44. Bukan cerita yang baru.

1K 315 56
                                    

Dinginnya udara pagi tidak menghalangi semangat gue untuk melakukan lari pagi di sekitaran perumahan bukde. Biasanya gue selalu melakukannya bersama mas Kelik, cuma karena mas Kelik baru tidur selepas sholat subuh jadinya gue lari pagi seorang diri.

"Pagi neng Aera" pak Rahmat satpam perumahan manyapa gue dengan ramah ketika gue melewati pos satpam.

"Pagi juga pak Rahmat" sapa gue balik lengkap dengan senyuman.

Biasanya gue lari pagi selama tiga puluh menit. Dari jam enam sampai jam setengah tujuh pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri ketika gue sampai kerumah. Sejenak gue mengistirahatkan diri di bawah bale.

"Tiga butir telor rebus dan segelas smoothies buah naga"

"Ya ampun mbok nggak perlu repot-repot aku bisa bikin sendiri" Gue kaget begitu mbok keluar dari rumah dengan membawa nampan berisi telor rebus dan smoothies buah naga yang selalu menjadi sarapan gue sejak empat bulan yang lalu.

"Kan mbok udah bilang kalau ada apa-apa itu tinggal suruh mbok aja, Aera nggak perlu repot-repot bikin sendiri" Mbok meletakkan nampan itu di atas bale.

"Makasih banyak ya mbok"

Mbok tersenyum. "Semangat ya diet nya. Dari Aera datang ke Jogja sampai sekarang udah kelihatan banget perubahannya. Memang ya usaha tidak akan menghianati hasil"

Gue tersenyum. Ada rasa bangga tersendiri ketika mendengar ucapan seperti itu. Usaha gue akhirnya membuahkan hasil walau baru sedikit.

"Alhamdulillah mbok. Aku udah turun sepuluh kg selama empat bulan"

"Alhamdulilah. Mbok seneng denger nya. Sebenarnya mau kurus atau tidak yang penting sehat itu udah bersyukur. Memang setiap manusia pengen punya badan yang ideal, tapi kalau niatnya berubah demi orang lain itu rasanya toh ya percuma. Dek Aera ngelakuin nya bukan demi orang lain kan?"

Gue terkekeh mendengar pertanyaan mbok. Rasanya kaya di bawa ke masa lalu, ketika gue mati-matian diet agar bisa menjadi pacar type ideal nya kak Jeno.

"Kalau dulu sih iya mbok, demi seseorang bahkan aku sampai masuk rumah sakit karena ngelakuin diet ekstra. Tapi sekarang udah nggak gitu lagi, aku ngelakuin diet ya demi diri aku sendiri"

"Syukur alhamdulilah. Semangat ya. Mbok masuk kedalam dulu"

"Iya mbok. Makasih banyak ya"

Mbok menganggukan kepala sebagai jawaban. Gue menghela napas dan membaringkan tubuh di bale. Bahkan telur rebus dan smoothies yang mbok buatkan untuk gue, belum gue sentuh sedikit pun.

Pikiran gue kembali melalang buana. Di saat orang lain bahagia dengan pencapaian yang gue lakukan, tapi kenapa gue malah merasa tidak bahagia?

—————-

Ujian semester telah terlewati, bagaimana dengan hasil nya nanti gue berharap mendapat hasil yang sesuai dengan usaha yang gue lakukan selama satu semester ini.

"Wah selamat tinggal semester satu" Jerit Rebecca begitu kita keluar dari ruang ujian. Gue menutup mulut Rebecca dengan tangan sedangkan Jihan membungkuk untuk meminta maaf.

"Buat malu aja ih!" Gertak Jihan dengan wajah galak. Bagaimana tidak karena jeritan Rebecca berhasil menarik perhatian orang-orang yang ada di koridor.

Rebecca menarik tangan gue dari mulut nya. Kemudian terkekeh tanpa rasa bersalah. Gue geleng-geleng kepala melihat tingkah teman yang baru gue kenal enam bulan yang lalu itu. Melihat Rebecca mengingatkan gue kepada Somi.

Aku, Kamu, dan Timbangan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang