"Mamaku sayangku cintaku!!"
Gabrin berjalan menghampiri mamanya yang sedang melukis di taman belakang. Di tempat tersebut Mega sedang melukis gambar yang menurut Gabrin tidak jelas. Entahlah, dirinya tidak paham.
"Kenapa? Laper?" Mega menghentikan aktivitasnya. Ia melihat anaknya yang masih mengenakan seragam sekolah sedang duduk di kursi yang tadi ia duduki. Karena kanvasnya cukup besar, Mega harus berdiri dan ketika berdiri itulah, Gabrin menghempaskan pantatnya ke kursi tersebut.
"Engga. Tadi udah makan sama temen-temen." Mega melanjutkan kegiatannya.
"Kalau masih laper, mama masakin." Gabrin menggeleng, meskipun mamanya tidak bisa melihat karena sedang fokus mencoret-coret kanvas. Tangannya pun sudah penuh dengan cat warna warni.
"Abang belum pulang ya, ma?"
"Bang Gibran tadi izin sama mama pulang malem. Mau ngerjain tugas kelompok katanya. Oh iya, Bang Gibran lagi ada masalah apa, Ga? Kok akhir-akhir ini mama perhatiin abang banyak diem dan sering melamun. Apalagi waktu kalian pulang malem itu. Biasanya jail sana sini sekarang ngomong seadanya."
Gabrin tidak langsung menjawab. Ia juga tidak tahu pasti masalah abangnya, yang ia tahu hanya masalah Felix. Tapi masa hanya gara-gara hal tersebut seorang Gibran jadi galau.
"Abang kan orangnya emang ngga jelas, Ma." Megan menggeleng pelan. "Ma, punya kanvas lagi, gak?"
"Punya. Mau nyoba?" Gabrin mengangguk dan mengambil kanvas ke ruangan yang ditunjuk sang mama.
Di lain tempat, Gibran sedang bersama Geni. Mengelilingi mall mencari bahan untuk tugasnya. Banyak kantong plastik dan paperbag di tangan Gibran.
"Duduk dulu ya, Gib." Geni berlari kecil menuju sebuah bangku kosong. Ia menselonjorkan kakinya. Gibran hanya menggeleng dan mengikuti gadis tersebut.
"Capek?" Geni mengangguk. "Makan dulu, ya. Laper."
Gibran meletakkan semua bawaannya di sisi bangku. Satu menit telah berlalu, Gibran dan Geni masih istirahat tanpa obrolan. Pandangan Gibran tertuju pada sebuah toko baju. Bukan bajunya, namun sosok yang masuk ke toko baju tersebut. Gibran pamit sebentar ke Geni sebelum menghampiri orang itu.
"Lix!" Gibran menepuk bahu Felix. Felix yang melihat Gibran pun panik, berniat pergi namun segera Gibran tahan.
"Bisa bicara sebentar?" tanya Gibran dingin.
Keduanya duduk di bangku depan toko. Tidak jauh dari tempat Geni duduk. Gibran menatap Felix datar.
"Kenapa lo pergi dari rumah?" Tidak ada jawaban. "Lo gatau kan seberapa khawatir mama lo."
"Sorry gue belum bisa balikin duit, lo."
"Gue lagi gak bahas itu. Gue tanya kenapa lo kabur dari rumah?"
"Gue ngga kabur. Gue bakal pulang, tapi nanti."
"Terus kenapa lo bohong sama gue?"
"Sorry Gib, gue harus pergi. Gue janji bakal balikin duit lo." Felix bangkit dan pergi meninggalkan Gibran.
"Arghhh!! Fungsi gue apa sih Lix buat lo?!" Gibran kesal dengan dirinya sendiri.
Mengamati Gibran dari tempatnya duduk, Geni kemudian menghampirinya. Tanpa bertanya, Geni mengajak Gibran untuk ke tempat makan.
"Bawanya setengah-setengah. Ini kan tugas kelompok, masa kamu aja yang bawa." Gibran hanya mengangguk menanggapi. Dirinya sedang mencoba mengalihkan pikirannya dari Felix.
Menunggu makanan datang, Gibran mengetukkan jari telunjuknya ke meja menandakan ia sedang berfikir. Ketukan yang tadinya konsisten tiba-tiba berhenti saat bunyi perut Geni menembus telinga Gibran. Perempuan itu mengalihkan pandangannya menghindari tatapan tengil Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bro's
RandomKisah Perkumpulan Anak Download! ❕ © 2020 Meripuff All Rights Reserved ❕