Terlambat Setahun

525 81 3
                                    

Jantung Rose berdebar sangat kencang, wajahnya tegang peluh semakin mengucur diruangan yang terlihat sudah semakin sepi. Banyak pertanyaan yang muncul di kepala gadis itu.

Terlebih lagi lelaki itu memandang wajah Rose tanpa melewatkan setiap detik pun, membuatnya semakin gelisah.

Ia mengumpulkan keberaniannya hanya untuk bisa membuka mulut mungilnya.

"Bagaimana kau bisa tau, apa kau memata-mataiku ?" Ujar Rose.

"Hmm..Kau sangat menarik, disamping sikapmu yang lugu itu ternyata kau memiliki mulut yang tajam."

"Hentikan senyumanmu itu, aku sangat membenci itu." Rose terlihat kesal, disatu sisi ia bangga akan dirinya yang terlihat berani menentang lelaki dihadapannya.

"Wahh kau semakin berani Rose. Aku semakin ingin melumat habis bibir ranum mu itu." Ujar Jungkook sambil menunjuk bibir Rose.

Rose menguatkan diri untuk tidak terlihat terkejut, berbeda dengan jantungnya yang semakin kencang bergetar. Ia sekuat tenaga menahan serangan mental dari lelaki itu.

"Baik Rose, apa kau melupakan fakta bahwa dimana tempat kau bekerja adalah milikku."

"Ehhh...ii..iya." Seketika Rose teringat kembali akan fakta itu, untuk kali ini dia gagal bertahan dari serangan Jungkook.

"Aku tau kinerja setiap orang yang berkerja di bawah naunganku, bahkan sampai petugas kebersihan pun. Aku terlalu teliti dan tanpa celah." Jelas Jungkook dengan setiap penekanan disetiap ucapannya.

"Itu tidak masuk akal." Bantah Rose.

"Kau meremehkanku Rose ?"

"Ahh...maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu." Rose seketika gelagapan, ia lagi-lagi lupa bahwa yang dihadapannya adalah Bosnya.

"Apapun yang aku inginkan harus kudapatkan, termasuk dirimu."

"Apa kau gila, aku bukan barang!!" Rose tersinggung dengan ucapan Jungkook itu. Dengan cepat ia berdiri dengan maksud meninggalkan lelaki itu.
Tetapi langkah tiba-tiba terhenti karena tangan mungilnya masuk dalam cengkraman Jungkook.

"Aku akan segera memilikimu Rose." Ujar Jungkook sambil mengecup lembut tangan Rose.

Gadis itu merasakan sesuatu seperti listrik menjalar diseluruh tubuhnya, ia terdiam sejenak tetapi ia segera sadar dan menarik tangannya kasar.

"Kau ...!!" Rose kehabisan kata-kata ia memilih untuk segera pergi menjauh dari hadapan lelaki itu.

"Kau jahat sekali Rosie." Ujar Jungkook pelan, ia hanya termenung dikursinya diam tak bergerak.

*****

Malam terasa begitu dingin di kota Virginia, disaat musim penghujan kota ini akan mendapat curah hujan yang sangat tinggi dibandingkan kota lain di negara RavenCrawl. Mungkin karena Virginia adalah kota yang terletak di dataran paling tinggi di negara itu.

Karena hal itu kota ini sangat nyaman untuk ditinggali, udara yang segar dan banyaknya bunga dan pepohonan di setiap ruas-ruas jalan menjadi keindahan tersendiri dari kota-kota lainnya.

Terlihat seseorang tengah duduk di puncak sebuah bangunan yang menjulang tinggi. Ya, diadalah lelaki muda bernama Jeon Jungkook pemilik seluruh bangunan apartemen itu. Reputasinya sebagai pebisnis terkenal di setiap penjuru kota dinegara RavenCrawl.

Ia bisa mememiliki banyak uang dan harta, tapi ia masih mencari kekosongan di hatinya, tetapi beberapa bulan ini pikirannya selalu dipenuhi dengan satu nama, Roseanne Park.

Ia tergila-gila setelah melihat tingkah laku gadis itu, entah apa yang membuatnya jatuh hati pada gadis itu, Rose sangat terlihat polos dan lugu dimata Jungkook. Setelah menyelidiki latar belakangnya ia terkejut dengan keadaannya. Ayah dan ibu gadis itu sudah tiada dan ia harus berjuang untuk memenuhi kehidupannya. Yang membuat Jungkook kesal adalah tidak lain tidak bukan status pernikahannya, Rose ternyata sudah menikah. Terlambat satu tahun baginya untuk memiliki Rose, jika saja ia setahun yang lalu ia bertemu dengan gadis itu, ia pasti sudah ada dalam dekapannya.

Fakta itu membuat Jungkook sangat-sangat kesal, tapi keegoisan dirinya menepis jauh rintangan itu, ia menguatkan hatinya untuk merebut Rose dari tangan suaminya.

