Tiga

200 39 38
                                    

"Bangun!"

"Apa sih, Ma?" Ketiga bersaudara yang semalaman tidur di ruang tengah meracau tidak jelas.

"Mama mau ke tempat oma, kemungkinan pulangnya besok. Kalian kalau mau makan bikin sendiri, jangan terus-terusan jajan di luar!"

"Hmm," gumam ketiganya. Beberapa detik kemudian terdengar suara mobil keluar dari garasi menandakan mamanya sudah berangkat.

Posisi Gabrel, Gibran, dan Gabrin sudah seperti ayam tidak punya kandang. Gibran tidur di sofa dengan selimut menjuntai kebawah menutupi wajah Gabrin yang berada di bawahnya. Sedangkan Gabrel tidur dengan posisi kepala di bawah meja. Ini karena semalam mereka bermain game sampai dini hari. Gibran dan Gabrel yang memang sudah pro mampu mengalahkan Gabrin dan menjadikannya bual-bualan keduanya.

Dubrak!!!

"Anjing, pala gua sakit," teriak Gabrel saat kepalanya tidak sengaja menyundul sisi bawah meja.

"Emmm, siapa sih?" gumam Gabrin tanpa membuka kedua matanya.

Gabrel duduk dengan tangan menggaruk kepala belakangnya khas orang bangun tidur dengan mata masih terpejam. Mode mengumpulkan nyawa. Satu matanya memicing, melihat jam di dinding kemudian bangun menuju dapur.

Di keluarga mereka memang tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Bukan karena apa, hanya saja mamanya lebih suka mengurus rumah tangganya dengan kemampuannya sendiri tanpa melibatkan orang asing.

Tidak lama kemudian, Gibran yang merasa lapar pun bangun. Dengan menghempaskan selimut dan langsung ditangkis oleh Gabrin yang berada di bawahnya.

"Bang, mama tadi pergi ya?" tanya Gibran kepada kakaknya, Gabrel.

"Hem,"

Gabrel kembali merebahkan tubuhnya di sofa tempat Gibran tidur tadi. Gibran masuk ke kamar mandi sedangkan Gabrin beranjak untuk men-charger ponselnya. Gibran keluar dari kamar mandi dengan rambut sedikit basah.

"Gib, temen lo yang waktu itu masih buka service?"

"Gitar? Masih, tapi cuma nerima request an doang."

"Gue mau benerin senar yang klasik itu."

"Coba entar gue tanyain," ujar Gibran sambil merapikan ruang tengah yang sangat berantakan.

Ddrrt...ddrrtt...

"Halo. Gimana, Pa?" Gabrel mengerutkan dahi sebelum berjalan menuju kamarnya. Gibran tidak peduli, palingan urusan bisnis.

"Ga, ambilin sapu di belakang!" Gabrin dengan gaya tengilnya mengurungkan niat untuk duduk dan berbalik mengambilkan sapu.

"Ga, stop!" teriak Gibran membuat Gabrin yang tengah melangkah berhenti di depan pintu dapur. Gibran mengambil speaker di samping tv dan menyalakan musik yang lagi tren di sosial media.

Dinding badinding oy dinding badinding~

Gabrin refleks joget sambil jalan ke arah abangnya. Jangan lupakan sapu yang di bawanya. Sapu tersebut sudah menjadi partner joget Gabrin saat ini. Sedangkan Gibran tertawa di tempatnya sambil terus menggoda sang adik.

"Terus, Ga! Goyangannya mana?" goda Gibran. "Asekk!"

Tepat di akhir lagu Gabrin menghempaskan pantatnya ke sofa yang sudah dirapikan Gibran.

"Bangke lu, Ga. Bikinin jus dong, Ga!"

"Hm bentar, nafas dulu cuks."

Di lain tempat, Gabrel sedang membicarakan mengenai bisnis yang akan dijalankannya bersama sang ayah melalui telepon. Dirinya akan melanjutkan S2 tahun depan. Untuk saat ini Gabrel menerima tawaran dari ayahnya untuk menjadi bagian dari salah satu perusahaan miliknya.

Bro'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang