Delapan Belas

38 8 0
                                    

"Maksud papa?"

Gabrin dan Gabrel keluar kamar dan segera menahan keduanya. Takut-takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Gabrin memeluk mamanya dan menuntun untuk duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Gibran berdiri di hadapan Endra dengan raut tak terbaca.

"Udah, Gib." Gabrel mencoba menenangkan adiknya. Ia tahu sifat Gibran yang mudah terpancing emosi dapat menyebabkan keadaan makin runyam. Setelah papanya pergi keluar, Gabrel menuntun Gibran untuk duduk.

"Gibran udah sini, nak." Mega memanggil Gibran khawatir.

Gibran menetralkan emosinya sebelum menghampiri Mega. Gabrin inisiatif mengambil air minum. Ia membuatkan teh panas untuk abangnya dan mamanya. Sekali-kali berguna untuk keluarga, pikir Gabrin.

"Ini bang, minum dulu." Gabrel membantu Gibran untuk minum sedangkan Mega meletakkan teh tersebut ke meja.

"Beh, asin banget!" seru Gibran. Gabrin yang masih berdiri dengan antusias menatap mereka cengo.

"Maksudnya?" tanya Gabrin bingung.

"Ini lo cobain." Gabrin mencoba teh tersebut. Beberapa detik kemudian dirinya meringis. Jujurly, sekarang Gabrin malu.

"Mama mama mama! Jangan diminum ya, Gaga salah masukin garem bukan gula." Gabrin panik, ia mengambil teh tersebut dan membawanya ke dapur. Gibran dan Gabrel tertawa melihat ekspresi adiknya.

"Ma, Maksud papa tadi apa?"

"Ngga usah dipikirin. Papa kalian lagi capek, pikiran kemana-mana. Jadi nglantur ngomongnya."

Gabrel duduk di samping Gibran. "Mama gapapa? Tadi diapain sama papa?"

"Gapapa, tadi cuma ada salah paham. Kalau di dalam keluarga, hal begini itu wajar terjadi. Kalian gausah khawatir."

"Kok jadi mellow gini, gak cocok banget keluarga kita galau." Gabrin kembali dan langsung menyenderkan badannya ke sandaran sofa.

"Ga, itu celana emang masih muat? Ganti aja, gue beliin." Mereka menatap celana pendek kotak-kotak milik Gabrin.

"Ma, itu abang mulai mulu. Memancing kerusuhan." Gabrin menatap kesal Gibran.

"Bosen gue liatnya. Udah dijahit berapa kali tuh sama, Mama?"

"Bodo amat."

"Udah, kalian tidur udah malem. Bang Gabrel udah prepare?" Mega menatap anak sulungnya. Gabrel mengangguk dan mengajak kedua adiknya untuk kembali ke kamar.

Gabrel, Gibran, dan Gabrin merebahkan tubuhnya dengan posisi terlentang menghadap langit-langit kamar. Mereka menghela nafas bersamaan. Belum ada tanda-tanda akan menyelam ke alam mimpi. Ketiganya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Bang, perut gue kaya aneh gitu deh." Gabrin mengelus perutnya.

"Aneh gimana? Sakit?" tanya Gabrel.

"Bukan. Gue ngerasa perut gue gak rata."

"Coba liat." Gibran mengangkat kepalanya dengan siku kanan sebagai tumpuan dan menyingkap kaos Gabrin. "Kapan lo workout, Ga?"

Gabrel yang mendengar itu pun ikut bangkit dan melihat perut adik bungsunya tersebut. "Wih."

Ceklek, pintu kamar terbuka.

"Kalian ngapain?" Ketiganya terjingkat kaget.

"Mama, kalo masuk ketok pintu dulu. Ngagetin sukanya." Gabrin kembali merapikan kaosnya.

"Kenapa, ma?"

"Mama mau cek packingan kamu. Mana kopernya?"

"Itu, di samping lemari." Gabrel mengamati mamanya yang sedang membongkar koper miliknya.

Bro'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang