50.Penolakan

32 5 6
                                    

"Mengapa aku yang harus mendapatkan hukuman dari kesalahan yang tidak kuketahui dan perbuat?" —Shifwa Drendra Viandra

“Ternyata tikus dari semua penerroran Shifwa itu lo, Len?”

Saat ini, Arkana beserta teman-temannya termasuk Ellina sengaja menyudutkan Alena di lorong belakang sekolah dengan pencahayaan temaram. Ada Ardhi juga di sana, yang terlihat sama sekali tidak peduli dengan keadaan.

Seluruh pikirannya hanya tertuju pada Shifwa.

Sial, emosi Alena belum sepenuhnya mereda karena kenyataan bahwa ia bersaudara dengan Shifwa yang diketahuinya kemarin sore. Dan sekarang? Tolong.

Alena tertawa garing untuk menutupi kegugupannya. Wajahnya terlihat merah padam. “Lo ngomong apa, sih, Ka? Ardhi, bilang sekarang juga. Kamu percaya sama aku, kan?”

“Tergantung,” balas Ardhi cuek.

Arkana manggut-manggut dengan pertanyaan Alena. “Lo mau bukti?”

Arkana segera membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat. Ia membuka kancing amplop tersebut dan mengeluarkan berkas-berkas di dalamnya. Melemparkannya tepat di wajah Alena tanpa segan-segan.

Jelas Alena terkejut. Tangannya mengepal kuat, serasa ingin meninju Arkana sekarang juga. Namun ia sadar siapa lawannya, Arkana merupakan juara pertandingan taekwondo tahun lalu.

Sebelum Alena mengambil kertas-kertas tersebut, Ardhi terlebih dahulu memungutnya dari lantai dengan gerakan gesit. Ia lihat dan baca kertas serta berkas yang ada di tangannya satu-persatu.

Surat peringatan untuk Shifwa.

Surat ancaman untuk Shifwa.

Poster yang memfitnah Shifwa.

Bahkan foto-foto ketika Alena melakukan itu semua.

Sial, Arkana benar-benar mengumpulkannya dengan baik.

“Len?” Ardhi menoleh ke arah Alena dengan tatapan yang menuntut penjelasan.

“Jangan percaya sama Arka, Dhi. Aku gak mungkin lakuin hal kotor itu, kamu tahu gimana aku. Kita sudah berteman lama, Ardhi. Lagian ... siapa AGL? Aku bahkan gak tahu orang itu.”

BULLSHIT!”

Bentakan kencang Arkana mampu membuat orang-orang di sana terkejut, termasuk kekasihnya sendiri. Beruntung kawasan sekolah sepi karena sudah masuk jam pulang.

“Alena Gabie Larasati, itu lo!” jari telunjuk Arkana menempel di dahi Alena. Membuat sang empu semakin merasa terpojokkan.

“G-gimana mungkin ....”

Suara tawa Arkana terdengar seperti psikopat di telinga Alena. Benar-benar sangat mengintimidasi dan menyeramkan. “Gimana mungkin gue bisa tahu nama asli lo, itu kan maksudnya, Len?”

Arkana melangkah maju, mengikis jarak antara dirinya dan Alena. “Shifwa, Nova dan Ardhi memang pintar. Tapi kecerdasan dan strategi gue lebih unggul karena gue mantan ketua geng motor.”

“Nggak! Semua orang mengenal gue dengan nama Lena, Bukan Alena!” gadis itu masih saja mengelak.

“Lo lupa kalau gue mengetahuinya. Lo bilang kita berteman sejak kecil, kan?”

Suara dingin Ardhi tertangkap Indra pendengaran semua orang yang ada di situ. Pria yang asalnya mengeluarkan hanya satu kata, kini berkata lebih panjang lagi.

Yang semakin mengejutkan mereka, bola mata Ardhi memancarkan api amarah yang kentara.

“Benar kata Arka. Gue pintar, tapi juga bego! Bisa-bisanya gak sadar kalau selama ini lo yang berusaha untuk menghancurkan hubungan gue dan Shifwa!”

SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang