"Kalau aku tidak mendapatkan kebahagiaan di dalam rumah, apa aku salah mencari kebahagiaan di luar?" -Shifwa Drendra Viandra
"Lo mimisan!"Shifwa yang belum menyadari hal tesebut segera menyentuh hidungnya ketika mendengar pekikan Ardhi. Benar saja, jari telunjuknya seketika dihiasi tetesan cairan kental berwarna merah. Kerutan halus tercipta di kening gadis itu, berpikir bahwa dirinya sudah cukup menjaga kesehatannya selama ini. Hal tersebut sedikit mengejutkan, sebenarnya.
"Kita ke rumah sakit." Itu seperti sebuah keputusan final dan Ardhi tak ingin menunggu waktu lebih lama. Ia meraih kedua lengan Shifwa, dibimbingnya dengan lembut untuk berdiri dan kembali ke mobilnya. Namun, keengganan sang gadis membuatnya mendengus pelan.
"Nggak usah, Dhi. Ini cuma mimisan biasa, mungkin karena kecapekan." Shifwa berkata dengan sedikit linglung karena masih terguncang akibat peristiwa yang terjadi sebelumnya. Dia ingin menolak dan meyakinkan Ardhi agar tidak perlu membawanya ke rumah sakit, tetapi dirinya sendiri pun tengah berusaha untuk meredakan ketegangan yang dialaminya.
"Tetep aja, Shif. Mimisan, ya, mimisan. Gue takut terjadi sesuatu sama lo."
"Makanya lo doanya yang bener." Shifwa merotasikan bola matanya malas, kakinya berayun untuk mengiringi langkah sang pria setelah sempat terhuyung selama beberapa saat karena keterguncangannya. Bagus, sifat jutek Shifwa sudah kembali. Artinya dia memang baik-baik saja jika seperti itu.
"Nggak usah bantah, ayo."
"Enak saja, langsung pulang!"
Ardhi mengeluarkan dengusan kasar, gadis yang tengah dipapahnya ini benar-benar keras kepala. Tolong beri tahu Ardhi siapa yang dapat mengalahkan Shifwa, mau minta tutor. Namun, pada akhirnya ia pasrah dan langsung mengantar Shifwa pulang setelah membersihkan darah yang ada di hidungnya terlebih dahulu. Dia sendiri tidak mengerti kenapa terus bersikap lunak kepada Shifwa.
"Sudah nggak apa-apa?" Ardhi membereskan kotak P3K dan menyimpannya kembali ke dalam dashboard.
"Makasih." Shifwa masih menjepit hidungnya, mengantisipasi jika ada darah yang kembali mengalir.
Mata Ardhi menyipit ke arah sang gadis ketika mendengar suara unik yang dikeluarkannya karena menjepit hidungnya. Tak lama kemudian, kekehan menyebalkan khas seorang Ardhi mengudara di antara mereka. "Suara lo lucu kalau kayak gitu."
"Diam." Shifwa mendesis.
Ardhi hanya terkekeh mendengar itu. Tangannya mengotak-atik beberapa bagian mobil hingga kendaraan itu kembali melaju di jalan raya. Terjadi keheningan selama beberapa saat perjalanan. Masing-masing dari kedua insan itu tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri.
Ardhi sedikit menunduk, tetapi tetap fokus menyetir. Suara yang dia keluarkan terdengar lebih pelan daripada sebelumnya. "Lain kali jangan gitu lagi."
Shifwa yang sebelumnya menikmati suasana tenang di antara mereka segera menolehkan kepalanya ke arah sang pria. Sebelah alis gadis itu terangkat bingung, tidak yakin dengan apa yang Ardhi ucapkan karena tidak terdengar terlalu jelas. "Gimana?"
"Minta turunin di jalanan."
"Itu karena lo ngebut! Kalau mau mati nggak usah ajak-ajak!"
Ardhi nyengir, salah satu tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tidak ingin suasana semakin canggung, dia memutuskan mengubah topik. Kali ini, suara yang keluar diiringi dengan nada penyesalan. "Maaf gue telat datang."
"Lo masih marah?"
Shifwa kembali menatap Ardhi, kemudian menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, dia hanya tidak ingin memperpanjang masalah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIFWA
Teen FictionSepi, sunyi, senyap. "Sangat menenangkan." "Aku benci semua orang!" "Semua orang membenciku ..." "Aku ingin mati!" "Aku tidak ingin mati ..." Tentang Shifwa Drendra Viandra. Gadis yang dikelilingi banyak orang namun masih merasa sendiri sepanjang hi...