Pernah baca satu kutipan dari twitter. Kebahagiaan itu datangnya dari diri kita sendiri. Dengan belajar mencintai diri kita sendiri, peduli sama diri kita sendiri, dan menerima segala kekurangan.
Nggak perlu mengejar seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan, karena itu hanya menyakiti mu.
Benar. Karena Sejatinya kita nggak akan pernah bahagia kalau misi kita cuma untuk mendengarkan dan membahagiakan orang lain. Karena tujuannya bukan melakukan untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain. Untuk memenuhi ekspektasi orang lain.
Mendengarkan omongan orang lain sebenarnya bukan lah masalah, tetapi itu juga tidak sehat. Sesekali kita juga perlu untuk tutup telinga dan bersikap bodoh amat sama apa yang orang-orang bicarakan, tanpa tau yang sebenarnya tentang kita.
"Ndut nggak bakal di hargai sama orang, kalau ndut nggak bisa menghargai diri ndut sendiri. Kalau ndut mau di hargai sama orang-orang, ndut harus tunjukin ke orang-orang kalau ndut emang pantas buat di hargai"
Gue pernah ada di tahap terpuruk dalam hidup. Di kata-katain sama teman-teman sekolah, sama keluarga, bahkan juga sama orang-orang yang nggak gue kenal. Di pandang kaya makhluk paling hina karena gue punya badan yang nggak memenuhi standar kecantikan masyarakat.
Ketika itu mental gue hancur sehancur nya. Bahkan ketika gue berpikir keluarga yang bakal selalu jadi tameng untuk gue rupanya juga ikul andil dalam menghancurkan hati dan perasaan gue.
Tapi saat itu seseorang hadir di hidup gue. Dia kasih lihat dunia ke gue kalau ternyata dengerin omongan jahat orang-orang itu nggak guna, karena kata dia "orang nya aja mikirin ucapan jahat yang pernah mereka lontarkan" dan ternyata itu fakta.
Gue dulu terlalu keras sama diri sendiri. Nggak bisa terima sama bentuk badan yang gue punya, takut sama omongan-omongan jahat, terlalu dengerin kata-kata hinaan, merasa nggak pantas buat siapapun, insecure, dan nggak pernah mencintai diri sendiri.
Kalau waktu bisa di putar kembali, gue mau nampar diri gue yang dulu sekeras-kerasnya. Dan teriak sekencang-kencang nya sambil bilang "Lo itu sempurna. Lo itu berharga. Lo itu pantas untuk di cintai. Angkat dagu lo dan tunjukin sama dunia kalau nggak ada yang lebih berharga selain mencintai diri lo sendiri."
I wanna be happy with myself and every woman should feel that way with your body's.
Gue diet, gue workout, skincarean, mempercantik diri, belajar mati-matian, gabung berbagai macam UKM di kampus, ikut banyak seminar. Itu gue lakuin bukan buat orang lain, tapi itu semua gue lakuin buat diri gue sendiri.
"Lho tumben sarapan nasi goreng" bukde menarik kursi meja makan di depan gue, matanya menatap gue heran.
"Bosen makan telor rebus terus, nanti bisulan"
Jawaban gue membuat bukde dan mbok tertawa. Gue nggak mau memaksa diri. Apa yang mau gue makan, ya udah tinggal makan aja. Jangan di tahan-tahan apalagi dengan alasan diet, atau takut gendut lagi.
Tau diet itu susah. Apalagi kalo udah berhasil diet, pasti bakal menculin suatu kebiasaan baru, yaitu jadi takut ngelihat makanan. Karena pikirnya kalau nanti makan makanan itu tubuh kita bakal balik lagi kaya ke semula.
Harus bisa bedain ya mana rasa takut dan mana eating disorder.
"Aera"
"Iya bukde?"
"Semuanya baik-baik aja kan? Urusan kuliah, pertemanan, ndak ada masalah kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Timbangan.
Подростковая литература[SELESAI] Ketika timbangan berat badan menjadi tolak ukur untuk standar kecantikan. Rinai senja, April 2021.