52.Tolong Bertahan ....

38 7 2
                                    

"Aku memang membencinya, tapi aku tak pernah memiliki niat untuk membunuhnya" —Alena Gabie Larasati

Ellina berlari ke luar, mengundang tatapan heran semua orang. Ia menggedor pintu IGD seraya menangis histeris.

“SHIFWA! BANGUN LO SEKARANG, BANGUN! LO NYARI MATI GAK MINUM OBAT LO, HAH?!”

Arkana segera bertindak, ia menahan tubuh mungil Ellina yang entah kenapa kali ini terus saja berontak.

“Kamu kenapa, Ell?” Arkana masih berusaha bersikap lembut pada kekasihnya.

“Shifwa bangun! Gue hajar lo sampai mati sekarang!”

“ELL!” kesabaran Arkana pun sudah tak bisa tertahan. Rafka, Bambang dan Devon yang asalnya masih duduk berjejer di kursi tunggu mulai mendekati pasangan itu.

“Kamu gak bisa kayak gini, ini rumah sakit! Kamu bisa ganggu para suster yang lagi menangani Shifwa di dalam kalau gini terus!” sentak Arkana, ia merasa apa yang dilakukan oleh Ellina sangat tidak benar.

Ellina menatap Arkana dan seluruh temannya dengan wajah banjir air mata. Sesenggukan Ellina yang awalnya mereda kini tambah parah.

“Shifwa bandel, Ka! Dia bego, udah tahu sakit tapi gak mau minum obatnya! Dia orang paling bego yang pernah aku kenal!” Ellina berkata berapi-api sambil menunjuk Shifwa yang tengah terbaring di ranjang IGD.

Semua orang mulai kebingungan dengan kalimat yang diucapkan Ellina. Sakit? Apa yang sebenarnya terjadi?

Ellina menendang pintu IGD yang terbuat dari kaca hingga menimbulkan suara yang begitu keras menggema di ruang tunggu ini. “Lo gak boleh mati, Shifwa, lo gak bisa tinggalin gue sendirian! Kalau perlu, gue donorin hati gue sekarang juga!”

“Ell, maksud lo— ?” Devon bertanya tak mengerti.

Ellina tumbang, sudah tak mampu lagi berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Ia terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. “Shifwa sakit ... Shifwa sakit. Hepatocellular carcinoma, atau kanker hati. Dia udah gak pernah minum obat dan check up lagi tanpa sepengetahuan gue. Dan sekarang ... kemungkinan dia bisa selamat hanya lima persen, itupun kalau ada pendonor.”

“Ell?” Arkana menatap tajam sang gadis. “Selama ini kalian berdua menyembunyikan sesuatu yang sangat serius?”

Rasa bersalah mulai memenuhi rongga dada Ellina. Ia tak tahu bagaimana caranya menjelaskan kepada semua orang.

“Shifwa yang minta untuk gak kasih tahu siapapun.” jeda sebentar, Ellina mengambil napas terlebih dahulu. “Cuma gue, Kak Alva dan Dokter Rafi yang tahu kondisi Shifwa.”

Suara kekehan Bambang yang terdengar menyayat hati mengudara. Mulutnya mengumbar tawa, namun sudut-sudut bibirnya hampir saja meloloskan air mata.

“Lima persen, ya ...?” gumam pria itu. Menatap kosong ke tempat Shifwa berada. Selanjutnya ia merasakan tangan hangat Rafka yang menepuk-nepuk bahunya berupaya menguatkan.

Raungan Ellina kembali terdengar. Ia mengesot di lantai agar lebih dekat dengan pintu, kemudian kembali menggedornya. Bedanya, kali ini lebih pelan. Tenaga Ellina sudah hampir habis.

“Seharusnya waktu itu lo gak nolak untuk operasi, Shif! Seenggaknya mungkin gak akan separah ini. Lo masih bisa terselamatkan kalau hati lo baik-baik aja!”

“Ell ...”

Semua orang segera menoleh, mendapati Alva dengan setelan kusutnya. Ia baru saja menyelesaikan skripsi walaupun tidak fokus karena mendapat kabar tentang Shifwa, kemudian bergegas ke sini tanpa pulang dulu.

SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang