9. Jodoh

110 25 4
                                    

Happy reading :)

Langkah kaki Sinta bersuara begitu berirama melewati setiap kelas yang ada. Masing-masing kelas ada orang, jadi dia tidak takut.

Sesampainya ia di perpustakaan, Sinta dapat menemukan dengan mudah letak dompetnya. Diatas meja, persisi seperti saat ia meninggalkannya tadi.

Tiba-tiba.

BLAMMM!!

“aaaaaaa!!” Sinta terjingkat jatuh kelantai dalam keadaan gelap gulita. Pemadama listrik mendadak terjadi. Entah itu satu kota atau hanya di kampusnya, Sinta tidak tau. Yang jelas, saat ini dia takut!

“hah! Ah!” gadis itu memegangi dadanya sesak. Rasanya ingin menangis disaat seperti ini. Sinta punya trauma dengan kegelapan. Dia takut, benar-benar takut.

“to-tolong ..” suaranya tercekat bergetar.

Air mata merembes membasahi pipinya. Dadanya semakin sesak. Sinta berusaha meraba semua yang ada didekatnya. Dia takut. Entah apa yang terjadi, Sinta benar-benar merasa tidak aman.

“tolong ..” Sinta berusaha bersuara, tapi percuma. Rasa takutnya melebihi apapun. Untuk berteriak saja rasanya tidak mampu, hanya suara parau yang terdengar.

Disisi lain, Jay membuka mobilnya dan hendak pergi meninggalkan kampus. Hingga tiba-tiba keadaan gedung didepannya mendadak gelap membuat Jay sedikit kaget.

Awalnya biasa saja, namun ponselnya berdering.

Itu Sinta. Mereka baru saling simpan nomor tadi, jadi yang sebelumnya Jay tidak punya nomor Sinta, kini sudah ada. Bukan hanya Sinta, tapi Hilda, Rizma, dan Alif juga.

“halo ..” sapa Jay memulai. Lelaki itu sudah bersabuk pengaman, hanya tinggal menyalahkan mobil saja.
“to-tolong”
“Sin?”

“gue takut”
“lo dimana? Lo kejebak gelap?”
“tolong .. haaahhh” dada Sinta sesak. Untuk berbicarapun gadis itu butuh effort lebih.

Dia tidak tau siapa yang ia telfon. Sinta hanya membuka kontak dan mendapati milik Jay berada paling atas di kolom chat. Mungkin faktor ‘P’ saat menyimpan tadi yang membuatnya menjadi satu-satunya orang yang Sinta hubungi kini.

“Sin?! Jangan bikin panik! Lo dimana?”
“g-gue takut ..”

“jangan dimatiin telfonnya. Gue ke perpus sekarang ..”

Jay menyalakan loud speaker dan segera berlari memasuki gedung kampus. Lelaki itu juga menyalahkan senter ponsel untuk membantunya menemukan jalan.

Sebelum sampai perpus, Jay sempat melihat ada petugas PLN yang datang. Memang sedang bermasalah hanya dikampus, karena lampu toko sebrang kampus mereka masih aman.

“J-Jay ..” suara sendu tangis Sinta terdengra jelas. Sejak tadi gadis itu terus menangis tanpa henti. Sesekali Jay dengar suara tarikan nafas yang berat.

BRAK!!

“SIN?!” Jay langsung membuka pintu perpus dan mendapati gadis itu meringkuk disisi pintu. Padahal sedikit lagi ia keluar, tinggal buka pintu dan nyalahkan senter, maka dia bebas.

Tapi bagi Sinta tidak semudah itu. Bertahan untuk tidak pingsan saja sudah suatu hal yang baik, apalagi sampai bisa membuka pintu.

“Hah?! J-Jay .. gue takut!”

Brug!

Sinta mencoba berdiri menggapain lelaki itu. Namun, baru kakinya dapat menopang Sinta dengan baik, badannya ambruk.

“eh? Sin?!!” Jay reflek menangkap gadis yang kehilangan kesadarannya itu dengan cepat.

“Sin? Sin?” lelaki tersebut menepuk-nepuk pipi Sinta berharap ia sadar, tapi tak ada hasil.

“ahhh!” Jay mengangkat tubuh Sinta dan menggendongnya menuju mobil. Sinta benar-benar tak sadarkan diri.
Bahkan sampai lelaki itu memasukkannya ke dalam kursi belakang, ia belum bangun. Panik? Wah jelas! Jay belum pernah menangani orang pingsan.

