36.Tak Lagi Sama

24 6 0
                                    

“Aku akan belajar egois. Egois untuk semua hal tentang kamu, termasuk memiliki mu” —Shifwa Drendra Viandra

“Kasian cowoknya di ambil orang.”

Shifwa mencoba menulikan pendengarnya dari cibiran teman sekelasnya itu. Bodo lah, paling mereka hanya iri.

“Pantes lah, mana mau Ardhi sama cewek kotor kayak lo,” ucap gadis itu kembali, kali ini tepat di samping telinga Shifwa. La la la, gak denger gue lagi nyanyi lagu Doraemon.

“Kenapa ya dia gak di panggil ke ruang kepsek? Harusnya kan dapet hukuman atau kalau perlu di DO karena udah mencoreng nama baik sekolah ini.”

Shifwa melirik sinis orang yang berbicara menggunakan ekor matanya. Jika sudah seperti ini, auranya mulai menguar kuat. Membuat siapapun yang ditatap akan merasa terintimidasi. “Jaga omongan lo, gak tahu apa-apa mending diem.” Gadis yang barusan berbicara mendadak bungkam dan gelagapan. Bukan karena ancamannya, tapi karena manik Shifwa yang menghunus tajam tepat pada retinanya, seakan-akan elang yang akan membunuh mangsanya tepat saat itu juga.

Sementara di kursi belakangnya, Bianca mencengkeram kuat penggaris besi yang tengah di pegangnya. Ia mengangkat benda tajam itu tinggi-tinggi untuk mengambil ancang-ancang. Matanya menyorot tepat ke tengkuk leher belakang Shifwa, ia sudah seperti vampire yang haus darah.

Tanpa aba-aba Bianca melayangkan penggaris besi itu berniat menusuk tengkuk leher Shifwa, namun tangan seseorang menghentikan pergerakannya.

“Lo ngapain, Bi?! Lo bisa kena masalah kalau ngelakuin ini, jangan gila!” pekik Ghina selaku sahabat sekaligus teman sebangkunya. Keadaan kelas yang bising akibat jamkos menyebabkan teriakannya sedikit teredam.

Bianca geming, kemudian menidurkan kepalanya di atas meja setelah mendengar pekikan Ghina, sadar akan niat buruknya yang sangat tidak masuk akal.

“Lo kenapa sih? Ada masalah?”

Bianca menggeleng pelan tanpa mengubah posisinya. Saat otaknya mendapatkan ide, Bianca langsung berjalan ke depan dan menarik lengan Shifwa kasar hingga gadis itu bangkit. Ia membawa Shifwa ke depan papan tulis agar semua penghuni kelas mendengar apa yang ia katakan.

Bianca mencengkeram erat kerah seragam Shifwa, membuat sang empu berjengit kaget atas tindakannya. “JUJUR! Lo kan yang bilang sama para babu lo kalau gue yang dorong lo sampai jatuh ke danau?!” Bianca menggoncangkan bahu Shifwa kuat.

Seisi kelas mendadak hening akibat suara kemarahan Bianca yang menggelegar. Kini pandangan mereka terkunci ke arah Bianca dan Shifwa. Ellina siap siaga, ia sudah berdiri dari tempatnya takut jika Bianca semakin menggila.

“Lo tahu kalau waktu itu gue jatuh ke danau?”

“Kemarin para babu lo labrak gue dan nuduh gue orangnya! Lo pasti ngomong yang nggak-nggak sama mereka, kan?” mata Bianca terlihat semakin menyalang dan dipenuhi api amarah.

“Mereka temen-temen lo kalau lo lupa.” dari awal sampai sekarang, Shifwa masih terlihat tenang dan santai tidak terpancing emosi sama sekali.

“Mereka emang temen gue. Tapi kalau untuk lo, mereka babu!”

“Gue sama sekali gak pernah berpikiran rendah kayak gitu sampai anggap mereka babu.”

“Oh, jadi lo bilang kalau pikiran gue rendah?!” Bianca semakin menarik tubuh Shifwa mendekat padanya.

“Nggak. Lo merasa tersindir?” tanya Shifwa dengan senyuman miring.

“SIALAN!”

Plak!

SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang