalanan ia berjalan dengan santai. Tapi, matanya menatap kosong ke jalanan. Ia tidak seperti orang lain, yang punya mobil, motor dan segalanya. Bisa saja meminta ke sang Papa, namun ia cukup sadar jika Papanya tidak suka melihat wajahnya.
Rangga anak dari orang kaya, namun tidak semua orang mengetahuinya. Bukan Papanya yang melarangnya namun Rangga yang tidak mau mempermalukan Papanya. Karena sejak kejadian itu status sang Papa jadi duda dan tidak mempunyai anak, padahal ia lahir dengan baik. Mungkin, karena Rangga tidak mengetahuinya.
Bruk
"Awhh..." ringgis Rangga karena terjatuh ke aspal, lamunanya buyar seketika.
Ia berdiri dan melihat siapa yang menabraknya tadi, walau pelan namun cukup menambah luka.
"Ups!! Maaf," Lelaki itu tersenyum remeh. "Seharusnya gue tabrak lo sampai mati tadi, tapi gue masih punya hati. Kalau lo mati, siapa yang jadi musuh gue."
Saka, SAKA ANDRAMATA musuh Rangga. Sebenarnya bukan musuh, namun pertemanan mereka yang tidak baik dari dulu. Lebih tepatnya, Saka suka buat masalah.
"Mau kemana lo?" tanya Saka.
Rangga menatap Saka dengan datar, hari ini dirinya lagi malas meladeni. "Bukan urusan lo juga," balasnya.
Saka tertawa lagi, namun bukan tertawa remeh lagi. "Owh iya juga ya," Saka menggaruk kepalanya seolah dirinya bodoh.
"Maaf soal luka di siku lo," Rangga menatap Saka tak percaya, ia tak pernah mendengar Saka mengatakan maaf.
"Gak usah heran, sekarang gue lagi baik sama lo. Tuh luka, alih-alih kado gue buat lo, hbd." ucap Saka. Rangga diam tak menjawab. Saka menyalakan mesin motornya lalu meninggalkan Rangga yang masih berdiri di tempat dengan tangannya memegang sikunya yang tergores aspal.
***
RANGGA duduk di depan yayasan, tangannya yang luka sedang di obati dengan salah satu anak yayasan, Enzi yang sudah kelas 3 smp. Dan lebih tepatnya, anak yayasan yang paling dekat dengannya.
"Abang kok bisa luka gini, sih?!" ucapnya. "Setau gue, kalau ultah itu dapat kado lah ini dapat luka," Enzi seperti ibu yang sedang mengomel pada anaknya.
Bukannya menjawab, Rangga justru tertawa.
"Dih! Kok malah tawa?"
"Lo kayak emak-emak, Nzi. Bdw, cocok sih, lo kan suka ngomel," ucap Rangga. "Awhh! Sakit tuyul!!" Rangga langsung saja menjauhkan tangannya dari Enzi.