“adah, rumahnya dia dimana lagi?” dengan bingung Jay menjalankan mobil menuju rumahnya sendiri.
Mumpung di rumah orangtuanya sedang tidak ada, siapa tau Prima bisa bantu. Kalau ada, belum sadar anak orang udah ditanyain yang aneh-aneh nanti.

“MAAA .. PRIMAA ..” teriakan Jay terdengar hingga kamar gadis itu.
“loh bang?! K-kak Sinta lo apain?!!!”

“bukain pintu kamar gue, cepet ..”
Prima nurut tanpa sempat menjawab. Ikut panik juga dia liat Sinta pingsan dalam gendongan kakaknya.

“euhhh” lelaki itu menidurkan Sinta dengan baik diatas kasur. Nafas Jay memburu ngos-ngosan. Antara capek campur panik.

“dia ga papa kan?” Tanya Jay dengan kedua tangan di pinggang sambil menatap Sinta yang masih memejamkan mata.

“mana gue tau! Lo apain?!” Prima memukul abangnya keras. Dia yang buat begini, dia yang nanya. Ogeb!

“ga gue apa-apain ..”
“trus kenapa?!”
“mending lu urus dulu deh dek .. tar gue sentuh-sentuh, salah ..”

“YA SALAH LAH DODOL!!”
“ya makanya .. cek dulu .. apa perlu nafas buatan gitu ..”
“itumah mau lo anjir ..”

“gue tunggu diluar aja dah ..” Jay keluar mengatur nafasnya.

Dulu di sekolah dia ga pernah gotong orang pingsan pas upacara. Karena yang pingsan rata-rata cewek, yang ngangkat juga cewe satu barisan. Baru kali ini. Rekor!

“udah?” Tanya Jay melihat adiknya keluar menutup pintu.
“belom. JANGAN MASUK!”
“iya-iya .. emang kenapa?”

“mau gue gantiin baju .. sesek kayaknya pake kemeja gitu ..”

Prima masuk ke kamanrnya dan mengambil baju kaos serta celana longgar yang dia punya. Nafas Sinta udah ga sesusah tadi pas baru-baru Jay bawa. Sebelumnya bener-bener kayak orang butuh nafas buatan.

“gue tidur dimana dek?” Jay berucap seselesainya Prima dengan Sinta.
“biasanya juga lo begadang. Ga usah tidur, jagain kak Sinta.” Prima ikut duduk di sofa.

“itu ceritanya gimana dah? Lo apain anak orang bang?! Meresahkan!”
“gue gatau .. dia tiba-tiba nelfon ..”
“ha? Bukannya kalian sekelompok ya?”

“iya .. EH?! Kok lu tau?”
“ha? Tau lah .. b-baca dari kuku ..”

“ohh .. dia ninggalin barang di perpus, eh pas gue sampe parkiran, lampu satu kampus mati.”
“lo biarin dia balik sendirian ke perpus?”

“ya dia yang minta ..”
“terus-terus?”
“gatau .. dia nelfon gue .. mana ga ngomong apa-apa .. Cuma ‘tolongg’ gitu doang .. serem ga? pas gue samperin di perpus, pingsan.”
“dia phobia gelap ga?”

“gatau gue .. ga usah nanya yang aneh-aneh ..”
“kasian Kak Sinta acuuu .. ga guna emang lo ..”

“napa jadi gue? Sukur gue belum pergi dari kampus ..”
“lu ga usah tidur ya .. tungguin Kak Sinta” Prima bangun hendak pergi.
“lo mau kemana?”
“nonton drakor .. palingan nanti ketiduran.”

“enak betul ..”
“kau kan abang ..”
“iya dah iya ..”

“bagus anak Pak Adi ..”
“emang bukan bapak lo juga?!”

Gadis yang beda lima tahun dengannya itu tak menjawab. Bukan mau nonton drakor, tapi mau ngegosip bareng Kak Jihan sama Kak Gafi. Sekalian minta tolong Kk Gafi buat nemenin abangnya biar ga molor.

Emang bener deh ah! Jodoh mereka tuuuuu T_T


Tbc ..
Happy ied mubarok guys kuh .. minal aidzin wal Faidzin yaa .. maaf kalau ada salah kata. Part lanjutannya nanti yaa

Jayandra Sinta [Sinhope]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang