Mengikuti alam bawah sadarnya, Shifwa langsung masuk ke dalam dekapan Ardhi. Lagi. Shifwa memeluk pria di hadapannya seperti apa yang ia lakukan kemarin malam di taman.
Untuk pertama kalinya Ardhi tak membalas pelukan gadis itu. Shifwa yang sadar pun tetap diam pada posisinya, tak peduli bagaimana respon Ardhi. Sekarang ia butuh tempat ini. Tempat yang paling hangat dan nyaman untuknya, Shifwa yakin akan hal itu.
“Kenapa gak pukul gue aja, hm?” tanya Ardhi berbisik tepat di telinga Shifwa dengan suara beratnya. Karena hal itu, sekujur tubuh Shifwa mendadak merinding mendengarnya. Baru kali ini ia mendengar Ardhi berdamage saat bersuara.
Ia menggeleng pelan dalam dada bidang Ardhi yang justru terlihat lucu di mata pria itu. Ardhi terkekeh dan langsung merangkul Shifwa agar duduk di atas rumput yang lumayan kotor itu. “Katanya mau pergi, kok masih disini?” goda Ardhi dengan senyuman jahilnya.
“Jadi lo mau gue beneran pergi?”
“Eh jangan dong!”
Keduanya tertawa bersamaan ditemani hembusan angin sejuk dari pepohonan yang menerpa wajah keduanya.
“Emang cuma Ardhi. Cuma Ardhi yang bisa bikin Shifwa bahagia.”
Tanpa mereka sadari ada Ellina yang sejak tadi terus mengamati keduanya. Senyum merekah timbul di wajah putihnya. “Gue yakin lo akan bahagia sama Ardhi, Shif. Gue harap lo gak akan salah ambil keputusan,” gumamnya kembali. Selanjutnya ia berbalik meninggalkan kedua anak manusia yang tengah berbahagia itu.
“Lo belum jawab pertanyaan gue, itu kenapa?” tanya Ardhi menunjuk wajah Shifwa.
Ukiran senyum di wajah Shifwa perlahan memudar membuat Ardhi kebingungan. Ardhi terus memperhatikan wajah manis Shifwa, menunggunya berbicara.
“Kemarin gue ditampar.”
Mata Ardhi membelalak. “Siapa?! Biar gue hajar tu orang!”
Shifwa membalasnya dengan tersenyum membuat Ardhi kembali mengerutkan keningnya. “Jangan, dia Papi gue.”
“Kok bisa?”
“Ya bisa, lah, apa sih yang gak bisa Papi gue lakuin?” Shifwa terkekeh, tapi yang Ardhi lihat hanyalah luka sayatan yang sangat mendalam.
“Sampai biru kayak gitu?”
“Iya, dia kenceng banget mukulnya.” Shifwa masih saja tersenyum.
“Kenapa Papi lo ngelakuin itu?”
“Ya karena gue gak nurutin kemauan nya. Jadi mulai malam ini gue akan turuti kemauan dia.”
Kata-kata Shifwa terdengar sangat lembut sekali di telinga Ardhi. “Lo serius mau ngelakuin hal itu?”
“Iya. Gue udah pasrah sama semuanya. Gak peduli apapun yang akan terjadi nanti. Gue capek....” Shifwa mulai menunduk dengan mempertahankan senyum getirnya. Refleks, tangannya mencabuti asal rumput di depannya.
Ardhi bergeming meresapi ucapan Shifwa. Mengapa gadis itu masih bisa tersenyum? “Lo gak boleh nyerah, Shif,” Ardhi berkata teramat manis sembari mengusap bahu gadis dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIFWA
TienerfictieSepi, sunyi, senyap. "Sangat menenangkan." "Aku benci semua orang!" "Semua orang membenciku ..." "Aku ingin mati!" "Aku tidak ingin mati ..." Tentang Shifwa Drendra Viandra. Gadis yang dikelilingi banyak orang namun masih merasa sendiri sepanjang hi...