22

66.8K 3.4K 34
                                    

Neh aku update setelah sebulan lebih susah cari waktu buat nulis. Dan kemungkinan sebagian readers udah pada lupa cerita ini wkwkw. Tapi gapapa deh. Yang penting aku update.

Dan sekedar bilang kalau komen jangan ngomong lanjut aja dong. Kasih saran gitu kek. Pusing aku dituntut lanjut aja.

Enjoy guys.

***

Aku mengucek kedua mataku dan merasakan ada sebuah tangan yang lagi melingkar kuat di perutku. Ini nyata, ini tangan Devan. Aku ingat semalam sehabis makan malam kami duduk di sofa ruang tengah, menonton film yang kurasa kami berdua pun tak tau apa cerita filmnya karena kami terlalu banyak mengobrol kemudian bertengkar. Tapi kali ini sudah beda karena pertengkaran kami semalam diselingi ciuman-ciuman kecil yang tentu aja Devan yang memulainya duluan. Dasar duda genit.

Dan soal rencana kami yang tidur di kamar masing-masing itu cuma wacana. Karena pada akhirnya kami malah ketiduran di sofa yang sebenarnya sempit untuk kami berdua. Tapi kenapa kami bisa tidur nyenyak di posisi begini ya?

Mungkin karena inilah rasanya kasmaran yang rasanya sudah bertahun-tahun gak pernah kurasakan. Dan ini untuk pertama kalinya aku berani mengambil resiko sebesar ini cuma karena cinta. Baik resiko pada Katya maupun resiko pada perasaanku sendiri. Ya, cuma karena cinta. Mita hebat kan?

Aku menggeser tangan Devan yang lumayan berat ini secara kasar. Dan baru kusadari ternyata dia sudah bangun daritadi.

"Kamu udah bangun kok malah gak bangunin aku? Kita harus ke kantor." Kataku masih berusaha menggeser tangannya. "Lagian ini tangan juga berat banget. Awas!" Kali ini aku mencubit tangannya.

"Jarang-jarang kita begini, sayang. Lagipula bolos sehari di kantor juga gak apa-apa kok. Entar aku yang urus kerjaan kita hari ini." Ujarnya santai.

"Seenak jidatmu aja bilang bolos sehari gak apa-apa. Entar gaji aku kepotong siapa yang mau tanggung jawab."

Devan mengerutkan dahinya dan menatapku heran. "Kan aku yang gaji kamu. Lagipula sejak kapan aku potong gaji kamu? Waktu kemarin yang kamu gak datang kerja berhari-hari aja tetep aku gaji full kok."

Iya juga ya. Kok aku bego banget sih.

"Tapi ya... tetep aja. Apa kata Ayah nanti kalau aku gak kerja? Tau sendiri kan dia masih suka ngecek perkembangan kantor-kantor dia." Alasanku coba buat takut-takutin dia.

"Ayah udah pensiun sama kerjaan." Jawabnya singkat. "Udah jangan banyak alasan lagi. Mending kita tidur lagi."

Aku kehabisan akal. "Nggak. Aku mau pulang. Aku tetep mau kerja."

Merasa gak kuat lagi, aku menggelindingkan badanku jatuh ke bawah sofa. Meskipun kepalaku membentur ujung meja, tapi yang penting aku udah bebas dari pelukan setan itu. Merinding juga lama-lama deketan sama dia.

Aku langsung bangkit untuk mandi. Walaupun kesannya jorok harus pake setelan kantor kemarin, tapi setidaknya aku tetap mandi. Aku pun terbang menuju kamar mandi tamu. Sebenarnya agak nyesek sih mandi di kamar mandi tamu ini karena semua alat mandi kayak sabun, sampo, bahkan ada lulur -yang aku yakini itu semua punya Valerie. Tapi apa boleh buat. Aku bukan perempuan naif yang bisa berpura-pura gak tau soal hubungan mereka. Dan hubunganku dengan Devan juga belum bisa dibilang pantas untuk bisa mengultimatum hidupnya. Yang jelas aku masih bisa bernafas lega karena setidaknya mereka gak satu kamar mandi.

Begitu selesai semuanya aku keluar kamar dan lumayan kaget ngeliat Devan yang juga sudah siap sama setelan kerjanya.

"Katanya mau bolos." Ejekku.

"Habisnya kamu kerja, ya aku terpaksa ikutan juga."

Kami sarapan seadanya. Berhubung aku harus balik dulu ke apartemenku buat ganti pakaian, jadi gak memungkinkan buat aku untuk masak. Jadi kami cuma makan sandwich. Oke, mungkin Devan biasa sarapan pake makan makanan begituan secara dia pernah tinggal di luar negeri. Dan kalian boleh bilang aku kampungan karena buat aku, belum nendang kalau belum kena nasi hehe.

Hold Me CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang