Part. 43

135 23 7
                                    

Happy reading
~~~~

"Pagi Mamah yang cantik," sapa Fiona yang segara duduk di kursi makan.

"Pagi Sayang," sahut Merisa dengan senyuman yang mengembang.

"Papah sama Kakak mana?" tanya Fiona saat melihat kursi yang seharusnya sudah terisi.

"Papah kamu lagi siramin tanaman di belakang. Kakak kamu barusan pergi," jawab Merisa sembari mengambilkan sarapan untuk anak bungsunya itu.

"Pagi-pagi udah pergi aja tuh orang. Emang kemana Mah?" tanya Fiona yang masih penasaran dengan kepergian kakaknya.

"Itu Mamah enggak tau tapi tadi kakak kamu buru-buru," jelas Merisa.

"Udah kamu makan dulu sayang nanti ...."

Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba datanglah Sera.

"Pagi."

Merisa langsung menoleh ke samping dan tersenyum. "Ehhh Sera, ayo sini sarapan dulu."

"Terima kasih Bu atas tawarannya," ucap Sera dengan begitu sopan.

"Kamu mau ketemu Adnan?" tanya Merisa.

"Justru saya diperintahkan Tuan Adnan untuk memberitahu Ibu jika Nona Ayna sakit dan sekarang dirawat di rumah sakit," jelas Sera.

"Ayna sakit? Astaga pantesan anak itu buru-buru pergi tadi," ucap Merisa yang terkejut mendengar penjelasan Sera.

"Ayna sakit apa Sera?" tanya Merisa panik.

"Maaf Bu, saya juga kurang tahu karena Tuan Adnan hanya memberikan informasi seperti itu," jawab Sera.

"Ya sudah. Terima kasih ya Sera," ucap Merisa.

"Fiona, kamu cepetan makan terus kasih tau papah kamu ya," sambung Merisa.

"Iya Mah," sahut Fiona.

Suasana panik bukan hanya terjadi di rumah milik Adnan saja, tetapi juga di rumah sakit di mana Ayna dirawat.

"Udah Bun jangan nangis ... pasti Ayna baik-baik aja," ucap Erick sembari memeluk istrinya.

"Bunda takut Yah, gimana kalau .... hiks hiks," ucap Roseline.

"Sayang, kamu enggak boleh berpikiran kayak gitu. Pasti anak kita kuat," ucap Erick untuk menenangkan Roseline.

Tidak jauh berbeda, Caca yang berada di pelukan Adrian juga ikut menangis.
"Harusnya aku sadar dari tadi kalau Ayna sakit Kak. Aku minta maaf."

"Kamu enggak salah Dek. Jangan salahin diri kamu sendiri," sahut Adrian.

Bian mengelus kepala Caca pelan. "Bener tuh apa kata Kak Adrian. Kamu enggak salah. Pasti Ayna baik-baik aja, dia kan anak yang kuat."

Saat mereka sedang menunggu dokter memeriksa Ayna, tidak disangka seorang pria yang memakai piyama berwarna biru berlari begitu kuat ke arah mereka.

"Gimana keadaan Ayna?" tanya Adnan dengan napas yang terengah-engah.

Erick menatap laki-laki itu. "Masih diperiksa sama dokter, Nan."

Entah keberanian dari mana Bian memeluk Adnan. "Hiks hiks maafin Bian Kak, maaf."

Adnan sangat terkejut. "Ada apa dengan Bian. Kenapa dia tiba-tiba memelukku seperti ini?"

"Hikss hikss ... Bian enggak tau ceritanya kayak gimana tapi Bian malah nyalahin Kak Adnan sama keluarga kakak. Padahal hikss hikss ... keluarga Kak Adnan yang paling menderita. Maafin Bian," jelas Bian dengan isakan tangis yang begitu pilu.

Call My NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang