Rangga duduk dibawah shower yang mengalir membasahi badannya. Ia duduk lemah menatap ke lantai dengan pakaian hoodie hitam dan kepalanya tertutup topi.
Sesak. Sakit. Dadanya terasa tercekik susah untuk bernafas ditambah badannya yang terasa remuk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TEPAT hari senin, kelas XII Ipa 1 ujian harian ulangan, minggu ini sekolah Galaksi akan dipadatkan dengan ujian harian, karena sudah itu aturannya.
Matematika. Jelas sekali jika roster hari ini matematika terlihat dari angka-angka pada kertas tersebut.
Rangga menatap soal ujiannya tersebut. Sepertinya mudah terjawab, terhitung ia sudah belajar dari hari yang jauh.
Pak Didit menatap seluruh siswanya. "Semuanya sudah kedapatan, kan?" tanyanya.
"Sudah, Pak."
"Baiklah, mulai kerjakan. Jangan ada yang menyontek, kalau ada yang ketahuan rasakan akibatnya nanti." ucapnya. Lagi siswa menjawab iya.
Mereka mulai mengerjakan dengan serius. Tak ada suara ribut sama sekali, suara yang terdengar hanya dari luar saja.
Ruangan itu mendadak menjadi panas. Tapi, seperti biasanya, 8 dari 10 orang pasti ada juga yang menyontek dengan caranya sendiri. Walau anak ipa, karena mereka juga manusia.
Bima. Anak itu menghitung dengan serius, sekali-kali melihat kertas ujian Rangga. Bima anak yang pintar sebenarnya, namun ia hanya malas mengerjakan pr saja. Alhasil, ia selalu minta contekan pada Rangga.
"Rang?" panggilnya dengan suara pelan.
Rangga berdeham sebagai tanda jawaban.
"Lima kali lima berapa?" tanyanya.
Alis Rangga terangkat, ia menoleh ke Bima dengan sorot mata bingung. "Dua pilih lima. Lo gak tau?"
Bima terkekeh pelan. "Ya taulah. Gue cuman bilang jangan terlalu serius, nanti otak lo bisa jadi gila,"
"Terserah!"
"Waktunya lama lagi juga. Gue udah nebak kalau lo bisa ngerjainnya setengah jam aja,"
"Hmm,"
"Bima? Jangan ngibah kamu! Kerjakan," Suara Pak Didit membuat atensi mata Bima teralih.
"Iya, Bapak yang terhormat."
***
"Kumpulkan sekarang, bel pergantian kelas 5 menit lagi." suruh Pak Didit berdiri tegak di depan papan tulis.
"Baik, Pak." Anak-anak mulai mengumpulkan kertasnya. Rangga berdiri sama halnya dengan Bima.
"Bima, kamu bawakan hasilnya ke ruangan saya,"
"Kok saya, Pak?" heran Bima. Biasanya juga ketua kelas atau sekretaris kelas.
"Dari tadi kamu ngomong terus, ini hukumannya,"
"Yaelah, Pak. Jangan bawa serius, gak seru."
"Terserah kamu saja, ayo.."
Bima mau tak mau harus mau. Ia mengambil hasil ujian tersebut lalu pergi ke kantor, lain halnya dengan Pak Didit yang ke arah lain lebih tepatnya ke kelas lain.