"June...Cihhhh, menyebut namanya saja membuatku mual." Desis Jungkook kesal.

Sudah berapa minggu ini ia melihat suaminya menjemput Rose setelah pulang kerja, itu sangat membuat hatinya mendidih panas. Jungkook sadar itu terjadi karena ia tidak ingin Istrinya dekat denganku.

"Apapun akan kulakukan untuk mendapatkanmu Rosie." Ujar Jungkook sambil mengangkat genggaman tangannya kelangit-langit.

*****

Sementara itu disudut kota tepatnya di dalam rumah mungil diaerah pemukiman sederhana, terlihat sepasang suami istri tengah asik bercanda ditengah guyuran hujan yang deras.

"June, minggu ini apa kita bisa jalan-jalan bersepeda?" Tanya Rose memohon, June terlihat bingung dan seperti tak yakin.

"Maaf Rose, aku harus melihat keadaan terlebih dahulu, di proyek sekarang sedang memasuki tahap akhir, jadi dibutuhkan waktu lebih, kau tau itu kan?" Jawab June sambil mengelus-elus pipi istrinya itu, dan Rose terlihat mencoba untuk tidak memperlihatkan kekecewaannya atas jawaban suaminya itu. Ia hanya tersenyum.

"Aku tau itu June, aku hanya mencoba...tidak salah bukan ?" Rose menjawab dengan menunjukan senyum lebarnya, ia mencoba tegar.

"Maafkan aku Rose belum bisa menjadi suami yang kau harapkan, tapi aku akan mencoba meminta izin, bila bisa kita akan menghabiskan hari itu dengan puas." Ujar June menghibur Rose, walaupun sebenarnya ia pasti tau untuk saat ini pekerjaannya itu tidak mengizinkannya untuk beristirahat. June tersenyum kecut.

"Terima kasih June." Rose sedikit terhibur dengan pernyataan suaminya itu. Lalu mereka terhanyut pada obrolan panjang dengan berganti-ganti topik. Hampir seperti itu setiap malamnya.

Rumah itu sebenarnya tidak layak untuk ditempati, tetapi karena Rose rumah itu terlihat estetik. Tapi mereka akan kesulitan disaat hujan, karena banyak atap yang bocor, terlihat ada tiga ember diletakan untuk menampung tetesan air yang masuk, penerangan dirumah itu terlihat sangat remang. Banyak dinding yang mulai merembes. Tidak banyak alat elektronik disana, bahkan televisi yang umum ada disetiap rumah pun mereka tidak memilikinya.

Rumah yang mereka tinggali hanya memiliki satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tengah yang menjadi satu dengan dapur. Tetapi, mereka tidak pernah mengeluh akan semua kekurangan itu, mereka bersyukur dapat mengontrak rumah dan bertahan hidup di negara yang keras ini.

Semakin malam, hujan semakin menjadi deras, tak kunjung reda. Hawa semakin dingin mereka sekarang berada dikamar tidur. Dengan mata saling terjaga berhadapan satu sama lain diatas tempat tidur.

Rose merasakan tubuhnya sangat bergejolak, tubuhnya terasa panas. ia mulai membelai bibir June bahkan sampai membuat June terkejut. Tetapi lelaki itu membiarkan apa yang Rose lakukan.

Entah ia dapatkan darimana keberaniannya malam ini, ia semakin berani. Dari bibir tangannya berpindah turun menelusuri tubuh June dan berhenti di perut suaminya.

Rose mulai mendekatkan wajahnya, nafas mereka saling beradu. Rose menunggu reaksi dari June, tetapi suaminya itu hanya diam tak bereaksi.

Rose berfikir, apakah aku tidak bisa merangsang June. Lalu tangannya semakin berani turun menuju area bawah pusar, saat Rose akan menuju area itu tiba-tiba tangan mungil dicengkram kuat oleh suaminya itu.

"Sudah cukup Rose, aku lelah, aku tidur duluan." Ucap June lalu membalikan badannya membelakangi Rose yang terlihat mematung.

Tak lama Rose pun membalikan badannya juga, dadanya terasa nyeri berharap dengan remasan kedua tangannya bisa mengurangi rasa sakitnya, tetapi itu tak berguna. kedua matanya mulai kabur karena terlihat airmata sudah tak bisa dibendung lagi dari tempatnya. Ia menangis dan mencoba sebisa mungkin tidak terisak, agar tidak menganggu istirahat June.

Rose malu dan menyesal atas apa yang baru saja ia lakukan. Remasannya semakin kuat. Pikirannya tak karuan, banyak prasangka didalam kepalanya.

'Apa aku kurang menarik bagimu June.., apa kau tak mencintaiku...atau karena ada perempuan lain. Kau tau ini sangat menyakitkan. Setidaknya berikan aku penjelasan.' Ungkap Rose dalam hati.

Entah berapa lama ia menangis sampai tak sadar ia telah terbawa ke alam mimpi.

*****

A Rose By Any Other NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang