Aku menunggu di basemant dimana Devan menyuruhku menunggunya disini. Sekitar 15 menit, barulah dia datang dengan setelan gak serapi pagi tadi. Kancing atas dibuka, dasi juga udah terlihat longgar, dan bagian tangannya digulung sampai siku.
"Udah lama nunggu?" Tanya Devan saat melihatku.
"15 menitan lah."
Devan cuma mengangguk. Aku mengikutinya sampai ke mobilnya. Sampai di perjalanan pun kami juga saling diam.
Apa sih yang aku harapkan? Devan buka pembicaraan? Never in a million years.
"Dev, emangnya udah berapa cewek sih lo bawa ke apartemen lo? Sampe Katya marah-marah gitu." Kataku mencoba membuka pembicaraan. Sebenarnya aku juga bingung kenapa pertanyaan ini yang aku lontarkan buat buka pembicaraan.
Devan tertawa kecil. "Waktu di Sydney sih lumayan. Tapi buat apartemen yang disini, baru lo cewek pertama."
Cih, pasti dia bohong.
"Serius Mit, cuma lo cewek yang gue bawa ke apartemen gue." Ujarnya lagi. "Gue emang suka bawa cewek ke apartemen gue, makanya itu Katya marah. Tapi semenjak di Jakarta, terlebihnya setelah kenal seseorang, gue kehilangan selera buat ngelakuin kebiasaan itu."
"Kenal seseorang?" Ucapku tanpa sadar.
"Lo mau tau juga siapa seseorang itu?" Tanya Devan. Namun aku langsung menggelengkan kepalaku. Aku gak mau tau siapa pun seseorang yang dia maksud itu. Nanti aku makin sakit hati.
"Oh iya ngomong-ngomong mobil gue dibawa kemana ya?" Tanyaku yang tiba-tiba teringat mobilku sekaligus mengalihkan pembicaraan tadi.
"Mobil lo udah dibawa orang suruhan gue ke apartemen lo. Gak usah khawatir."
Iya, aku memang gak khawatir soal itu. Yang sebenarnya aku khawatirkan adalah sebenarnya aku ini yang mau dibawa kemana? Ini jelas bukan jalan menuju apartemenku dan juga apartemen dia. Gak mungkin juga dia mau ngajak aku jalan-jalan. Tapi soal kekhawatiran ini kupendam. Aku lebih memilih diam menunggu jawaban kemana sebenarnya tujuan kami. Kalau ada tanda-tanda yang aneh baru deh aku sikat.
***
Sekitar setengah jam lebih perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah mall. Aku bisa bernafas lega karena syukurlah dia gak membawaku ke tempat yang aneh-aneh."Bentar lagi Gavin ulang tahun. Coba lo bantu gue pilih hadiah apa yang cocok buat dia." Kata Devan sambil menunjuk beberapa mainan buat anak-anak. Sejujurnya aku juga kurang mahir soal ini. Tapi setelah mengingat bahwa aku ini seorang wanita yang suatu saat akan menjadi seorang ibu, kayaknya aku harus bisa ngurusin hal kecil kayak gini.
Aku mengusap-usap daguku seraya mengingat apa aja yang aku ingat tentang Gavin. Waktu itu pernah sekali aku main bareng dia dan kemungkinan aku bisa menebak apa yang disukai Gavin.
"Gimana kalo miniatur super hero Marvel?" Ucapku ngasal.
"Oke."
"Eh.." Aku lumayan kaget pas Devan langsung mengiyakan usulanku yang asal-asalan tadi. Kok mau banget dia nurut, sedangkan kalo misalnya Gavin gak suka gimana? Ujung-ujungnya aku juga yang dimarahi kan.
"Kalo Gavin gak suka gimana?" Tanyaku cemas ke Devan.
Jangankan menjawab, menoleh ke arahku pun tidak. Devan balik nyebelin.
***
Gavin suka hadiah kamu. Dia juga suka hadiah dari aku yang kamu bantu pilih kemarin.Aku tersenyum lega membaca pesan What's App dari Devan. Memang setelah membantu Devan memilih kadonya, besoknya aku pergi sendiri ke mall buat beli kado. Kenapa aku gak sekalian bareng Devan aja? Karena memang gak mau aja bareng dia. Sifatnya balik dingin sis. Kesel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Closer
RomanceAku cuma perempuan biasa yang gak begitu terburu-buru dengan masalah cinta. Sampai akhirnya atau lebih tepat sialnya aku bertemu dengan Devan. Pria yang dingin, kasar, dan sinis. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Devan adalah pria dengan selera yang...