Eyyoww, kembali lagi bersama aku🐣
HAPPY READING ❤️
“Jangan menjadi penyebab seseorang kecewa ataupun menangis, karena suatu saat kau akan mendapatkan akibatnya sendiri” —Alvaro Dinatra Mahendra
Shifwa menundukkan kepala sambil memilin kedua tangannya, mendekati Via yang tengah berkutat dengan laptop di sofa ruang tengah. Ia menatap Maminya itu takut-takut dan penuh harap. Obatnya sudah habis, dan ia harus segera membelinya kembali jika tidak mau kondisinya semakin buruk.
“Ada apa?” tanya Via tanpa mengalihkan pandangan.
“Anu— Shifwa butuh uang, Mi,” cicitnya pelan.
Via menutup laptopnya sedikit kasar dan menatap sang buah hati malas. “Bukannya baru di transfer Papi mu? Kamu juga baru keluar rumah sakit, masih aja mau buang-buang uang.”
“Bukannya uang kalian ada milyaran bahkan triliunan ya? Kalian sendiri yang bilang.” Via masih menatap putrinya yang terus berceloteh manja. “Kalian kerja untuk siapa emang? Katanya untuk Shifwa. Tolong, sekarang Shifwa benar-benar butuh.”
Via memutar bola mata malas dan mengambil dompetnya dari tas, tak tega melihat Shifwa yang memasang wajah memelas. Sangat menggemaskan!
Shifwa tersenyum riang menerima blackcard yang di sodorkan Maminya. “Pake sepuasnya. Sana, jangan ganggu saya lagi,” suruh Via memijat pangkal hidungnya. Akhir-akhir ini kerjaannya terasa semakin banyak, sampai hampir tidak memiliki waktu istirahat.
“Makasi banyak, Mi! Nanti Shifwa ganti kalau udah punya uang!” ucap Shifwa dan langsung berlari menuju kamarnya.
Via tertawa remeh. “Kebanyakan mimpi.”
***
Gadis dengan kaos merah itu tersenyum senang menatap kantung plastik putih di tangannya yang berisi obat-obatan. Ia memeriksa kembali obatnya, khawatir ada yang terlewat. Karena terlalu fokus, tanpa sadar ia menabrak dada seseorang. Saat mendongak untuk melihat orang itu, ia terkejut setengah mati bak maling yang tertangkap basah.
“Shifwa? Kamu ngapain disini? Itu obat apa?” tanya Ardhi beruntun sambil curi-curi pandang pada kantung plastik di tangan kekasihnya.
Shit, kenapa Ardhi ada disini?!
“Bukan apa-apa. Kamu sendiri kenapa ada disini? Bukannya komplek kamu jauh dari sini ya?” Bukan hanya jauh, namun kawasan rumah Ardhi juga tidak searah dengannya. Shifwa menjawab dengan sedikit gagap membuat kecurigaan Ardhi semakin menjadi.
Ardhi menunjukkan kantung plastik yang di bawanya juga. “Stok obat yang Bunda butuhin gak ada di apotek deket rumah aku, makanya kesini. Sekalian mau apel sih,” terangnya diakhiri kekehan manis. Shifwa hanya manggut-manggut paham mendengarnya. “Oh iya itu obat apa?” tanya Ardhi kembali berusaha melihat kantung plastik Shifwa yang sengaja di jauhkan oleh pemiliknya.
“Bukan apa-apa,” jawab Shifwa menggigit bibir bawahnya dengan tatapan yang begitu tegang. Takut jika Ardhi akan mengetahui kebenarannya.
“Yakin?”
Dengan cepat Shifwa mengangguk semangat. “Iya! Em, sebenernya cuma vitamin biar aku gak gampang lelah dan mimisan lagi.” pada akhirnya, Shifwa memilih untuk berbohong.
“Beneran vitamin?” Ardhi masih mendesak.
Shifwa kembali mengangguk dan berjalan mundur menjauhi pria itu. “Iya! Aku pulang dulu ya, mau nyatet pelajaran yang ketinggalan,” pamit Shifwa, berbalik badan kemudian berlari secepat kekuatan rembulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIFWA
Teen FictionSepi, sunyi, senyap. "Sangat menenangkan." "Aku benci semua orang!" "Semua orang membenciku ..." "Aku ingin mati!" "Aku tidak ingin mati ..." Tentang Shifwa Drendra Viandra. Gadis yang dikelilingi banyak orang namun masih merasa sendiri sepanjang hi...