AMOREVOLOUS
( chapter 24 )
- 𝐍𝐚𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐨𝐥𝐚𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 -Selama beberapa hari orang tua Nana masih terus membujuk Nana agar mengubah keputusannya, namun itu tak meluluhkannya sama sekali.
Hingga kedua orang tua Anam datang ke rumahnya untuk menanyakan tanggal yang tepat untuk melamar Nana nanti.
"Terima kasih sudah datang jauh-jauh," sambut Imam dengan raut bahagianya.
Melihat itu Nana jadi takut mengecewakan ayah dan ibunya.
"Menengok calon besan, kok," celetuk ayah Anam langsung membuat semua orang di ruang tamu tertawa—kecuali Nana.
"Anam masih sibuk jadi nggak bisa ikut," kata ibu Anam, lalu menoleh ke Nana. "nggak papa kan, Aluna?"
Nana hanya bisa menarik senyum tipis. Ia sebenarnya memang tak mau bertemu Anam. Ia sedikit lega karena lelaki itu tidak ada di sini.
"Om, Tante, terima kasih sudah datang. Saya tahu pasti tujuan kalian datang kemari," ucap Nana.
Ibu Anam tersenyum ramah. "Nak, jangan terlalu formal gitu dong. Kami sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri."
Kembali, semua orang tertawa kecuali Nana. Akankah Nana berdosa jika merusak suka cita keluarga ini?
"Saya menghargai itu, Tante. Tapi ada yang ingin saya sampaikan."
Imam langsung menegang, begitu pun dengan Maya yang mulai siap siaga akan ucapan Nana setelah ini. Mereka benar-benar khawatir jika Nana mengungkapkan penolakannya.
Nana menatap orang tua Anam bergantian yang tengah menunggu hal yang ingin Nana ucapkan. Menarik napas pelan, Nana mulai bicara, "Mohon maaf sebesar-besarnya karena saya tidak bisa menerima lamaran Kak Anam."
Nana langsung tahu bagaimana reaksi orang tua Anam setelah ia mengatakan hal tersebut. Nana tak mau mengingat yang selanjutnya terjadi karena ia sudah berhasil mengecewakan semua orang.
Orang tua Anam memang masih bisa tersenyum meskipun bisa Nana lihat dengan jelas kekecewaan dan kemarahan yang disembunyikan. Semua itu karenanya. Suasana jadi canggung hingga keduanya pulang.
Dan Nana pastikan mereka tidak akan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.
Orang tuanya pun mendiaminya selama beberapa hari setelah acara itu. Mungkin Nana berdosa karena tidak menuruti permintaan kedua orang tuanya. Ia juga tahu pasti bagaimana ucapan para tetangga mengenainya. Karena itu Nana jadi tidak berani keluar rumah.
Bahkan Rara sendiri langsung menghampiri Nana di rumah dengan segala ketidakmengertian mengenai adiknya yang menolak lamaran Anam.
"Astaghfirullah hal adzim, Nana ... Kok bisa-bisanya kamu nolak Anam?"
Nana berdecak ketika kakaknya masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. "Udahlah nggak usah dibahas lagi," jawabnya.
Nana kembali fokus pada laptop dan buku-bukunya, membiarkan Rara berkacak pinggang sedangkan ia tengkurap di tempat tidur.
"Kalau kayak gini mah kamu bikin malu," kata Rara langsung menusuk hati Nana. "Kenapa ditolak sih? Dia kurang apa?"
"Dia terlalu sempurna buat aku."
Rara benar-benar tidak paham pemikiran Nana. Anam sudah sabar untuk menunggunya tapi hanya dengan waktu semalam, Nana merusak segalanya.
"Dulu pas aku dilamar Ian juga mikir kalo dia terlalu lembut dan baik buat aku yang kasar gini. Tapi aku terima aja dan sekarang aku bisa sedikit lembut ke orang lain. Mungkin kalau kamu sama Anam, dia bisa ngajarin kamu jadi lebih baik."
"Kak!" Nana menginterupsi cepat, dia menatap kakaknya. "Aku udah nolak dia! Jadi nggak usah bilang kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi; mungkin dia ini, mungkin aku bakal gini ... karena itu nggak akan pernah terjadi, aku nggak akan nikah sama dia."
Nana menatap marah pada kakaknya itu. Nadanya meninggi, "Aku tahu aku egois. Aku udah bikin kalian malu, banyak yang ngomongin aku, Ayah sama Bunda juga sampai sekarang nggak mau ngomong sama aku, kamu juga jadi ditanyain macam-macam sama orang tentang aku. Ini salah aku, tapi mau gimana lagi?"
Nana mengusap air matanya yang keluar tanpa bisa ditahan lagi. Tak ingin terlibat percakapan lagi dengan apa pun yang berkaitan dengan Anam atau dengan segala kesalahannya, Nana melanjutkan tugasnya meski air matanya keluar lagi.
Nana tahu kesalahannya, ia sudah membuat malu keluarganya, membuat berbagai macam omongan orang-orang pada keluarganya dan dirinya sediri, membuat semua orang kesal terhadapnya. Kedua orang tuanya juga masih belum ingin bicara dengannya.
Nana sudah pusing dengan skripsinya, apalagi ditambah dengan masalah seperti ini.
Melihat keadaan di rumah, Nana jadi memilih kembali ke kostnya saja dan fokus pada pendidikan akhirnya. Hanya itu yang bisa ia lakukan.
Sesuai keinginannya nanti ia harus menyelesaikan kuliahnya dan mencari pekerjaan yang tepat.
"Mau tambah uang saku, Na?" tanya ibunya yang Nana tahu hanya basa-basi semata ketika ia akan berangkat.
Nana hanya menggeleng.
Orang tuanya jelas mengkhawatirkan keadaan Nana sebenarnya. Apalagi setelah mendengar keluhan Nana saat bersama Rara. Seharusnya di keadaan seperti itu, mereka seharusnya memberi Nana semangat, bukan malah mendiaminya karena kecewa.
Nana segera masuk ke mobil, namun sebelum itu, ia sempat bertemu pandang dengan Arjuna yang baru keluar dari garasi rumah sambil mendorong vespa merahnya.
Arjuna hanya diam menatapnya. Memang apa lagi yang akan dilakukan?
Saat Nana pertama kali akan pergi, Arjuna sempat memeluknya. Tapi sekarang, membayangkan hal itu terjadi pun sangat tidak mungkin. Nana masuk ke dalam mobil, lantas berpikir bahwa ia harus mulai melupakan perasaannya pada Arjuna mulai sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOREVOLOUS
FanfictionNamanya Arjuna Zefriano dan dia mengincar anak tetangga yang pemalu.