10

69.6K 3.8K 28
                                    


Devan bawa aku ke restoran bebek yang menurutku standart. Aku pikir dia mau bawa aku ke restoran mewah. Ternyata enggak. Mungkin karena dia memang mau traktir aku terus dia bawa aku kesini supaya dompet di gak terkuras. Kalau memang iya, betapa pelitnya laki-laki ini.

"Woi, lo mau pesan apa?"

"Samain kayak lo aja deh." Jawabku santai. Aku juga bingung mau pesan apa sebenarnya.

"Lo kenapa sih daritadi ngeliatin gue kayak gitu?" Devan mulai sadar daritadi aku liatin.

"Gue aneh aja. Kok lo tumben ngajak gue makan siang. Enggak deng, dari waktu terakhir kita ketemu lo juga baik banget ngajakin gue ngobrol. Kesambet setan apa?"

Devan mulai menatapku tajam. "Gue cuma nurutin apa yang disuruh Bunda. Bunda suruh gue buat bersikap baik sama lo. Biar gimana pun Bunda udah anggap lo kayak anak sendiri. Jelas?"

Perasaanku kembali kalut. Aku pikir dia akan bilang 'Gue tertarik sama lo, Mit'. Tapi ternyata dia baik karena disuruh Bunda. Ya, cukup jelas Dev.

Pembicaraan berakhir. Aku memutuskan gak mau angkat bicara lagi. Aku pun gak mau ngeliat mukanya lagi. Semakin sering ku pandangi, maka semakin dalam rasa ketertarikanku sama dia. Dan itu juga semakin nambah sakit hati aku.

Aku harus selalu ingat, dia bad boy. Hidupnya gak menentu. Bahkan disaat udah punya anak pun dia gak berubah. Tetap Devan yang playboy, suka one night stand, dan gak suka adanya komitmen. Menaruh hati sama dia sama aja masuk ke kandang macan.

Memang beneran deh, sampai makanan habis kami gak ada bicara lagi. Dia langsung bayar dan ngajak pulang.

"Kita ke apartemen gue sebentar ya." Ucapnya sambil mengemudikan mobilnya.

Aku mendelikkan mataku. "Ngapain?"

"Ada yang perlu gue ambil."

"Bisa kali anter gue balik dulu ke kantor."

Devan mengerutkan dahinya, kayak lagi kaget. "Lo mau ngerepotin gue. Apartemen gue satu arah dari sini. Lo mau gue muter-muter, gitu?"

"Yaudah, iya. Gak usah sampai panjang lebar gitu." Aku ngalah. Padahal tadi cuma iseng. Gak nyangka dia jawabnya cerewet banget.

Memang benar apartemennya gak jauh dari kantor. Devan memarkirkan mobilnya di basement. Awalnya aku mau nunggu aja di mobil. Tapi kemudian dia ngajak aku buat ikut  ke atas dan aku gak nolak. Sampai di depan pintu ada hal yang baru ku sadari.

Ini apartemen pria dewasa. Jebakan betmen! Kurasakan bulu kudukku mulai berdiri. Aku harus bersiap-siap mengeluarkan jurus bela diri yang ku pelajari dulu di SMP apabila Devan mulai mengeluarkan aksinya.

Mama, maafkan aku jika aku ternodai. Doaku dalam hati.

"Masuk." Kata Devan. Dengan jantung berdetak kencang aku memasuki apartemennya. Mataku mengitari setiap sudut apartemennya. Apartemen yang memang kurasa didesain khas laki banget.

"Lo mau minum apa?"

Aku teringat kejadian yang ada sinetron pada umumnya. Jika pria menawarkan minuman pada wanita, bisa aja itu minuman udah dikasi obat tidur. Terus diperkaus deh. Amit amit ya Alloh.

"Enggak deh. Gue gak haus." Jawabku tegas.

"Ya udah." Katanya santai dan ninggalin aku.

Aku duduk di sofa ruang tamu. Meskipun Devan gak ada menunjukkan tanda-tanda kemesumannya, tapi aku masih keringat dingin. Gak lama, Devan datang dan duduk di sofa yang sama denganku.

"Gue gak akan macem-macem kok. Lo santai aja." Ujarnya sambil tersenyum miring ke arahku. Aku cukup kaget mendengar ucapannya. Gak kusangka dia bisa baca pikiranku.

"Apaan? Gue santai banget kok. Malah rasanya gue pengen tiduran disini." Kataku berusaha menghilangkan rasa grogi.

Devan tersenyum lagi. "Masa sih? Lo gak takut gue apa-apain? By the way  disini kedap suara loh." Suaranya sekarang terdengar sangat mesum di telingaku.

"Apaan sih? Lo pikir gue cewek murahan? Gue tuh cuma mau ngelakuin itu sama suami gue! Inget itu!" Aku meninggikan nada suaraku. Biarin, kan katanya kedap suara.

Devan bergeming dan tidak membalas ucapanku. Dia melihatku dengan tatapan bingung. Aku jadi ikut bingung. Ada yang salah dengan ucapanku?

"Kenapa?" Tanyaku masih dengan nada yang tinggi.

"Lo masih virgin, Mit?" Devan bertanya sambil memasang wajah tak berdosa. Berbanding lurus dengan pertanyaannya cukup kurang ajar.

"Ya iyalah. Salah rupanya?"

Devan menggeleng. "Gak salah. Cuma setau gue temen-temen lo udah pada gak virgin, dan kehidupannya hampir gak ada baik-baiknya. Makanya gue kira lo juga sama."

Aku membelakkan mataku. "Dev.."

"Apa?" Tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

"Lo tau darimana tentang temen-temen gue?"

Devan kayak kaget mendengar pertanyaanku. Tapi gak lama dia kembali bersikap tenang. "Katya yang kasi tau gue."

Oh..

"Devan, kayaknya Katya gak pernah deh tau soal temen-temen gue yang gak virgin." Kataku bernada dingin. Aku tau dia memang pernah tidur dengan temanku, Talia. Tapi kata Talia mereka tidak saling kenal, mereka hanya one night stand. Jadi gak mungkin Devan tau Talia itu temanku.

"Udah jam segini. Kita harus balik ke kantor sekarang." Ujarnya sambil bangkit dari duduknya.

"Dev.. jawab dulu." Aku berusaha menuntut jawabannya. Dia gak boleh mengalihkan pembicaraan gitu aja.

Devan tampak menghela nafas panjang dan membalikkan badannya. "Mita, percaya gak percaya, kehidupan kita banyak di lingkaran yang sama. Lo ada di keluarga gue dan lo satu kantor sama gue. Bahkan gue sering gak sengaja ketemu lo di club atau bar, meskipun lo gak ngeliat gue. Jadi wajar kan, secara tidak langsung gue tau tentang lo."

Aku mencerna kata demi kata yang dia katakan. Cukup rasional memang.

"Dev, berarti lo juga tau Talia? Talia temen gue?" Pertanyaan yang tiba-tiba terbesit di benakku.

Devan tersenyum tipis. "Ya, gue tau."

Entah kenapa jawaban Devan kali ini cukup menyakitkan hatiku. Dia tau Talia itu temanku. Tapi dia tetap melakukan seks dengannya. Talia pernah bilang "Dua orang dewasa biasa melakukannya, bukan?". Ya, aku tau itu. Tapi aku bukan penganut hal semacam itu. Jangan-jangan dia memang naksir Talia. Tuh kan jadi galau.






***



Sorry ya kalo ada typo dan mengecewakan. Author lagi blank soalnya hehe. Peace!
Jangan lupa vote & coment kalo bisa ;))






Hold Me CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang