Finally after hectic weeks attacked me, i'm back. Dan setelah aku survey, aku lihat ini reader lebih seneng pas POVnya devan. Heran dah, padahal ini cerita kan tokoh utamanya Mita *lol
Dan yg sibuk minta update di part kemarin, serius, ane baru selesai uas! Dimana rasa pengertian kali hah!!! Dimana?! Dimana?!?!?!
Sorry sorry author mendadak histeris.So this is it, balik ke POVnya Mita. Devan ga boleh banyak banyak entar jadi gak terkesan cool lagi tuh si om.
P.S: Author males ngedit. Author memang pemalas.
****
Devan membanting pintu yang ada dibelakangnya. Raut mukanya pun gak ada manisnya sama sekali, atau lebih tepatnya kelihatan capek. Keadaan rambut dan bajunya sama-sama berantakan. Sebenarnya dia habis ngapain sih sampai penampilannya sejelek ini? Dimana sikap apresiasinya dalam menghadapi wanita?"Jangan pasang tampang bodoh!" Bentaknya.
"Suka-suka aku dong. Yang punya muka aku kok kamu yang ngatur."
"Jangan sombong!" Bentak dia lagi. "Kamu tau, rasanya aku pengen banget cekik leher kamu sekarang juga."
"Oh, aku juga pengen banget mukul kepala kamu pake besi." Jawabku gak mau kalah.
Dia terlihat emosi dengan sorot mata pembunuhnya. Aku menatapnya sambil menunggu ucapan sadis apalagi yang keluar dari mulutnya. Tapi dalam hitungan sekian detik pun masih belum ada jawaban.
Jujur aja, aku ketakutan sekarang ini. Walaupun selama ini aku gak pernah menunjukkan rasa takutku di hadapan Devan, tapi gimana enggak, Aku memang salah. Aku kabur tiba-tiba tanpa kabar. Hal wajar kalau Devan marah dan gak mau ngejar aku ke Semarang karena sikapku yang kekanakan ini.
Devan menghela nafas panjang. "Sebenarnya aku udah tau semuanya. Tapi aku pengen dengar langsung dari kamu. Kemana aja kamu selama ini?" Suaranya jauh lebih tenang.
"Ke rumah orang tuaku."
"Kenapa gak bilang?" Suara dan tatapannya makin melembut.
"Gak sempat."
"Terus kenapa harus mutusin contact ke aku? Oh, ke Katya juga." Dia sedikit menyunggingkan senyumnya saat dia sebut nama Katya. "Cepat atau lambat semua orang pasti tau kan." Lanjutnya lagi.
"Aku rasa kita gak perlu lanjutin hubungan kita, Dev." Kataku serius. Tapi dia malah tertawa dan itu membuatku sedikit tersinggung.
"Atas alasan bodoh apa? Karena Katya? Segitu pentingnya dia?"
"Dia adik kamu sekaligus sahabatku. Dia gak suka sama hubungan kita dan itu sama sekali buat aku gak nyaman kalau kita tetap lanjutin semua ini." Aku berusaha keras menahan air mataku. Dia gak boleh tau betapa cengengnya aku ini. "Jadi mulai sekarang, please, jangan ganggu aku lagi."
Dia bersandar di dinding sambil mengusap-usap hidungnya, menutupi senyuman menjijikannya itu. Matanya memandangku geli seolah aku ini lelucon. Rupanya omonganku tadi gak memberi pengaruh apapun di otaknya. Aku benar-benar benci sikapnya ini.
"Dia anak yang keras kepala yang berlagak sok tau soal hubungan orang lain." Dia memukul kepalaku pelan. "Dia bilang kamu sahabatnya, tapi perasaan kamu sendiri aja dia gak bisa ngerti. Itu yang dibilang sahabat?" Sekarang dia mendekati bibirnya ke telingaku. "Kamu bodoh dan itu salah." Bisiknya.
Aku mengerutkan dahiku. "Stop hakimin aku seakan-akan disini cuma aku yang salah! Semua ini gak akan terjadi kalau kamu terbuka sama aku. Dan ya, aku memang bodoh. Bodoh karena mau berhubungan sama manusia brengsek kayak kamu." Aku menunjuk wajahnya, "Aku gak kenal siapa kamu, kenapa kamu bisa berbuat sejahat itu, atau kenapa keluargamu benci sama kamu, aku gak pernah tau alasannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Closer
RomanceAku cuma perempuan biasa yang gak begitu terburu-buru dengan masalah cinta. Sampai akhirnya atau lebih tepat sialnya aku bertemu dengan Devan. Pria yang dingin, kasar, dan sinis. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Devan adalah pria dengan selera yang...