Shifwa menahan pergelangan Ardhi saat akan keluar dari warung Mbok Mina. Tangan pria itu sudah bertautan dengan Alena, bukan dengannya lagi.
“Lepas,” perintah Ardhi tanpa mau menatap wajah kekasihnya.
“Nggak. Aku mau ngomong,” balas Shifwa dengan wajah memelas.
“Di sini aja.”
“Gak bisa, Ardhi.”
“Gak ada waktu.” kalimat yang keluar dari mulut Ardhi masih terdengar ketus. Alena yang berdiri di samping Ardhi pun mengembangkan senyuman puas.
“Oke, di sini,” pasrah Shifwa tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia harus menyelesaikan masalahnya secepatnya.
Shifwa mulai memasang wajah serius, menatap Ardhi dan Alena bergantian. “Kenapa kamu bawa dia masuk ke dalam hubungan kita?” tanya Shifwa menunjuk Alena tanpa menatapnya.Ardhi langsung menepis tangan Shifwa yang masih menunjuk Alena. “Seperti yang kamu bilang di kantin tadi, jauhin tangan kamu dari Lena!” Ardhi berteriak tertahan membuat Shifwa sedikit terkejut.
“Kenapa?” kini suara Shifwa berubah lirih.
“Dia teman aku,” balas Ardhi cuek.
“Aku masih pacar kamu, Ardhi!” Shifwa kehilangan kesabaran, ia berteriak dengan dada bergemuruh menahan amarah. Ia pun terkejut sendiri mengapa bisa kelepasan tidak mengontrol emosinya. Satu detik kemudian, Shifwa kembali merubah raut wajahnya se tenang mungkin.
Orang-orang terdekat Ardhi yang masih di dalam warung mulai berlarian keluar karena mendengar teriakan Shifwa yang sangat tidak biasa. Saat melihat pertengkaran pasangan yang baru seumur jagung itu, mereka dengan cepat merapatkan bibir masing-masing. Tak ingin ikut campur.
“Aku masih pacar kamu, Ardhi. Aku gak akan larang kamu berteman sama siapa pun, tapi....” Shifwa menggantungkan ucapannya, retinanya menyorot ke arah tangan Ardhi dan Alena yang saling menggenggam. Selanjutnya ia menepis genggaman tersebut hingga terlepas. “Kalau sampai kayak gini, aku gak akan diam.”
Rahang Ardhi mengeras menandakan bahwa ia marah atas tindakan dan ucapan Shifwa. Ia melangkah ke depan menghapus jarak antara keduanya, membuat Shifwa refleks mundur.
“Tahu gak? Sebenarnya, aku gak benar-benar suka sama kamu.”
Shifwa terdiam, mencoba mencerna kalimat yang Ardhi lontarkan. Manik coklatnya masih terkunci dengan manik elang milik Ardhi.
“Maksud kamu?” tanya Shifwa masih belum mengerti.
“Kamu ingat kejadian setelah makan malam di rumah aku? Dari situ, perasaan aku mulai hilang,” sarkas Ardhi. Salah satu sudut bibirnya terangkat menampilkan senyum miring yang tampak menyeramkan.
Shifwa menengadah untuk mencegah lapisan kaca yang hampir luntur di matanya. “Kalau gitu... Kenapa kamu selalu bantu aku, selalu ada buat aku, bahkan gak nolak saat Bunda mau aku jadi pacar kamu. Tolong jelasin, Ardhi.”
Seringaian tajam masih terlihat jelas di wajah Ardhi. “Aku kasihan. Hidup kamu menyedihkan, bukannya sudah tugas manusia untuk saling menolong?”
Shifwa menggeleng tak percaya, Ardhi-nya benar-benar sudah berubah. “Gak gini caranya.”
“Iya. Karena aku melakukannya dengan caraku sendiri.”
“Putusin aku, Ardhi.” hanya kalimat itu yang terlintas di pikiran Shifwa, meskipun berat ia hanya menginginkan itu sekarang.
Ardhi mematung, itu merupakan kalimat yang sangat tak ingin Ardhi ucap atau pun dengar. Apa ia sudah keterlaluan sampai Shifwa ingin mengakhiri hubungannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIFWA
Teen FictionSepi, sunyi, senyap. "Sangat menenangkan." "Aku benci semua orang!" "Semua orang membenciku ..." "Aku ingin mati!" "Aku tidak ingin mati ..." Tentang Shifwa Drendra Viandra. Gadis yang dikelilingi banyak orang namun masih merasa sendiri sepanjang hi...