33.Bianca?

26 8 5
                                    

"Hal itu tidak sebanding dengan luka yang selalu kalian torehkan di hatiku" —Shifwa Drendra Viandra

Dengan ragu Ellina melangkah memasuki pekarangan rumah besar Shifwa yang terlihat seperti istana. Di sampingnya ada Alva yang membantu membawakan kue bertuliskan happy birthday yang khusus Ellina beli di depan kompleknya yang katanya toko kue paling enak se-ibukota. Ellina rela mengantre dan berdesak-desakan demi mendapatkan kue spesial itu untuk sahabatnya.

Ellina mengangkat tangan kanannya tanpa tenaga untuk menekan bel rumah Shifwa. Belum sempat tangannya mendarat di benda tersebut, Kakak biadabnya sudah nyeletuk. “Tadi kita udah ke mekdi, gak usah berlagak lemes gitu. Letoy banget lu jadi orang.”

MCD!” koreksi Ellina ngegas. Karena jujur, ia tengah gugup setengah mati saat ini.

“Sama aja aelah,” balas Alva mencibir.

Tanpa meladeni bacotan tidak berguna Alva lagi, Ellina segera menekan bel nya. Kemudian keduanya terdiam, berharap orang di dalam cepat membukakan pintu untuk keduanya. Karena tak kunjung ada balasan, Ellina kembali memencetnya untuk yang kedua kali. Sampai bel ke lima, tetap tak ada balasan dari dalam.

Ellina menoleh ke arah Alva dengan tatapan memelas, seperti ingin pasrah saja.

“Kita tunggu dulu disini,” putus Alva yang mau tidak mau di setujui Ellina.

Lima belas menit sudah mereka menunggu di depan pintu utama rumah Shifwa di temani nyamuk-nyamuk nakal yang terus saja menciumi keduanya. Sesekali Ellina dan Alva kembali memencet bel, tapi masih sama seperti tadi.

Sebuah notifikasi masuk membuat Ellina terpaksa mengambil benda gepeng namun sangat berharga yang berada di saku celana jeansnya. Ia membaca pesan dari Bianca yang menyuruhnya cepat-cepat melihat snapgram Arkana.

Setelah melihatnya, ia kembali memasukkan ponsel tersebut ke dalam saku dan mengajak Alva pulang.

“Kenapa pulang?” tanya Alva keheranan.

“Percuma, Shifwa gak ada di rumah. Dia lagi sama Arka dan antek-anteknya.”

Alva mengekori Ellina dari belakang. Untuk kali ini, ia paham perasaan adiknya walaupun sedikit.

“Kak, buang aja kuenya. Udah gak berguna.”

Detik itu juga Alva menggeplak belakang kepala Ellina, persetan gadis itu merupakan adik perempuan semata wayangnya. “Walaupun lo yang ngantre hampir sampai satu jam, tetep aja belinya pake duit gue! Enteng banget lo ngomong, udah makan aja di rumah!”

***

EVERYTHING SUCKS, JUST KIDDING.” Arkana kembali bernyanyi namun kali ini lebih heboh dari sebelumnya. Ya begitulah, ketika bersama temannya kebobrokannya mulai meronta keluar.

“Ahh gue gabisa basa enggres Ka, yang lirik Indo nya dong.” Bambang protes. Maka tanpa aba-aba, Rafka mengambil alih gitar kesayangannya.

“SEMUA BANGSAT!”

“BECANDA!” dengan kompak, mereka menyahuti nyanyian Rafka yang tengah viral di TikTok itu. Kecuali Ardhi tentunya. Pria itu hanya pelanga-pelongo memasang wajah bodoh memperhatikan kegilaan sahabatnya. Jika tempat ini ramai, tanpa pikir panjang ia akan nyebur ke danau saking malunya.

“SEMUA BAIK.”

“GA JUGA!”

“GUE BENCI INGET MANTAN GUE, BENTAR. AJG, NGGAK NGGAK.” saat menyanyikan lirik tersebut, tentu saja Arkana yang paling kencang. Karena sungguh, ia sangat membenci manusia bernama Amelia Gabriella.

Suasana malam yang dingin itu seketika berubah menjadi hangat akibat keseruan mereka. Angin yang tak berhenti menusuk-nusuk kulit mereka seperti tidak terasa apapun. “MENDINGAN GUA NONGKI, KE TEMPAT KOPI, NYALAIN WI—“

SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang