Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ujian telah usai. Arjuna juga sudah sehat dan segera menuntaskan ujian susulannya akibat sakit tipes kemarin. Vespa pemuda itu juga sudah sehat meskipun tak semulus dulu lagi. Kini Arjuna sudah kembali bermain voli di lapangan kompleks dan melakukan rutinitasnya seperti biasa lagi—termasuk berdekatan dengan Nana.
Badai di antara keduanya sudah berlalu. Jujur saja, Arjuna lebih senang berdamai dengan Nana. Ia tak ingin bila disuruh berjauhan dengan sang pujaan hati. Bahkan disuruh Rara sekalipun!
Arjuna akan lebih berani lagi dengan calon kakak iparnya itu. Ia akan tetap mempertahankan Nana. Apa pun yang terjadi.
Sore ini, Arjuna selesai bermain voli. Ian bersamanya kali ini, jadi Arjuna tidak menaiki vespa seperti biasanya. Mereka berangkat dan pulang jalan kaki. Arjuna senang-senang saja sebab memiliki teman pergi ke lapangan.
"Kak," panggil Arjuna pada Ian yang berjalan di sampingnya. "Kok kakak bisa-bisanya nikahin Kak Rara? Dia 'kan galak."
Ian terkekeh seketika. Sedikit tak terima istrinya dikatai seperti itu, meskipun itu benar adanya. "Suka-suka aku dong, mau nikahin siapa."
Pipi Arjuna menggembung. Ian sepertinya tulus mencintai Rara, tak memandang meskipun Rara galaknya minta ampun.
Padahal jodoh adalah cerminan diri. Tapi kenapa Ian yang baik hati ini dipasangkan dengan Rara si macan Ragunan?
"Kak, ceritain dong gimana bisa kenal Kak Rara," pinta Arjuna. Dia mendadak penasaran mengenai hal itu, penasaran juga bagaimana perjuangan Ian hingga akhirnya bisa menikahi anak sulung Pak Imam.
Siapa tahu setelah mendengar cerita Ian, Arjuna bisa mengikuti langkah Ian dan bisa menikahi Nana.
Ian tampak ragu. "Serius kamu mau dengar?" tanyanya memastikan. "Ini sedikit angst soalnya."
Arjuna mengangguk, tak masalah sekali dengan fakta itu. Kisah cintanya juga kadang menyedihkan.
Akhirnya Ian pun mulai bercerita mengenai awal mulanya dirinya mengenal Rara saat bangku SMP.
"Dulu kami satu sekolah, Rara kakak kelasku, beda dua tahun. Tapi kami nggak pernah deket sama sekali, cukup saling tahu, soalnya Rara dulu famous."
"Terkenalnya pasti karena galak ya, Kak?" tanya Arjuna. Ia bisa menebaknya.
"Itu salah satunya. Terus dia juga terkenal karena deket sama ketua OSIS, namanya Iqbal."
"Iqbal Coboy Junior?"
"Bukan!" Ian segera menggeleng. Mustahil sekali jika Rara dekat dengan artis itu. Ian pun melanjutkan ceritanya, "Mereka kabarnya juga sempat pacaran pas SMA."
Hanya kabar saja yang Ian dapat sebab mereka tak satu sekolah lagi. Ian tak memedulikan hal tersebut awalnya karena ia hanya sekadar tahu mengenai Rara—tidak saling kenal sama sekali, apalagi suka.
Alis Arjuna mengerut dalam. "Terus, kalau Kak Rara pacarannya sama Dilan, kok nikahnya sama Kak Ian?"
Tadi Iqbal Coboy Junior, sekarang Dilan. Padahal yang dimaksud Ian bukan artis tersebut. Tapi terserah Arjuna saja.
Ian menghembuskan napas berat. "Ayah 'kan nggak ngebolehin anaknya pacaran, jadi mereka putus, terus Rara dipindah ke asrama tiga tahun. Aku ketemu dia lagi pas ...," Ian mencoba mengingat-ingat. "beli roti bakar kayaknya, deh."
Arjuna mengangguk-angguk dengan bibir membulat sendari tadi. Masih menyimak cerita Ian yang cukup menarik baginya.
"Aku baru pulang kerja waktu itu, Jun. Ibuku kebelet pengen aku nikah soalnya udah dewasa dan mapan gini, tapi belum ada calon jadi ditunda dulu, ya, 'kan?"
Iya, benar. Sungguh berbeda dengan Arjuna yang malah ingin menikahi Nana cepat-cepat padahal ia masih terlalu muda.
"Aku sempat ragu mau deketin Rara karena memang nggak pernah kenal sebelumnya, takutnya juga dia udah ada yang punya. Tapi pas ditanyain orang tuaku, Ayah Imam malah setuju kalau aku mau ngelamar Rara."
"Terus Kak Ian langsung ngelamar, dong?"
Jika benar seperti itu, mulus sekali perjalanannya.
Ian malah tertawa tiba-tiba. "Kamu orangnya buru-buru amat, ya, Jun." Padahal dirinya belum selesai bercerita tapi Arjuna menyahut seperti itu. "Kenalan dulu, dong, masa langsung ngelamar gitu aja?"
Karena memang dari awal Ian dan Rara hanya saling tahu nama saja, mereka harus menjalani fase berkenalan terlebih dahulu sebelum Ian benar-benar memutuskan untuk menikahi Rara.
Arjuna mencebik, "Katanya angst, kok malah uwu."
"Ada bumbu angstnya sedikit, kok."
Arjuna iri dalam hati. Hal yang dilakukan Ian dengan mudahnya mendapat restu calon mertuanya, meski ia tahu bahwa Ian sudah dewasa, mapan, dan siap untuk menikah.
"Lebih ngenes nasib aku, Kak. Sudah kenal Nana lama tapi nggak pernah kencan berdua," ungkap Arjuna. Nada suaranya terdengar sedih.
"Ya udah, sana ajak Nana kencan!" suruh Ian enteng.
"Nggak segampang itu, Kak." Bahu Arjuna melemas. "Susah minta ijinnya ke Pak Imam, apalagi sama Kak Rara."
Tak hanya sekali atau dua kali Arjuna ingin pergi kencan dengan Nana. Pemuda itu sudah mendaftar berbagai macam hal yang akan ia lakukan bersama Nana jika mereka sungguhan berkencan.
Namun, hal tersebut nyatanya masih menjadi angan—atau mungkin akan terus menjadi angan bagi Arjuna.
Ian sendiri tahu bagaimana kedekatan Arjuna dan Nana. Semua orang juga tahu bahwa Arjuna menyukai Nana. Pasti tertekan sekali karena tak bisa berkencan sebab terhalang restu dan juga kehadiran Rara.
Bagi Ian, itu bukan merupakan hal yang rumit sebenarnya.
Saat sampai di depan rumah Nana, sebelum Arjuna pulang ke rumahnya, Ian berkeinginan untuk sedikit membantu pemuda itu.
"Kalau mau minta ijin ke Ayah, kamu bawa martabak juga bakal diijinin, Jun," kata Ian. "Terus, kalau kamu ada rencana mau ngajak Nana kencan, nanti kakak bantu urus Rara."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.