Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kamu tuh naik vespa ngelamunin apa, sih, sampai tabrakan gini?"
Ayu geram. Jika tak ingat Arjuna baru kecelakaan, ia sudah pasti akan menjewer dua telinga anaknya itu.
Di hari-hari biasa, Arjuna memang sering terlihat melamun sambil senyum-senyum sendiri, jadi jangan salahkan bila maminya berpikiran kalau pemuda itu kecelakaan sebab berkendara sambil melamun.
Arjuna menjawab enteng, "Ngelamunin masa depan sama Nana lah, memangnya apa lagi?"
"Ya Allah ... punya bujang satu gini amat." Ayu mencubit pinggang Arjuna yang tertidur di kasurnya.
Arjuna mengaduh sambil meringis merasakan cubitan maminya. Luka di kaki dan tangan Arjuna belum sembuh, tapi maminya malah memperlakukannya seperti ini ketika dia sampai rumah.
"Sudahlah, Mi, biarin Arjuna istirahat," celetuk Edi.
Arjuna menyetujui perkataan papinya itu. "Nah, cocok!"
"Servis vespa pake uang sendiri, Jun!"
Arjuna langsung lemes ketika mendengar itu. "Yah ... Papi ...," rengeknya.
Nasib ... nasib ....
Orang tuanya pun keluar dari kamar Arjuna untuk membiarkan pemuda itu istirahat. Tapi nyatanya Arjuna tak bisa istirahat sekarang, tubuhnya sakit, dompetnya pun ikut sakit karena harus membayar servis vespa merahnya nanti.
Arjuna meringis sambil memegangi sikunya yang lecet. Tak ada luka fatal antara dirinya dan lelaki yang menabraknya juga. Lelaki itu untungnya baik hati, tak ingin pula memperpanjang masalah ini. Mereka sama sekali tak menyalahkan satu sama lain untuk kejadian ini.
Arjuna bersyukur kecelakaannya tak terlalu parah sehingga ia bisa pilang dari puskesms sore ini. Arjuna masih hidup sekarang, tak kurang apa pun, hanya lecet-lecet biasa di siku dan lututnya.
Tapi vespanya hancur. Arjuna ingin menangis rasanya. Vespa itu sudah menemaninya selama hampir tiga tahun. Arjuna sudah berjanji akan merawatnya seperti istri sendiri, lalu sekarang ia tak tahu bagaimana keadaan vespanya itu.