Eps 10.

656 106 6
                                    

Happy reading
~~~

Huft, aku hanya bisa menghela napasku dengan berat. Kasurku memang yang terbaik, membuatku nyaman walaupun ada beberapa hal yang aku pikirkan. Termasuk kejadian siang tadi.

Flashback on

"Lo harus jelasin semuanya ke kita," ucap Abi.

"Iya Ay, kita mau penjelasan yang sangat detail." Caca menimpali ucapan abi.

Aku bingung harus memulainya dari mana, tampak kelima sahabatku ini bingung dan cukup mencurigaiku.

"Waktu gue dipanggil Pak Adnan ke ruangannya, Pak Adnan bilang ke gue kalau gue mau dimaafin gue harus mau penuhi syarat dari dia."

"Syaratnya apa Ay?" tanya Hasan padaku dengan penasaran.

"Pergi sama dia ke acara gitu, tapi gue beneran enggak tau soal ini."

Caca menatapku dengan kecurigaan, anak satu ini memang selalu punya firasat yang jarang meleset. "Terus selain dari itu? Sedeket apa lo sama Pak Adnan."

"Hmm enggak deket gimana-gimana, cuman tadi pagi gue dianterin ke kampus sama dia."

"Lo enggak sakit kan Ay?" Eja meletakkan telapak tangannya ke keningku.

"Ihhh, gue enggak sakit."

"Tapi tumben loh Ay, lo mau dianter sama orang lain selain kita-kita atau keluarga lo," ucap Abi padaku.

"Iya, bahkan untuk ngomong sama orang lain aja lo irit banget," sambung Rea.

"Gue juga enggak tau, apa yang salah sama gue. Gue bahkan berani telfon dia."

Mendengar perkataanku barusan mereka semua terkejut, mereka merasa tak percaya kalau aku melakukan itu semua.

"Hmm 100% lo suka sama Pak Adnan."

"Mana mungkin Ca, gue aja baru ketemu sama Pak Adnan."

"Lah buktinya sikap lo ke dia, satu-satunya cowok yang bisa buat lo berubah."

Aku memikirkan sejenak perkataan Caca barusan, ya memang belakang ini aku banyak sekali berubah. Aku banyak berbicara pada Pak Adnan, mau diantar olehnya dan berani menelfon Pak Adnan duluan. Bisa di katakan aku memiliki trauma yang cukup berat. Aku sering ketakutan untuk berbicara pada orang lain, diantar oleh orang lain, dan menelfon orang lain. Dan itu sudah terjadi bertahun-tahun, aku hanya bisa melakukan itu semua dengan orang terdekatku.

Abi mengelus rambutku dengan pelan. "Ya udah, jangan terlalu dipikirin Ay. Nanti lo sakit."

Aku hanya mengangguk, ya perkataan Abi benar. Jangan terlalu dipikirkan.

"Tapi aneh enggak sih, Pak Adnan bisa segitu baiknya sama lo Ay. Soalnya dari yang gue tau dari mahasiswa lain, Pak Adnan tuh jutek banget dan galak," tutur Rea pada kami.

"Apa Pak Adnan suka lo Ay," sambung Rea.

Mendenger penuturan Rea, kami semua sejenak memikirkannya.

"Ahh Pak Adnan juga galak dan jutek kalau ngomong sama gue. Jadi enggak mungkin dia suka sama gue."

"Ya bisa aja kalik, Ay. Lagian siapa sih yang enggak mau sama Pak Adnan," ujar Caca.

Call My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang