21. Missing U

126 23 4
                                    

Happy reading :)

Malam itu Sinta duduk di depan teras sendiri. Sebenarnya udara malam tidak baik, tapi dengan begini dirinya bisa sedikit lebih tenang.

Sudah lima hari berlalu seperti keputusannya. Jay benar-benar memberi Sinta waktu sesuai pembicaraan mereka terakhir di kelas. Jay menepati janjinya.

Lelaki itu melewati Sinta tanpa menyapa, memutus kontak mata ketika tidak sengaja terjadi, dan tidak pernah menjawab pertanyaan Sinta ketika kelompok belajar sedang diskusi. Lelaki itu akan menjawab pertanyaan yang lain.

Jujur, mungkin ini yang Jihan maksud dengan, ‘hati-hati dengan ucapan’. Sinta bahkan sudah berkali-kali mencoba melihat keadaan Jay tanpa lelaki itu sadar. Entah sadar atau tidak, Sinta berusaha tidak ketahuan.

Kadang Sinta sengaja keluar dari kelas lebih akhir, untuk apa? Hanya sekedar melihat Jay lewat, Sinta tidak mungkin menoleh ke belakang. Sama saja dia kalah, Jihan akan tau itu.

Oke, boleh dibilang sebenarnya Sinta sudah kalah sejak awal, tapi dia harus tahan. Paling tidak sampai perjanjian mereka selesai tiga hari lagi. Hanya tinggal dua hari, Minggu lalu Senin lagi, tapi rasanya berat.

Tinunitt .. tinunitt ..

Jay menelfon. Ponsel gadis itu berada di sisinya, tangan Sinta seketika bergerak cepat mengambil benda gepeng berwarna hitam tersebut.

Haruskah dia mengangkatnya? Tapi waktu mereka belum selesai.  Jempol gadis itu kemudian menggeser ikon hijau di layar ponselnya.

“halo Jay .. kenapa? kan belum selesai waktunya”

--

“bang, makan kih. Dari tadi lo diem dikamar mulu, ngerem?” Prima membuka kamar kakaknya yang sejak tadi seperti penghuninya hanya mengejar mimpi di kasur. Sunyi.

“ga laper dek ..”
“lo kenapa dah bang, kok begitu? Sedih banget gue liatnya"
“dek gue mau nanya sesuatu ..”
“kenapa?”

“sini coba, duduk disebelah gue” Jay menepuk sisi ranjangnya. Jarang-jarang banget abangnya ngomong lembut gini.

Prima tau apa yang terjadi walaupun Jay ga cerita, biasanya tiap malem excited banget bahas tentang Kak Sinta. Dia dapat kabar itu dari Kak Jihan. Kalau sebelumnya Prima yang ngasi kabar, sekarang sebaliknya.

“Sinta minta gue ga hubungin dia seminggu .. menurut lo, dia beneran lagi mikir atau ngasi simulasi ke gue seandainya dia nolak gue besok?”

Gadis itu menatap wajah kakaknya dari samping. Ya ampun, bang Jay bisa se desperate ini ternyata. Perkara Kak Sinta minta dia nunggu aja udah kayak diputusin tunangan yang udah siap nikah H-3.

“kok lo mikirnya gitu?” Prima yakin Kak Sinta ga gitu. Dia udah denger semuanya dari Kak Jihan.

“dari awal dia ga pernah suka sama gue. Gue takut selama ini dia emang cuma ngerasa ga enak hara-gara gue tolongin itu ..”

“enggak lah bang. Gue yakin Kak Sinta bukan orang yang gitu. Lu kok jadi menyedihkan gini sih? Padahal hari sebelumnya ga gini deh ..”

“gue kangen dia. Terserah lo mau ketawa kenceng gapapa. Lebay emang gue”

Prima yang awalnya emang niat mau ketawa, dia batalin. Dia emang sering ngejek abangnya, tapi untuk saat ini enggak dulu deh. Kasian banget Ya Allah.

“enggak kok, ga gue ketawain. Emang hari sebelumnya ga kangen?”
“paling enggak gue masih bisa liat keadaannya dia di kampus ..  walaupun udah kayak orang yang ga saling kenal. Hari ini kan Sabtu, pelajaran tambahan udah gaada ..”

“emang Kak Sinta bener-bener ga ngasi lo ngechat meskipun ‘P’ doang?” Jay menggeleng.

“sumpah, lo tau ga sih yang kayak kangennnn banget tu lo?” tanya Jay yang kini giliran Prima yang menggeleng. Seumur-umur dia juga ga pernah kangen ke kakaknya kalau tu laki study tour.

“kenapa ga lo coba telfon?”
“gue takut dia marah, nanti setelah simulasi ini dia beneran ga ngomong sama gue terus gimana? bisa gila kali gue ..”

“sampe kapan sih?”
“senin ..”
“lagi dua hari .. yuk kuat yukkk ..”
“mau lo bilang yuk kuat yuk juga ga reda ya anjirr .. ga bisa” Prima menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Iya juga sih. Bikin semangat enggak, bikin kesel iya.

“kalau gue telfon, anaknya marah ga ya?” Prima menggeleng. Ikutan pesimis jadinya, padahal gaboleh gitu, harus optimis!

“coba gih bang. Minta maaf yang banyak, lo jelasin maksud lo dengan jelas tanpa bertele-tele. Ajak ketemu sekalian kalau anaknya mau. Ga tega gue liat lo yang biasanya ngegas sekarang begini” Prima ikut gregetan juga, tapi kan itu keputusan Kak Sinta, Prima ga bisa ikut campur.

“iya, telfon dah. Gue mau ke kamar” ucap gadis itu bangkit dan keluar menutup pintu kamar kakaknya.
Bukan sudah tidak peduli, dia mau ngasi ruang Jay dan Sinta bicara seandainya telfonnya diangkat. Dia mau laporan ke Kak Jihan sama Kak Gafi juga mengenai keadaan terbaru kakaknya yang mengenaskan.

Dengan ragu Jay menekan ikon telfon di pojok chatroom. Kira-kira diangkat ga ya? Dia agak takut. Bener deh, Jay takut banget kalau Sinta marah dan ngerasa Jay ingkar janji gara-gara ini.

“halo Jay .. kenapa? kan belum selesai waktunya” balasan di seberang sana membuat Jay senang sekaligus sedih. Sinta mengingatkannya tentang waktu.

“gue ga kuat Sin ..” jawab Jay jujur. Paling jujur sejujur-jujurnya jujur.
Satu detik-dua detik-tiga detik, tak ada balasan. Sinta memilih membisu bersama angin yang menerpa rambut panjangnya di depan teras. “sorry gue ingkar janji” tambah lelaki itu yang tak mendapat respon.

“lo udah dapet jawabannya belum? Gue siap kalau lo ngasi keputusan sekarang, kita harus ketemu” Jay udah dititik tertinggi kepasrahannya kepada Allah. Kalau emang jodoh ya ga kemana. Kalau Sinta nolak dan emang bukan jodonya, Jay bisa apa?

“Sin, gue kangen banget sama lo ..” sejak tadi Jay tak mendapat sedikitpun balasan. Ia bagai bermonolog pada seseorang yang teramat ia rindukan saat ini.

“jemput gue, gue siap-siap sekarang” ucap gadis itu memberi keputusan. Suaranya dingin tak seperti biasanya. Apa mungkin Sinta marah?
“oke, tunggu gue”

Apapun keputusan Sinta nanti, Jay akan hargai. Dia gabisa maksa seseorang buat suka sama dia, layaknya dia suka ke mantannya yang dulu.

Mungkin ini karma.

Kalau iya, dia bersyukur. Setidaknya karma ini menimpanya sendiri, bukan Prima seperti yang gadis SMA itu takutkan.

“mau kemana bang?” tanya Prima melihat kakaknya bersiap keluar kamar.
“ketemu Sinta. Doain gue kuat ya” ucapnya kemudian menghilang bersamaan dengan turunnya Jay dari tangga.

Gue cowok, harusnya gue kuat.

Tbc ..
Jay pasrah bgt asli dh .. dia ingat dosanya dahulu

Jayandra Sinta [Sinhope]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang