Part. 41

197 28 30
                                    

Happy reading
~~~~

"Tadi kenapa sih?"

"Gue juga enggak paham Ay, tiba-tiba pas Pak Adnan dateng ... Abang Bian langsung marah gitu," jelas Caca.

Ayna berbaring di atas ranjangnya. "Gue juga bingung, dari dulu tuh Abang enggak suka sama Pak Adnan. Padahal ya setau gue, mereka enggak saling kenal loh."

"Apa mungkin mereka temenan Ay? Terus Pak Adnan ada salah, makanya Abang Bian enggak suka sama Pak Adnan." jelas Caca yang ikut berbaring di samping Ayna.

"Enggak mungkin deh, setau gue Abang Bian tuh enggak pernah punya temen yang namanya Adnan," sanggah Ayna dengan begitu yakin.

"Ya bisa aja kan. Lagian yang duluan lahir kan Abang Bian bukannya lo," ucap Caca.

"Apa hubungannya Kunti?" tanya Ayna kesal.

"Iya ada lah, kalik aja kan Pak Adnan sama Abang Bian temenan SD terus mereka berantem. Mana lo tau ... kan lo masih kecil," jelas Caca.

"Ahhhh enggak tau deh. Pusing gue mikirinnya," sahut Ayna.

"Lo enggak mau coba telfon Pak Adnan?" tanya Caca.

"Buat apaan?" tanya Ayna balik.

"Buat minta maaf lah, kalau bukan karna nganter lo ... pasti Pak Adnan enggak berantem sama Abang Bian," jawab Caca sembari menghadap ke arah Ayna.

Ayna berpikir sejenak tentang apa yang dikatakan Caca barusan. "Hmmm iya juga sih. Ya udah nanti gue telfon deh tapi gue mau mandi dulu."

"Pantes bau asem," lontar Caca untuk menjahili Ayna.

"Dih gue wangi ya. Kayak lo udah mandi aja," protes Ayna sembari melemparkan bantal kepada Caca dan bergegas pergi ke kamar mandi.

Tak sempat membalas, Caca pun berteriak di depan pintu kamar mandi. "Awas loh ya Ay! Gue bales lo."


19.48 WIB

"Adnan pulang."

"Kamu kok pulangnya malem banget sih?" tanya Merisa yang sedang duduk di ruang tamu.

"Tadi nganter Ayna pulang dulu Mah," jawab Adnan setelah mencium tangan ibunya.

Adnan menoleh ke kiri dan kanan, ia tidak melihat ataupun mendengar keributan dari arah mana pun.

"Papah sama Adek mana?" tanya Adnan.

"Mereka lagi main PS. Kamu kayak enggak tau papahmu aja," jawab Merisa.

"Hmm mamah pengen banget ketemu lagi sama Ayna. Kamu bisa kan ajak dia main ke sini?" tanya Merisa.

Mata wanita yang Adnan cintai ini begitu sayup dan letih. Ia tahu wanita di hadapannya saat ini begitu banyak memikul beban.

"Maafin Adnan ya Mah ... ini semua gara-gara Adnan," ujar Adnan dan langsung memeluk ibunya.

"Enggak apa-apa Sayang. Ini bukan salah kamu," ucap Merisa sembari mengelus rambut anaknya.

"Dih anak manja."

Adnan langsung melepaskan pelukannya. ia tahu siapa pemilik suara itu.

"Dasar anak tiri," ejek Adnan.

Ya siapa lagi kalau bukan adiknya, Fiona. Fiona dan Adnan memang tidak pernah akur, mereka akan selalu seperti ini.

"Pah, liat tuh Kak Adnan. Masa aku dibilang anak tiri." Fiona mencoba mengadu kepada ayahnya yang baru saja duduk di salah satu sofa.

"Adnan ngalah dikit sama adeknya," tegur Gavino.

Fiona begitu senang karena ia mendapatkan belaan dari sang ayah. "Marahin aja tuh Pah, Kak Adnan emang nakal."

Call My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang