46.Jadian, ya?

22 6 2
                                    

Berapa abad aku gak nulis di lapak ini?😭🤚🏼

***

"Aku akan tetap disalahkan, meskipun bukan kesalahanku" —Shifwa Drendra Viandra

"Besok Lena mau sekolah, Bunda.”

Ara yang masih menarik selimut untuk Alena itu segera mengalihkan pandangannya. “Nggak, kamu masih sakit, sayang.”

Ini yang Alena suka dari keluarga Ardhi. Mereka sangat menerima Alena apa adanya, menganggapnya sebagai putri kandung sendiri. Mengingat bagaimana dirinya yang hanya tinggal berdua bersama sang Ibu.

“Lena udah gak papa, Bunda.” gadis itu bersikukuh ingin sekolah. Terlebih Ibunya di rumah belum sembuh total, tidak ada yang menjaga beliau jika Alena masih di rumah sakit.

Ara menghela napas pasrah, tangan kurusnya bergerak untuk mengelus surai hitam milik Alena. “Yasudah kalau itu mau kamu. Tapi dijagain sama Ardhi."

Yakali Alena nolak kalau yang jagainnya Ardhi.

“Kenapa bawa-bawa Ardhi?!” pekik Ardhi tidak terima. Sesi bermain gamenya menjadi terhenti karena keterkejutannya.

Ara mendecak malas. “Siapa lagi kalau bukan kamu?”

Ahh, iya juga. Lagipula Alena celaka saat bersama dirinya. Mau tak mau, ia juga harus memiliki sedikit rasa tanggung jawab.

“Yaudah,” pasrahnya lesu.

“Oke, Bunda pulang dulu. Rara udah ngerengek dari tadi,” pamit wanita setengah baya itu. Selanjutnya atensinya beralih pada sang putra sulung. “Bang, jagain Lena.”

“Hm.”

Ara hanya tersenyum simpul, memaklumi sikap Ardhi. Setelah mengambil semua barangnya ia pun keluar dari ruang rawat VIP Alena itu.

“Ardhi,” panggil Alena saat Ara sudah benar-benar meninggalkan keduanya.

“Hm?” lagi-lagi Ardhi hanya bergumam tanpa gairah.

“Makasih.”

“Iya.”

Beberapa saat keheningan melanda sebelum akhirnya Alena kembali memanggil nama Ardhi. Menyebalkan sekali.

“Ardhi.”

“Apalagi?!”

“Ish, ngegas,” cebik Alena kesal.

“Cepet.”

“Pacaran, yuk!”


***



Seperti yang kalian duga, Victoria National High School kembali heboh dengan kabar pacarannya Ardhi dan Alena. Ardhi sendiri pun tak tahu, bagaimana bisa kabar ini menyebar secepat kedipan mata.

Bahkan, sudah sampai ke telinga Shifwa.

Tebak, apa yang akan terjadi pada gadis itu?

“Jiakhh, kasihan banget di tinggal cowoknya.”

“Lagian mana mau, sih, Ardhi sama jalang kayak lo, hah? Cuih!”

Entah kesalahannya ataupun bukan, Shifwa selalu menjadi sasaran bully.

Shifwa memejamkan matanya kala gadis yang mengatakan kalimat barusan meludahinya, tepat di depan wajahnya. Tangan di kedua sisi jahitan roknya pun sudah terkepal kuat.

“Kesalahan gue ataupun bukan, gue yang akan menjadi sasaran bully,” gumam gadis itu tanpa di dengar siapapun.

Detik berikutnya lemparan tepung, tomat busuk, telur, tanah dan sampah mengotori seluruh tubuhnya. Sial, semua ini seperti sudah di rencanakan hingga mereka memiliki benda tersebut?!

Se-bersemangat itu kah mereka membully Shifwa sampai harus di persiapkan terlebih dahulu?

Sialan.

“Hai, Shifwa!” seorang gadis dengan rambut sebahu itu melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Menerobos kerumunan yang masih setia melempari Shifwa dengan berbagai barang.

Alena.

Boleh Shifwa mencakar kulit wajah gadis yang selembut kapas itu hingga robek?

“Wahhh, makasih banyak atas sambutannya! Meriah banget!” gadis itu kegirangan. Entah kenapa saat Alena berdiri di tengah-tengah kerumunan itu bersamanya, orang-orang yang tadi melempari Shifwa mendadak berhenti. Melayangkan senyuman meremehkan pada Shifwa.

“Sekarang lo puas, Len? Lo udah dapetin semuanya.” Shifwa tertawa sarkas. Lebih tepatnya, tawa miris untuk dirinya.

Alena balas tertawa meremehkan. “Belum, yang lo alami belum cukup sama penderitaan gue.”

Shifwa terdiam. Apakah Alena memiliki dendam pribadi terhadapnya? Jika iya, dendam apa itu? Shifwa tidak merasa melakukan kesalahan besar.


SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang