Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nana tak bisa berbuat apa pun lagi selain diam dan melakukan perintah sang ayah. Bahkan kini bukan hanya ayahnya saja, Rara pun juga mewanti-wanti agar Nana menjaga jarak dari Arjuna.
Seluruh pekerjaan rumah yang biasa Nana lakukan kini diambil alih oleh Rara. Ia dan kakaknya pun bertukar kerja—Nana di dalam rumah, Rara di luar rumah.
Nana menurut saja. Mungkin ini merupakan jalan terbaik. Ia tak boleh terlalu berharap pada orang lain.
Meski cukup aneh karena ia kini tak pernah menemui Arjuna lagi, Nana mencoba mengalihkan perhatiannya akan hal itu.
Ada rasa bersalah dalam diri Nana karena mengacuhkan Arjuna sebenarnya. Namun, hal ini dilakukan Nana juga untuk bisa mengetahui bagaimana sikap Arjuna saat tak ada dirinya.
Seperti hari pertama Arjuna masuk sekolah lagi. Pemuda itu melewatkan shalat jama'ah di sekolah dan malah dengan iseng mengikat sepatu-sepatu milik orang-orang menjadi satu seperti kereta api bersama Wafa, lalu mereka pergi ke kantin. Nana melihatnya dari lantai atas musholla sekolah sambil menunggu kloter kedua.
Arjuna pernah mengatakan padanya bahwa ia ingin lebih rajin beribadah, namun yang terjadi malah sebaliknya. Ucapan lelaki memang tak bisa sepenuhnya dipercaya.
Nana pun kini mulai fokus belajar untuk persiapan ujian. Hal tersebut kini menjadi yang utama baginya. Ia tak mau mengecewakan ayah dan bundanya.
"ARJUNAAA, TAS GUE!"
Pekikan itu langsung mengundang berpasang mata. Di sana, Arjuna baru keluar dari kelas sambil melempar-lempar ransel merah maroon milik seorang gadis.
Hari ini acara bersih-bersih karena Senin besok ujian sekolah dimulai. Nana yang selesai membuang sampah ikut memandang ke arah Arjuna.
Suasana bersih-bersih mendadak diwarnai aksi kejar-kejaran dari Arjuna dan Niken—gadis pemilik tas tersebut. Teman-teman sekelas Arjuna yang melihat itu juga menyoraki keduanya.
