28

65.1K 3.7K 135
                                    

Langsung aja ini partnya Devan sesuai kataku kemarin.

  
  
***
 
 
 
Aku merenggangkan leherku begitu masuk ke dalam kamar hotel. Gak kusangka kalau klienku satu ini begitu merepotkanku. Memang ini masih sore, tapi hampir selama tadi juga pria tua tadi terus mengoceh bahkan ocehannya di luar dari pembahasan kerja.

Handphoneku berdering, tanpa melihat namanya aku langsung mengangkat telponnya. "Halo." Kataku malas.

"Halo, Pak?" Jawab orang disana. Aku mengerutkan dahiku. Oh, ternyata anak buahku.

"Iya, ada apa? Bukannya disana masih pagi."

"Memang. Tapi justri disitulah permasalahannya..." Suaranya menggantung dan terdengar bingung. Perasaanku pun mendadak gak tenang.

"Kami hampir lengah tadinya, tapi untung aja kami bisa sempat mengejar." dia menghela napas, "Dia keluar dari apartemennya sambil bawa koper besar. Kami terus mengikuti kemana tujuannya dan ternyata bandara."

Aku terdiam sejenak. Entah kenapa dari awal aku memang merasa gak tenang pergi meninggalkan Mita sendirian. Maka dari itu aku sengaja menyuruh anak buahku mengikuti kegiatan dia selama aku pergi. Dan ternyata dugaanku benar. Tapi yang buat aku kesal untuk apa juga dia sampai minggat? Umurnya aja yang sudah dewasa tapi kelakuan masih labil.

"Bapak masih dengar saya, kan?"

"Tolong ikutin dia sampai ke tujuannya!" Kataku panik. Pikiranku pun mendadak blank.

"Tapi kami lihat tujuannya ke Semarang, Pak."

"Ikutin dia, saya mohon." Untuk pertama kalinya aku memohon pada bawahanku.

"Baik, Pak."

"Tapi tunggu." Ujarku sebelum dia menutup telponnya. "Apa motif dia sampai pergi mendadak begini?"

"Kami kurang tau soal itu. Tapi kira-kira sejam sebelum dia pergi, adik bapak sempat berkunjung ke apartemennya. Dilihat dari ekspresinya, sepertinya mereka habis bertengkar."

Aku gak heran lagi kalau Katya penyebab semua ini. Karena dari awal aku tau siapa-siapa aja yang menyerang Mita. Dimulai dari Valerie, Dion, sampai gosip-gosip yang menyebar di kantor. Aku tau semuanya. Tapi aku sengaja bersikap tenang karena kupikir Mita perempuan yang cukup kuat menghadapi para pengganggu itu. Dan dari yang kuamati selama ini memang benar dia bisa menghadapinya. Tapi kalau giliran Katya yang sudah ikut turun tangan, aku gak bisa tebak bagaimana kelanjutannya.

"Ya sudah, terima kasih." Jawabku kemudian menutup telponnya.

Aku mengepal kedua tanganku. Seandainya aja Dion yang jadi penyebab semua ini, sudah pasti aku menghajarnya habis-habisan. Tapi kenyataannya adikku sendirilah sumber utamanya. Sejujurnya aku emosi berat, tapi disisi lain aku juga bingung harus bersikap bagaimana buat menghadapi anak itu.

Aku sama sekali gak menikmati perjalanan bisnisku. Tapi aku harus melanjutkan pekerjaanku walaupun pikiranku merasa terbebani dan sangat butuh istirahat. Aku pun makin gak sabar untuk pulang dan segera menyelesaikan masalahku ini.

Sesuai jadwal, aku kembali setelah seminggu tersiksa di Washington. Tapi sebelum itu, aku harus transit ke Singapura dulu. Kebetulan Gavin menghabiskan waktu weekend kali ini bersama ibunya. Jadi kemungkinan waktu yang tepat untuk aku selesaikan semua masalah sialan ini.

Sampai di bandara, aku langsung menuju ke apartemen dimana Valerie tinggal tanpa perlu menghubunginya dulu. Sebelum menekan bel, aku mengatur nafasku dulu. Sejujurnya aku benar-benar emosi sekarang. Tapi terpaksa aku harus mengontrolnya karena aku gak mau kami bertengkar di depan Gavin.

Hold Me CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang