Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ouh, Gita anaknya Erna itu?"
Rara mengangguk menjawabi pertanyaan bunda. Semua keluarga Nana duduk di teras setelah pertandingan voli selesai. Kabar kecelakaan Arjuna langsung banyak yang mengetahui.
Kecelakaan dalam permainan voli memang sudah biasa, tapi tak pernah separah yang Arjuna alami tadi.
Langit mulai menggelap dan Nana tak tahu apakah Arjuna sudah pulang atau belum. Tim Arjuna kalah, jadi mereka harus kembali bertanding dengan tim yang kalah lainnya.
"Tapi kayaknya cuma mimisan doang," tambah Ian. Pendarahan Gita terlihat tak terlalu parah baginya.
"Bisa aja hidungnya patah, 'kan," sahut Rara.
Ian memperingatkan, "Jangan gitu."
"Terus Arjuna gimana?" tanya bunda.
Rara mengendik ke arah Nana. "Tanya Nana tuh."
Nana yang sendari tadi menunduk diam sambil memainkan kuku jari langsung tersentak. "Kok aku?" Dia mendongak menatap keluarganya yang tengah menatapnya penasaran. Dia pun menggeleng sekenanya. "Aku nggak tahu."
Sebenarnya Nana menghawatirkan Arjuna. Pemuda itu tak terlihat sama sekali malam ini. Pagar yang biasa Arjuna duduki pun sekarang kosong.
Arjuna pasti sibuk mengurus Gita, ia pemuda yang bertanggung jawab memang. Arjuna pasti tak akan membiarkan Gita begitu saja.
Hampir dua hari Nana tak melihat Arjuna. Gadis itu hanya mendapati Tante Ayu yang kadang menyapu halaman di sore hari. Nana ingin bertanya mengenai Arjuna, tapi ia tak mau mengganggu.
Arjuna yang biasanya mengirim pesan berupa stiker aneh padanya pun kini tak ada lagi. Nana merasa kesepian tiba-tiba. Dua hari tak melihat dan mendengar suara Arjuna terasa aneh sekali.
Meski begitu Nana tetap menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Arjuna mungkin ada kesibukan lain dan Nana juga tak memiliki hak ikut campur urusan pemuda itu.