Hai.
Sorry lama update.
Dan sorry juga di part ini aku agak susah ngeditnya, jadi kalo bahasanya gak nyambung atau berantakan ya harap maklum ajalah.Dan aku sengaja buat part ini dikit. Jadi jangan protes ya.
****
Aku membuka pintu dan melangkah masuk ke apartemenku secara pelan-pelan kayak pencuri. Aku menghembuskan nafas lega begitu melihat keadaan di ruang tamu yang aman. Aku pun melanjutkan langkahku berjalan menuju kamarku dan sejauh ini masih belum ada tanda-tanda kemunculan Firny."Mita! Mata lo kenapa?!" Firny muncul dari arah dapur dan berteriak yang sontak membuatku kaget. Kemudian dia berlari mendekatiku. "Apa yang buat lo nangis? Cerita ke gue sekarang!"
"Hmm ketahuan juga ya? Padahal gue sengaja nunggu 2 jam di bawah biar gak ketahuan sama lo." Aku nyengir terpaksa.
"Jadi selama 2 jam lo nangis dibawah? Astaga, cerita sekarang!" Desak Firny lagi.
Aku mendesah. "Jadi gini, gue tadi ke kantor kan? Ya udah deh, gue kayak flashback gitu teringat kisah cinta gue sama Devan dulu. Cuma gitu doang kok." Jawabku santai.
"Bohong!" Teriak dia lagi. "Sejak kapan lo jadi secengeng ini cuma gara-gara kebayang masa lalu. Lo pasti ketemu dia kan?"
Tebakan Firny memang tepat kena sasaran. Tapi gak mungkin juga aku ceritain yang sebenarnya. Yang ada dia nanti pasti ngelabrak Devan habis-habisan. Aku gak bisa membayangkan kalau itu benar-benar terjadi.
"Dia udah naik jabatan Fir, jadi otomatis gak sembarangan orang bisa ketemu dia. Apalagi tadi kan gue buru-buru, mana sempat ketemu dia." Aku menatap matanya lembut kemudian langsung berjalan ke kamarku. Aku yakin dia masih mau bertanya lebih banyak lagi. Tapi saat ini otakku masih terasa buntu buat berpikir apa lagi yang harus aku karang.
Firny pun minta izin pulang setelah satu jam aku menyendiri di kamar. Untung aja aku sudah bisa mengontrol emosiku. Mataku juga gak sembab lagi membuat kecurigaan Firny mereda.
Kejadian tadi siang masih terus berputar di pikiranku dan setiap kali mengingatnya hatiku terasa sakit. Sakit ketika bertemu dengan sorot matanya yang dingin. Sakit ketika mengetahui kalau dia baik-baik aja tanpa aku bahkan melupakanku. Aku frustasi, menuruti perasaan itu sama aja menuntun ke arah pembodohan. Aku terlalu naif. Seharusnya dari dulu aku sadar kalau dia memang gak tulus dengan perasaannya waktu itu.
Selama tiga hari aku mengurung diri di apartemenku yang seisi ruangannya hampir kosong. Selama itu juga aku memesan makanan dari luar sambil mengecek lowongan kerja di Semarang melalui internet. Aku cukup sadar diri kalau aku ini bukan termasuk orang yang pintar, jadi aku gak mengharapkan bisa mendapat pekerjaan yang gajinya setara dengan gaji lamaku. Intinya, aku cuma butuh pekerjaan yang layak dan bisa membuatku cukup sibuk untuk melupakan pahitnya hidup disini.
Aku juga gak berharap apapun dari Devan. Mungkin kejadian kemarin bisa membuka sedikit peluang bahwa saat ini dia tau keberadaanku. Tapi sekali lagi, aku gak berharap apapun. Toh buktinya sudah tiga hari aku disini dan gak ada sekalipun aku melihat tanda-tanda keberadaannya. Begitu juga dengan Katya. Semakin hari aku semakin sadar kalau aku harus belajar merelakan semuanya. Dulu aku pikir aku akan mati kalau Katya pergi dari hidupku. Tapi lihat, aku masih hidup bahkan sehat-sehat aja. Mungkin semua ini sudah jadi takdir kami. Jadi gak ada yang perlu disesali.
Keesokan harinya Mama menyusulku ke Jakarta. Dia datang untuk membantu menjual apartemenku karena sebenarnya aku kurang pintar soal jual beli. Tapi yang sialnya adikku juga ikutan nyusul kesini. Jadi hasilnya ya begini, kami bertengkar pagi-siang-malam.
"Sampai disini perasaan Mama kok balik ada yang aneh ya?" Ujar Mama di sela-sela makan malam kami di salah satu restoran bintang lima yang lokasinya dekat apartemenku. Aku sengaja mentraktir Mama dan Tia di tempat ini hitung-hitung balas dendam karena belakangan makan junk food melulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Closer
RomanceAku cuma perempuan biasa yang gak begitu terburu-buru dengan masalah cinta. Sampai akhirnya atau lebih tepat sialnya aku bertemu dengan Devan. Pria yang dingin, kasar, dan sinis. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Devan adalah pria dengan selera yang...