A cup of Coffee

2K 134 5
                                    

Seorang wanita terlihat sibuk di dapur berkutat dengan peralatan masaknya, ia harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya.

"Hemm..sepertinya enak." Tiba-tiba seorang lelaki memeluknya dari belakang.

"Ahhh...astaga kau mengagetkanku sayang." Ujar wanita itu.

"Jangan cemberut seperti itu Rose, kau jadi menggemaskan." Ujar pria itu sambil mencium lehernya.

"Hentikan June, aku sedang memasak." Ujar Rose.

"Iya..iya aku akan menunggu dimeja makan." Ucap June.

Setelah selesai mereka berdua menikmati sarapan sederhana.

Mereka adalah pasangan yang baru berumur satu tahun, kehidupan mereka bisa dibilang jauh dari kata sederhana. Tetapi mereka menikmatinya tanpa berkeluh satu sama lain.

Rose bekerja sebagai karyawan disebuah perusahaan dan June bekerja sebagai buruh bangunan di sebuah perusahaan kontraktor. Kesenjangan pendapatan tidak menjadikan faktor dalam hubungan mereka. Ikatan cinta merekalah yang saling menguatkan.

"Ok, sudah siap ?" Tanya June.

"Roger Captain." Jawab Rose.

"Baiklah kita akan berangkat."

June pun mengayuh sepeda tuanya, setiap hari mereka berangkat lebih awal, June harus mengantar Rose ke kantornya terlebih dahulu. Lalu ia akan mengayuh sepedanya ketempat proyek kerja.

"Bagaimana perkembangan proyeknya ?" Tanya Rose sambil mengeratkan pelukannya melingkari perut suaminya.

"Hmmm...sepertinya masih lama lagi, sebenarnya kami para buruh sedikit terbantu dengan bantuan dari mesin-mesin besar." Jawab June.

Rose terdiam sejenak, ragu akan kalimat yang akan ia utarakan.

"Apa kau tidak mau mencari pekerjaan lain ?" Tanya Rose sehalus mungkin.

June hanya terdiam tidak merespon, lalu dengan tenang ia menjawab.

"Tidak. Kau tau bagaimana sulitnya mencari pekerjaan di negara ini, dan kau tau juga aku hanya menempuh pendidikan sampai sekolah menengah saja kan?" Ujar June mencoba tenang.

Rose merutuki dirinya, ia menyesal mengajukan pertanyaan bodohnya itu.

"Apa kau malu mempunyai suami yang berkerja sebagai buruh?" Tanya June.

"Tidak...tidak!! Aku tidak berfikir seperti itu." Sanggah Rose. Lalu ia melanjutkan.

"Aku hanya khawatir, resiko pekerjaanmu terlalu berbahaya. Aku takut kalau terjadi sesuatu padamu." Ungkap Rose, ia mulai menitikan airmata.

Tak lama sepeda pun berhenti, June menjagang sepedanya, lalu ia turun menghampiri Rose. Ia pun menghapus airmata Rose.

"Tenang sayang, tidak akan terjadi apa-apa, aku senang sangat senang kau khawatirkan seperti ini, tapi aku ingin kau mengerti bila disetiap pekerjaan pasti ada resikonya. Tugas kita hanya berhati-hati dalam memutuskan pilihan." Ujar June mencoba menenangkan kekhawatiran Rose.

"Turunlah, sudah sampai." Tambah June.

Lalu Rose pun mengangguk dan tersenyum, lalu memberi kecupan di kening suaminya itu.

"Baiklah. Hati-hati sayang. " Ucap Rose singkat.

June pun tersenyum dan mengayuh sepedanya.

***

"Selamat pagi Rose." Ujar lelaki berumur empat puluhan, ia berdiri tegap di dekat pintu masuk perusahaan dengan mengenakan seragam hitam sekuriti.

"Ah..selamat pagi Hans." Jawab Rose.

"Sepertinya kau orang ketiga yang datang hari ini."

"Benarkah, bukankah biasanya aku orang yang datang kedua setelahmu."

"Tidak hari ini bos kitalah yang datang lebih awal." Ujar Hans.

"Bos siapa ?" Tanya Rose bingung.

"Bos dari segala bos." Jawab Hans.

"Ahhh..aku paham, sampai nanti Hans." Rose mengangguk mengerti lalu pergi menuju lift tak jauh diujung lobby itu.

"Hmmm...bos dari segala bos." Gumam Rose sambil mengangguk-anggukan kepalanya, ia melamun disudut lift.

Seluruh kantor ini pasti paham siapa sosok bos dari segala bos itu, ia tak lain adalah Jeon Jungkook. Seorang pengusaha muda yang sangat sukses dan terkenal di negara RavenCrawl ini. Dia adalah pewaris tunggal dari keluarga Jeon, keluarga yang berkutat dalam usaha real estate, sebenarnya bila tidak bekerja pun Jungkook tetap akan hidup berlimpah harta sampai beberapa keturunannya, tapi itu tidak berlaku untuknya. Dengan sikapnya yang mandiri ia lebih memilih untuk memulai bisnisnya dari nol, karena kejeniusan otaknya perusahaan yang dibangunnya sekarang bisa bersaing sejajar dengan perusahaan milik ayahnya sendiri.

Ia terkenal dengan pribadi yang dingin dan tertutup, sangat susah untuk menggali informasi lebih dalam pada pemuda dua puluh tujuh tahun itu. Banyak gosip negatif soal dirinya terlebih untuk hubungan asmaranya. Banyak yang mengira dia adalah penyuka sesama jenis, tetapi kabar yang paling sering Rose dengar dari teman kerjanya adalah tentang kegemaran pria itu dalam bergonta-ganti wanita.

'TING!!'

Rose tersentak dari lamunannya saat suara lift terdengar masuk ditelinganya.

"Upsss...apa yang kupikirkan, wajahnya saja aku tidak tau." Ujar Rose sambjl menggeleng-gelengkan kepalanya, ia keluar dari lift dan melangkah menuju meja kerjanya.

Ruangan ini tidak terlalu besar tidak ada dinding hanya ada sekat-sekat pemisah disetiap masing-masing meja kerja, diujung ruangan terdapat ruangan gudang dan disebelahnya kamar kecil untuk pria dan wanita. Selebihnya hanya lounge kecil untuk membuat kopi dan teh serta beberapa meja kursi santai .

Rose mengotak-atik laptopnya, ia membuka file-file, di perusahaan ini ia bekerja dibagian administrasi. Selain terkenal rajin Rose juga terkenal dengan ketelitiannya, semua kebutuhan inventaris kantor pun tak pernah kekurangan.

"Sepertinya aman, tidak ada yang perlu di revisi."

Rose lalu beranjak menuju gudang untuk mengecek stok inventaris peralatan kerja.

Setelah selesai dari kegiatannya di gudang ia mendengar bunyi lift lalu terlihat seseorang memakai kemeja putih dan celana hitam panjang keluar dari sana, terlihat orang itu sedang membawa gelas dan menuju lounge. Rose mengikutinya, lalu tak lama ia melihat orang itu terlihat kebingungan dengan mesin pembuat kopi. Dengan sigap Rose mendekatinya.

"Sepertinya kau kesulitan." Ujar Rose.

"Aku ingin kopi, tetapi mesin sialan ini tidak berfungsi." Ujar orang itu terlihat kesal.

"Biar kubantu." Tanpa menunggu persetujuan Rose segera bergerak, ia menunduk untuk mencapai saklar.

"Nah sudah menyala, duduk saja disana biar aku yang buatkan." Ujar Rose sambul menunjuk kursi santai.

Laki-laki itu hanya berdiri tidak beranjak matanya tak lepas memperhatikan kegiatan gadis itu.

"Gula atau susu?" Tanya Rose sambil menunggu gelas yang terisi dengan kopi penuh.

"Tidak dua-duanya." Ujar laki-laki itu mendekat dan meraih gelas itu dari tangan Rose.

Rose terdiam, jantungnya berdegub kencang saat ia sadar betapa tampannya laki-laki yang berdiri sangat dekat didepannya, mata Rose mulai menjelajah ia dapat melihat bayangan badan atletis dari kemeja putih pria itu, dadanya yang bidang. Dadanya semakin berdebar saat ia melihat wajah seperti pahatan sempurna. Lalu tak lama ia teringat pada suaminya. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya.

'Rose!!! Ingat kau sudah bersuami!!!' Rose memaki dirinya dalam hati.

Lalu laki-laki itu tersenyum tipis dan berpaling meninggalkan Rose yang masih terdiam.

"Setidaknya ucapkan terima kasih!" Ujarnya merutuki laki-laki yang telah hilang dari ruangan itu.

*****

A Rose By Any Other NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang